Kegagalan kampanye Argentina di Piala Dunia 2018 sangat berdampak pada Lionel Messi. Taktik Jorge Sampaoli berantakan. Mereka hanya lolos berkat hat-trick Messi dalam kemenangan 3-1 di Ekuador di laga terakhir babak kualifikasi Amerika Selatan. Pemain nomor 10 itu juga mencetak gol pembuka yang sensasional dalam pertandingan grup yang harus dimenangkan melawan Nigeria.
Namun, Messi tetap mendapat banyak kritikan. Terutama, dan yang paling menyakitkan, dari idola dan mantan mentornya, Diego Maradona.
"Kita seharusnya tidak mendewakan Leo lagi," katanya kepada Fox Sports. "Ia adalah Messi ketika bermain untuk Barcelona. Messi adalah Messi ketika ia mengenakan seragam itu, dan ia adalah Messi yang berbeda bersama Argentina."
"Ia pemain hebat, tapi bukan pemimpin. Tidak ada gunanya mencoba untuk menjadikan seorang pria yang pergi ke toilet 20 kali sebelum pertandingan sebagai pemimpin."
Andai saja Maradona bisa melihatnya sekarang.
Messi mengakui bahwa aneh tidak bisa melihat sosok Maradona, pahlawan sepakbolanya di Qatar. Bahkan saat tidak menjadi bagian dari tim, Maradona adalah salah satu pendukung fanatik Argentina.
Maradona, jika masih hidup, tentu akan menikmati Piala Dunia ini. Bersama dengan segenap suporter Argentina yang membanjiri stadion dan benar-benar mengapresiasi Messi idola mereka yang tak hanya bersinar tapi juga menunjukkan jiwa kepemimpinan sejati.
Memang, semua yang terjadi sebelum, selama, dan setelah pertandingan semi-final versus Kroasia merangkum sejauh mana perkembangan Messi sejak Piala Dunia 2018 di Rusia.
Dan, menjelang pertemuan epik dengan Belanda di perempat-final, pemain berusia 35 tahun itu menyerukan agar orang-orang tidak lagi mengritik Lautaro Martinez, yang menyia-nyiakan serangkaian peluang setelah masuk sebagai pemain pengganti dalam kemenangan 2-1 yang mendebarkan atas Australia di babak 16 besar.
Messi bersikeras bahwa tanggung jawab ada pada dirinya dan semua orang untuk memastikan bahwa striker Inter Milan itu tidak kehilangan kepercayaan diri. Ia secara pribadi menghibur seorang pemain yang sangat ia hormati, yang pernah disebutnya sebagai "striker komplet", dan secara terbuka meramalkan bahwa Lautaro akan memainkan peran utama dalam kampanye Argentina di Piala Dunia ini.
Memang benar, kepercayaan diri Lautaro tidak runtuh dan itu dibuktikannya dengan mengonversi penalti krusial dalam adu penalti dengan Belanda, meski mendapat tekanan dan teror luar biasa dari lawan-lawannya seperti Denzel Dumfries.
Lalu, saat Lautaro meluapkan kebahagiaan usai sukses mengonversi penalti yang berbuah kemenangan itu, rekan-rekannya mengejarnya dan merayakannya bersama-sama.
Hampir semuanya, tapi tidak dengan Messi, yang malah langsung menghampiri Emiliano Martinez, yang berbaring telentang di sisi lapangan berbeda.
Itu adalah sikap penghargaan yang indah untuk penjaga gawang, yang tidak hanya menyelamatkan dua penalti dalam drama adu penalti, tapi mungkin yang terbaik melambangkan semangat pengorbanan diri hingga mengubah nasib Argentina selama empat tahun terakhir.
Memang, saat berbicara menjelang kemenangan di final Copa America tahun lalu atas Brasil yang benar-benar mengubah persepsi publik tentang Messi sebagai pemimpin pendiam, sang kapten memberikan pujian khusus untuk Emi Martinez.
"Saya ingin berterima kasih kepada kalian semua selama 45 hari terakhir ini, kawan-kawan," kata Messi kepada rekan satu timnya di Maracana. "Saya mengatakannya di hari ulang tahun saya, ini adalah tim yang spektakuler, tim yang indah."
"Sudah 45 hari kerja keras di mana kita tidak mengeluh tentang perjalanan, makanan, hotel, lapangan, tidak ada apa-apa. 45 hari tanpa bertemu keluarga kita. 45 hari... El Dibu [Emilio Martinez] menjadi ayah dan bahkan tidak bisa melihat anaknya yang baru lahir, dan mengapa? Karena momen ini, kawan-kawan."
"Kita memiliki target dan tinggal selangkah lagi untuk mencapainya dan hal terbaik tentang itu ada di tangan kita. Jadi, kita akan pergi ke sana dan mengangkat trofi, kita akan membawanya pulang ke Argentina dan menikmatinya bersama keluarga, teman, dan semua orang yang telah mendukung Argentina."
"Dan saya ingin menutup dengan kalimat ini: Keberuntungan tidak ada. Turnamen ini harus dimainkan di Brasil dan tahukah kalian mengapa? Karena Tuhan membawanya ke sini jadi kita menang di sini di Maracana untuk kita semua. Jadi, ayo melangkah dengan percaya diri, dengan kepala dingin, dan mari kita menangkan trofi ini. Ayo, kawan-kawan!"
Maka, apakah mengherankan jika Martinez mengakui setelah kemenangan Finalissima atas Italia bahwa para pemain Argentina "bertarung seperti singa untuk Leo"?
Dan yang kini menjadi jelas adalah bahwa Messi juga bersedia berjuang untuk mereka. Di Argentina, ada orang-orang yang tidak selalu merasa Messi adalah bagian dari semangat tim ini. Bagaimana pun, ia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di Barcelona. Itu sebabnya ia selalu dianggap bermain lebih maksimal bersama Blaugrana daripada Albiceleste.
Messi diidolakan oleh masyarakat Argentina, tapi Maradona lebih didewakan. Messi mungkin merupakan gambaran pria ideal yang mengayomi keluarga, namun Maradona adalah bajingan yang mereka cintai.
Seperti yang dikatakan penulis Marcelo Sottile kepada Reuters, "Leo adalah orang Argentina yang kita semua inginkan. Diego sedikit seperti orang Argentina seperti kita sebenarnya: pejuang yang memberontak melawan kekuasaan."
Yang menjelaskan mengapa cara Messi secara terbuka mengecam orang-orang seperti Louis van Gaal dan Wout Weghorst setelah pertandingan paling menguras energi lawan Belanda berjalan sangat baik bersama rekan-rekan senegaranya. Inilah Messi yang selalu ingin mereka lihat. Bukan hanya inspirasi, tapi juga agresi.
Messi selalu mengingatkan mereka pada Maradona karena caranya bermain. Namun, di sini, ia menunjukkan sisi liar yang sedikit mirip.
"Diego mengamati kita dari surga," kata Messi usai pertandingan.
Jika memang demikian, maka Maradona akan sangat bangga pada penerusnya. Dan Messi memang telah menjelma sebagai seorang kapten sejati.
