Italy USA 1994 Dino BaggioGetty

Mengenal Baggio Lain Yang Ada Di Italia

Sosok Roberto Baggio begitu familier untuk pencinta sepakbola di dunia khususnya Italia. Namun, ada pemain lain yang nama belakangnya juga Baggio, bedanya di depan dengan nama Dino.

Roberto dan Dino tidak ada hubungan darah, cuma sama-sama bernama belakang Baggio. Kedua pemain tersebut juga bermain dengan dengan posisi yang berbeda.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Sial buat Dino berkarier satu zaman dengan Roberto. Ia menjadi kalah pamor meski memiliki kemampuannya tidak kalah dengan Si Little Budha tersebut.

Dino menempati posisi sebagai gelandang bertahan dengan perawakan tubuh tinggi, dan memutus serangan lawan secara tepat. Sedangkan Roberto adalah playmaker brilian yang punya kecepatan serta lincah dalam membawa bola.

Karier Dino dimulai bersama Torino pada 1980-an. Ia melakukan debutnya setelah dipromosikan ke skuad utama saat berusia 19 tahun melawan Lazio pada September 1990.

Di bawah bimbingan Emiliano Mondonico, yang baru saja tiba di Torino setelah sukses melatih Atalanta, Dino merasakan musim manis. Il Toro menempati peringkat lima klasemen akhir Serie A Italia sehingga berhak lolos ke Piala UEFA.

Dalam 25 pertandingan yang dimainkan, Dino mampu cetak dua gol. Musim tersebut terbilang sukses buat pemain kelahiran 24 Juli 1971 itu.

Musim tersebut menjadi yang terakhir Dino berseragam Torino. Juventus yang kepincut dengan permainannya memutuskan untuk memboyongnya pada musim panas 1991.

Akan tetapi, Juventus memilih meminjamkan Dino ke Inter Milan jelang bergulirnya Serie A 1991/92. Ia dipercaya bermain sebanyak 27 kali dan mencetak satu gol.

Musim berikutnya, Dino baru memperkuat Juventus. Ia bersaing dengan Antonio Conte, Roberto Galia, Giancarlo Marocchi hingga Andreas Moller untuk mendapatkan tempat utama.

Menariknya, ada dua nama Baggio di Juventus pada musim itu karena Roberto juga memperkuat klub tersebut. Sempat dipandang sinis pendukung Si Nyonya Tua, Dino membuktikan kualitasnya.

Dino memegang peran pentin dalam perjalanan Juventus di Piala UEFA musim itu. Ia yang bermain sebanyak delapan kali mampu cetak lima gol.

Istimewanya, tiga dari lima gol yang dikemas Dino terjadi saat Juventus melawan Borussia Dortmund pada dua leg final Piala UEFA. I Bianconeri berhak menjadi juara ajang tersebut dengan agregat 6-1.

Sayang, pada musim selanjutnya Dino tersingkir dari skuad inti Juventus. Ia kalah bersaing dengan Conte, Galia, dan Marocchi yang dipercaya untuk mengisi pos lini tengah.

Minimnya jam terbang yang didapatkan tak lantas membuat Dino kehilangan tempat di timnas Italia yang berpartisipasi pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Pelatih Gli Azzurri saat itu Arrigo Sacchi masih percaya dengan kualitasnya.

Kepercayaan Sacchi dibayar tuntas oleh Dino dengan permainan impresif yang ditampilkannya. Piala Dunia 1994 seolah menjadi panggung dua Baggio yang memperkuat timnas Italia.

Italia hampir saja menjadi juara Piala Dunia untuk keempat kali pada edisi tersebut. Sayang kesempatan tersebut pupus usai dikalahkan Brasil dalam final lewat adu penalti.

Momen yang paling tidak terlupakan pada laga final tersebut adalah penalti Roberto yang melambung tinggi. Kendati begitu, Roberto tetap lebih dikenal dibanding Dino.

