Brian Barry-Murphy Phil Foden Cole Palmer Manchester City GFXGetty/Goal

Mengenal Brian Barry-Murphy, Pelatih Akademi Manchester City Yang Ditugaskan Cetak Lebih Banyak 'Phil Foden'

Para lulusan Akademi Manchester City bermain lebih dari 12.500 menit di Liga Primer Inggris musim lalu.

Namun, lebih dari 16 persen untuk juara Liga Primer, dengan sebagian besar dipersembahkan oleh Phil Foden, saat ia akhirnya membuktikan dirinya mampu menjadi pilihan reguler di tim Pep Guardiola.

Statistik tersebut bisa lebih meningkat musim ini dengan kedatangan eks winger akademi City, Jadon Sancho di Manchester United, sementara Eric Garcia pergi dengan status bebas transfer untuk pulang ke Barcelona.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Mempromosikan pemain dari akademi ke tim utama selalu menjadi target utama City, dengan pimpinan klub, Khaldoon Al Mubarak menyatakan bahwa impiannya adalah memiliki satu atau dua pemain yang naik level setiap tahun, tetapi sejauh ini target tersebut sulit dipenuhi.

Menjadi pemain reguler di tim utama yang memiliki hingga 20 pemain internasional saling bersaing untuk menjadi starter tidaklah mudah. Foden adalah satu-satunya pemain yang berhasil melakukan hal tersebut, dengan pemain berusia 21 tahun itu sekarang mencatatkan lebih dari 100 penampilan untuk klub.

Terlepas dari persaingan yang ada, pelatih Elite Development Squad yang baru, Brian Barry-Murphy percaya bahwa akan ada pemain muda lain yang bisa mengikuti jejak Foden dan membuktikan kualitas mereka di skuad senior.

"Saya tidak berpikir ia [Foden] hanyalah satu-satunya seumur hidup ini," kata Barry-Murphy kepada Goal. "Ada pemain lain yang berada di akademi atau dipinjamkan ke klub lain yang bisa melakukan hal yang sama. Itu bisa terwujud."

"Kami akan melihat hal tersebut lebih dan lebih lagi di sepakbola Inggris karena level para pemain yang lulus dari akademi luar biasa."

Pastinya, skuad Inggris asuhan Gareth Southgate yang baru-baru ini mencapai final Euro 2020 sekarang dipadati oleh pemain-pemain muda yang menjanjikan.

Selain itu, banyak pertandingan akademi yang dipantau oleh para pemandu bakat kontinental yang berharap bisa merayu para pemain potensial untuk bersedia pindah ke mancanegara demi meningkatkan prospek bermain di tim utama.

Tentu saja, ada juga fakta bahwa banyak dari mereka tidak berhasil menembus tim utama City bisa menjalani karier yang bagus di tempat lain dan menjual pemain juga membantu finansial pengembangan usia muda klub.

Tapi membentuk pemain akademi yang yang sanggup menembus persaingan di Etihad Stadium tetaplah menjadi fokus klub dan sejumlah talenta menatik, termasuk Cole Palmer, Liam Delap, Romeo Lavia, James McAtee dan Luke Mbete, akan menghabiskan sebagian besar musim ini dengan tim utama.

Phil Foden Manchester City 2017 GFXGetty/Goal

Saat Guardiola memiliki banyak opsi pemain mahal, ia membuktikan selama waktunya di Barcelona dengan para pemain seperti Sergio Busquets, Gerard Pique dan Pedro bahwa ia tidak takut untuk memberikan kesempatan kepada para pemain muda jika dinilainya cukup bagus.

"Para pemain tidak melihatnya sebagai sosok yang tak tersentuh yang berada jauh di kejauhan," terang Barry-Murphy. "Mereka melihatnya sebagai pelatih yang bisa mereka ajak kerja sama dan, saya kira, berusaha keras untuk menarik perhatiannya."

"Anda bisa merasakan kehadirannya di seluruh klub, dalam arti yang sangat positif. Ia memiliki aura yang ingin dipelajari semua orang darinya dan menyaksikan apa yang dilakukannya."

