Pada pagi hari jelang laga penting Manchester City kontra West Ham pada pekan kedua terakhir musim lalu, Oleksandr Zinchenko dibangunkan oleh rekan satu timnya. Di malam sebelumnya, Eropa telah memilih Ukraina sebagai pemenang kontes menyanyi Eurovision dan para pemain City ingin berbagi kabar baik dengan sang bek kiri.
Seperti kebanyakan musim lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina, yang menjadi momen emosional bagi pemain berusia 25 tahun itu.
Tapi juga istimewa bagi para pemain untuk menunjukkan kasih sayang dan dukungan mereka untuk rekan setim yang sangat dicintai yang telah terpukul imbas perang di Ukraina.
Pada hari-hari awal invasi Rusia, Zinchenko dilarang pulang ke rumah untuk membantu membela negaranya. Sementara teman dan keluarga meyakinkannya bahwa dia dapat membuat pengaruh lebih banyak dengan tetap tinggal di Inggris dan menarik perhatian pada penderitaan rakyat Ukraina.
Sebagai orang Ukraina paling terkenal di Liga Primer alias kompetisi yang paling banyak disorot, Zinchenko memiliki platform untuk berbicara secara emosional dan berwibawa tentang penderitaan di Ukraina.
Fans tandang di seluruh Inggris bertepuk tangan hangat untuknya dan foto-foto pelukannya yang penuh air mata dengan kompatriotnya Vitaliy Mykolenko jelang laga City versus Everton dilihat seluruh dunia.
Tapi, itu adalah enam bulan yang sulit dan bek kiri itu kerap patah hati karena memikirkan apa yang dialami banyak teman dan keluarganya.
Sang pemain telah menyumbangkan uang yang signifikan untuk upaya perang, berbicara kepada para tentara, dan menjadi sukarelawan di sebuah kelompok komunitas Ukraina di Manchester yang mengirimkan kembali pasokan penting kepada mereka yang keseharian hidupnya telah menjadi sulit.
Sepakbola menjadi pengalihan yang disambut baik bagi Zinchenko, dengan waktu yang dihabiskan di tempat latihan dan pada hari pertandingan telah membantu menjernihkan pikirannya.
Pep Guardiola, pihdak klub, dan rekan setim telah menawarkan dukungan kepada Zinchenko.
“Pada titik tertentu, terutama di awal, saya tidak terlalu memikirkan sepakbola karena tidak mungkin untuk hidup dengan apa yang terjadi di negara saya,” ucap Zinchenko setelah kemenangan gelar dramatis pada hari terakhir.
“Tapi dengan semua dukungan yang saya miliki selama periode ini, kami bisa tampil maksimal. Itu berarti segalanya bagi saya,” tutur pemilik 52 caps di timnas Ukraina itu.
“Jujur, saya ingin mati untuk orang-orang ini, untuk semua dukungan ini, karena apa yang orang berikan kepada saya dan apa yang telah mereka lakukan untuk selama periode terberat dalam hidup saya. Saya sangat menghargai dan saya tidak akan pernah melupakan ini. Tidak akan pernah di hidup saya,” pungkasnya.
Invasi telah memusatkan perhatian pada rasa kebersamaan di kubu City, tapi tidak ada yang baru dalam penghargaan klub untuk Zinchenko.
Didatangkan dari klub Rusia, FC Ufa, hanya dengan £1,7 juta pada 2016, Zinchenko bertekad untuk membuat tanda di Stadion Etihad.
Misalnya, setelah kemenangan tandang di Huddersfield pada 2017 kala ia menjadi pemain pengganti yang tidak digunakan, Zinchenko kembali ke tempat latihan untuk berlatih sendirian di pusat kebugaran tim pada malam yang sama.
Komitmen semacam itu tidak luput dari perhatian Guardiola atau pelatihnya, termasuk manajer Arsenal saat ini, Mikel Arteta. Akhirnya kesempatan datang, tapi sebagai bek kiri ketimbang gelandang serang.
Bahkan ketika City mempertimbangkan untuk melepasnya untuk merekrut bek sayap spesialis, Zinchenko tidak pernah meragukan dirinya dengan menolak hengkang ke Wolves dan Napoli demi memperjuangkan tempatnya.
Itu adalah keputusan yang luar biasa dan Zinchenko telah berperan penting dalam membantu tim Guardiola meraih empat gelar Liga Primer dalam lima tahun terakhir, paling tidak pada hari terakhir musim lalu ketika ia tampil menonjol dalam membantu membalikkan defisit dua gol dari Aston Villa secara dramatis.
Tapi, setelah lima tahun, terutama sebagai bek kiri, Zinchenko telah mendapatkan kesempatan untuk bermain di posisi pilihannya.
Lebih dari tiga perempat dari 128 penampilannya untuk City datang sebagai bek kiri, tapi kini dia mendukung dirinya untuk bermain di klub papan atas sebagai gelandang serang setelah bergabung dengan Arsenal senilai £30 juta.
Guardiola meyakini bahwa itu adalah peran terbaiknya, tapi dia tidak akan pernah memainkan Zinchenko di tengah sebelum Kevin De Bruyne, Bernardo Silva, Ilkay Gundogan, Phil Foden, atau Jack Grealish. Terlalu sulit.
“Sebagai gelandang serang, itu posisinya,” kata Pep pada April lalu.
"Ketika kami mendatangkan Oleks, dia adalah pemain No.10—posisi Phil Foden, pemain kreatif—tapi kebutuhan yang kami miliki ... kami tidak memiliki bek kiri selama bertahun-tahun.”
“Fabian Delph beradaptasi dengan sangat baik di posisi itu dan juga Oleks. Itu terjadi karena dia hebat, dia tahu persis apa artinya. Dia beradaptasi dan bilang: 'Oke, apa yang dibutuhkan tim? saya akan melakukannya’.”
“Dia adalah pemain yang bisa diandalkan. Terkadang ketika dia bermain lebih sedikit atau tidak tampil seperti biasanya, itu karena dia manusia. Apa yang terjadi di negaranya, kita tidak bisa mengesampingkannya.”
"Tapi saya tahu Oleks. Cara dia bermain tidak perlu bagi kita untuk mengetahui siapa dia,” imbuhnya.
City akan merekrut bek kiri spesialis musim panas ini, Marc Cucurella dari Brighton. Sementara Joao Cancelo tetap menjadi pilihan yang sangat efektif, yang bikin City akhirnya memutuskan untuk melepas Zinchenko.
Kesepakatan transfer ini juga masuk akal bagi si pemain. Penampilannya pada Kualifikasi Piala Dunia untuk Ukraina menunjukkan sekali lagi bahwa ia memiliki bakat dan kedewasaan yang diperlukan untuk bermain lebih tinggi di lapangan.
Seperti rekan setimnya Gabriel Jesus, Zinchenko menikmati waktunya bekerja dengan bos Arsenal Arteta di City. Jadi ia seharusnya tidak memiliki banyak kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya di London Utara, mengingat mantan tangan kanan Guardiola itu menggunakan sistem serupa di Emirates.
Ini adalah langkah yang tepat pada waktu yang pas untuk Zinchenko. Ia akan sangat dirindukan di City, baik di dalam maupun di luar lapangan. Tapi, Arteta mampu menawarkan kepadanya sesuatu yang tidak pernah benar-benar bisa dilakukan Guardiola: kesempatan untuk bermain secara reguler di lini tengah.