“Selama bertahun-tahun, tidak ada yang tahu siapa saya, dan kemudian setelah beberapa pertandingan Piala Dunia, semua orang mengatakan saya Baggio yang lain. Pada akhirnya, mungkin saya akan menunjukkan kepada semua orang bahwa saya memiliki nama depan dan nama belakang,” kata Dino usai final.

Saat Italia kembali selepas Piala Dunia, Roberto menjadi pesakitan untuk media Italia. Sementara Dino pamornya naik pesat dan makin dikenal publik.

Parma melakukan pembicaraan dengan Juventus untuk mengontrak Dino. Namun, ia menolak tawaran tersebut karena masih belum mau berganti kostum.

Lantas Parma mengubah bidikannya ke pemain muda potensial yang bernama Alesandro Del Piero yang saat itu masih berusia 19 tahun. Kepindahannya pun hampir terjadi.

Akan tetapi, secara tiba-tiba Dino berubah pikiran. Ia melakukan pembicaraan dengan manajemen Juventus buat melegonya ke Parma karena butuh menit bermain yang lebih banyak.

Selama enam tahun berikutnya, Parma melihat yang terbaik dari Dino saat menyatu dengan mulus ke dalam tim yang sudah berisi pemain internasional berpengalaman seperti Nestor Sensini, Tomas Brolin, Gianfranco Zola dan Faustino Asprilla. Ditempatkan di lini tengah formasi 5-3-2, ia mulai beraksi dan memainkan peran penting dalam apa yang akhirnya menjadi musim terbaik klub.

Di bawah racikan Nevio Scala, Parma mampu meraih gelar juara Piala UEFA 1994/95 usai mengalahkan Juventus pada dua leg final. Dino mencetak masing-masing satu gol pada dua laga puncak tersebut sehingga timnya menang aggregat 2-1.

Hanya saja, Parma gagal menambah perolehan trofinya di musim tersebut. I Gialloblu dikalahkan Juventus pada pertandingan final Piala Italia

Pada musim berikutnya, Parma gagal meraih gelar akibat menempati posisi keenam klasemen Serie A. Mereka tersingkir di putaran kedua Piala Italia dan dikalahkan wakil Prancis, Paris Saint-Germain (PSG) pada perempat-final Piala UEFA 1995/196.

Kegagalan meraih gelar di musim tersebut membuat Scala, melepaskan jabatannya. Carlo Ancelotti ditunjuk untuk mengisi posisi pelatih Parma.

Ancelotti, pada musim perdananya membawa Parma bertengger di posisi dua klasemen akhir Serie A 1996/97. Pencapaian tertinggi klub tersebut sepanjang mentas dalam kompetisi tertinggi Negeri Pizza itu.

Namun, pencapaian gemilang tersebut gagal diulangi di musim berikutnya. Ancelotti yang dipinang Juventus kemudian digantikan oleh Alberto Malesani.

Malesani memberikan tiga gelar untuk Parma pada musim perdananya. Adapun ketiga kampiun tersebut yakni Piala Italia, Piala UEFA, dan Piala Super Italia.

Dino lantas bertahan semusim lagi di Parma sebelum pindah ke Lazio di awal musim 2000/01. Akan tetapi, masa baktinya di Stadion Olimpico berlangsung singkat dan kurang sukses.

Kondisi itu juga yang kemudian membuat Dino bersedia mencicipi kompetisi Liga Primer Inggris. Ia memilih berseragam Blackburn Rovers di musim 2003/04.

Bersama Blackburn Rovers, Dino kurang mendapat menit bermain yang banyak. Ia pun memilih kembali ke Italia buat dipinjamkan ke Ancona.

Karier sepakbola Dino berakhir pada musim 2005/06. Triestina yang ketika itu bermain di Serie B, menjadi kesebelasan terakhir yang diperkuatnya.

Iklan