"Sangat menarik bagi saya untuk menyaksikan cara para pemain muda memandangnya dalam berbagai hal yang mereka ambil dari menontonnya atau belajar darinya."

"Anda dapat melihatnya pemain-pemain seperti Cole atau James, yang telah menghabiskan banyak waktu bersamanya. Menyampaikan informasi dari lingkungan mereka ke akademi adalah proses yang sangat alami dan brilian."

Strategi bermain Guardiola dalam sepakbola berbasis penguasaan bola diterapkan di semua kelompok umur di akademi, dengan para pemain muda diajarkan filosofi yang dapat menyiapkan mereka untuk memiliki karier yang sukses. Tapi itu bukan format copy-and-paste yang kaku dan setiap tim memiliki gaya mereka sendiri yang dibangun di atas kekuatan masing-masing.

Itulah mengapa kedatangan Barry-Murphy merupakan tambahan yang menarik bagi akademi, setelah ia membangun reputasi sebagai salah satu manajer muda terpintar di Football League.

Mantan pemain internasional Republik Irlandia itu bertanggung jawab menangani klub kasta keempat Inggris, Rochdale selama dua tahun dan sepakbola yang mereka mainkan mendapat apresiasi banyak fans.

Namun, setelah memutuskan untuk meninggalkan Spotland Stadium, ia sekarang antusias menyambut potensi yang bisa ia capai dalam peran barunya.

Man City under 18s

"Di dalam klub ada identitas yang jelas dan caranya melakukan sesuatu," katanya. "Apa yang saya lihat, yang sangat menarik bagi saya, adalah bahwa ada dorongan nyata bagi para pelatih untuk menjadi kreatif dan mencoba berinovasi sendiri, dan tidak hanya meniru apa yang mereka lihat pada hari tertentu."

"Setiap kali kami melakukan sesuatu, kami harus memiliki alasan yang jelas mengapa kami melakukannya untuk para pemain. Kami tidak hanya akan meniru sesuatu karena kami telah melihatnya di tempat lain dan berpikir itu akan modis atau mewah."

"Jelas, kami melihat prinsip yang jelas dari paling atas yang dapat kami terapkan di lingkungan kami sendiri. Tapi ini tentang semua orang yang memiliki selera mereka sendiri tentang bagaimana mengeluarkan yang terbaik dari para pemain kami sehingga ketika mereka masuk ke lingkungan tim utama mereka dapat beradaptasi."

Pendahulunya, Enzo Maresca, untuk menerima tawaran menjadi pelatih Parma setelah melewati musim yang sukses dengan memenangkan Premier League Two, di saat City juga mengangkat gelar U-18.

Dengan dimulainya kembali UEFA Youth League musim ini serta Papa John’s Trophy, di mana mereka menghadapi lawan kasta ketiga dan keempat alias League One dan League Two yang telah menang tandang 3-0 di Scunthorpe, ada banyak trofi yang bisa diraih.

Barry-Murphy melihat berbagai gaya lawan yang berbeda membantu pengembangan timnya dan, meski trofi bukanlah hal yang paling penting, para pemain jelas punya naluri alami untuk mencapai kesuksesan.

"Premier League Two kadang-kadang dipandang tidak kompetitif tetapi kesan awal saya adalah bahwa level pemain yang saya saksikan memiliki kualitas yang sangat tinggi," tambah pria berusia 43 tahun itu.

"Papa John's Trophy memberikan situasi yang unik, maka jelas kami memiliki pertandingan UEFA pertama kami. Ini memberi kami tantangan yang sama sekali berbeda di dalam masing-masing, yang tak ternilai harganya, dan saya pikir itu mencakup semua bidang pengembangan yang berbeda yang sangat dihargai oleh klub-klub ini."

"Semakin lama kita bisa bertahan di kompetisi, terikat dengan naluri alami para pemain: mereka tetap ingin memenangkan pertandingan. Itu sudah tertanam dalam diri mereka sejak usia sangat dini, tetapi penting bagi kami sebagai staf untuk mengingat bahwa ini bukan obsesi dengan mengorbankan pengembangan tim."

Iklan