Egy Maulana Vikri - Timnas Indonesia U-19Muhammad Ridwan

Masa Kecil Egy Maulana Vikri, Tentang Tali Sepatu dan Ledekan Ke Eropa


LIPUTAN   DONI AHMAD     DARI   MEDAN   

Deretan trofi-trofi terlihat di sebuah lemari yang terdapat di kediaman Egy Maulana Vikri, Jalan Asoka Pasar 1, Asam Kumbang, Medan. Mulai dari trofi bertuliskan topskor turnamen SSB sampai trofi Jouer Revelation yang didapatkan ketika memperkuat timnas Indonesia U-19 di turnamen Toulon (Prancis). Trofi tersebut sebelumnya juga pernah diraih Zinedine Zidane dan Cristiano Ronaldo.

Itu trofi-trofi milik Egy. Trofi milik abangnya Yusrizal Muzakki dan Ayahnya, Syarifuddin yang juga eks pesepakbola pun masih tersimpan. Di sebelahnya terdapat foto-foto Egy beserta keluarganya. Selain itu, juga ada potongan koran yang berisikan berita Egy ditempel di dinding rumah.

"Dulu banyak trofi saya. Tapi Egy dan Zakki yang sering memecahkan. Dulu, mereka sering main bola di sini. Saat pecah, orang ini lari. Sekarang trofi si Egy lah yang ada di sini. Abangnya juga sering dapat trofi," kata Syarifuddin, kepada Goal Indonesia.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Egy kini sudah dikenal sebagai pemain timnas Indonesia U-19 dan U-23, serta sudah resmi menjadi bagian klub Polandia, Lechia Gdansk. Tapi kisah-kisah unik yang menghiasi masa kecilnya selalu membuat keluarganya rindu.

Egy tertarik sepakbola sejak umur empat tahun. Dia mengikuti jejak abangnya yang lebih dulu dikenalkan si kulit bundar oleh sang Ayah. Egy kecil pun selalu ingin mendapatkan apa yang didapatkan abangnya yang lebih tua enam tahun darinya itu. Termasuk sepatu sepakbola.

"Kalau sepatu sepakbola, umur empat tahun pun dia sudah minta. Mengikuti abangnya. Kalau abangnya beli, dia juga harus dibelikan. Padahal sepatunya masih bagus. Kalau enggak dia merajuk (ngambek). Namanya anak kalau sudah marah, ya terpaksa dibelikan juga," kenang Syarifuddin.

Meskipun sering minta dibelikan sepatu, Egy ternyata tak mahir mengikat tali sepatu sepakbolanya. Bahkan itu dialaminya sampai kelas 6 SD (Sekolah Dasar). "Itu pula uniknya anak itu. Mengikat tali sepatu saja dia tidak bisa. Jadi biasanya dia minta tolong sama orang yang di sekitarnya. Entah itu orang tua atau temannya," bebernya.

Hal itu membuat Egy sering diledek. Termasuk oleh rekan-rekan Ayahnya. "Jadi sering itu dibilang, ‘Gimana mau main di Eropa kau Gy, kalau ngikat tali sepatu saja gak bisa'. Terus nanti dia jawab, 'Biarlah, nanti aku bawa Ayahku ke sana’. Itulah ucapan jadinya doa, sekarang dia benar-benar ke Eropa," kata pria berusia 50 tahun itu.

Ibunda Egy, Aspiyah, juga kerap terharu jika harus menceritakan soal anak keduanya itu. Apalagi dulu ia berat melepas anaknya merantau sejak kelas 2 SMP ke Ragunan, Jakarta. "Ya, tidak apa-apa. Sekarang kalau rindu kan bisa video call. Dia sering kok video call-an dengan kami," tambahnya.

Wanita berusia 46 tahun itu juga selalu menyediakan makanan kesukaan Egy saat anaknya berada di luar. "Biasanya dia paling minta teri Medan. Kadang saya kirim dan siapkan. Tidak ada minta apa-apa," bebernya.(gk-71)

Iklan