Mudah sekali tenggelam dalam lima menit penuh chaos dan kegilaan di Stadion Etihad pada pekan pamungkas Liga Primer Inggris 2021/22, dan melupakan segala yang terjadi selama sembilan bulan sebelumnya.
Ada 37 pertandingan, 3.400 menit, 96 gol yang sebelumnya sudah terjadi, yang memaksakan perebutan gelar juara EPL harus ditentukan lewat sebiji laga, sebiji poin, dan sebiji lesakkan dari Ilkay Gundogan.
Kampanye panjang Manchester City benar-benar dicerminkan 90 menit terakhir mereka dan comeback dahsyat 3-2 atas Aston Villa, yang akhirnya menghadirkan gelar juara keempat dalam lima tahun.
Pada puncak performa, mustahil menghentikan pasukan Pep Guardiola. Cityzens punya control (kendali) dan kualitas yang membawa mereka melampaui 90 poin untuk ketiga kalinya di bawah arahan pelatih asal Catalunya itu.
Gara-gara semua yang terjadi di partai terakhir, tak akan ada yang peduli. Tapi control itulah yang berperan penting dalam kejayaan mereka, mengalahkan Liverpool yang diarsiteki Jurgen Klopp.
Dua tim hebat ini cuma dipisahkan sebiji poin - Liverppol, yang masih bisa menggapai trofi ketiga musim ini akhir pekan nanti, menjaga nyala api quadruple pertama dalam sejarah sampai hari terakhir Liga Inggris, lebih jauh dari apa yang bisa dicapai tim-tim sebelumnya.
"Kami adalah legenda," sesumbar bos City itu seusai mengamankan trofinya. "Ketika Anda menjuarai Liga Primer di negeri ini empat kali dalam lima musim, itu karena orang-orang ini begitu spesial."
"Kami akan dikenang."
Getty/GOALDalam perebutan gelar EPL yang tetap mendebarkan hingga saat terakhir ini, Guardiola menegaskan bahwa perbedaan-perbedaan kecillah yang menentukan hasil akhir, dan kalau diingat lagi, memang ada beberapa momen kecil yang jadi pembeda.
Gol kemenangan Gabriel Jesus di Chelsea mengubah narasi yang ada setelah sebelumnya menelan tiga kekalahan beruntun dari pasukan Thomas Tuchel di akhir musim kemarin. Tekel ajaib Rodri mencegah gol telat Fabinho, yang bisa memberi Liverpool kemenangan di Anfield. Gol menit berdarah gelandang Spanyol itu di Arsenal pada tahun baru. Comeback versus West Ham ketika control rasa-rasanya mulai sirna di pekan-pekan terakhir Liga Primer.
Dan tentunya, partai pamungkas yang absurd melawan Aston Villa, di mana Man City hampir kehilangan gelar juara mereka dengan 14 menit tersisa, tapi berhasil bangkit dan menggila.
Ironis betul bahwa karakter dan mental tangguh yang menjadi sumber kekuatan mereka di hari terakhir, sesuatu yang jamak dikecam oleh beberapa mantan pemain Man City dan ditolak mentah-mentah oleh Guardiola sambil mengamuk.
Ketika Man City hancur lebur oleh dua gol Rodrygo di semi-final Liga Champions versus Real Madrid, tak sedikit yang bertaruh mereka tak akan mampu menghadapi tekanan dan bakal diremukkan Liverpool si pantang menyerah.
Dari unggul 14 poin Desember lalu - meski memang bermain dua kali lebih banyak - mereka bahkan sempat disalip Mohamed Salah cs di pekan-pekan terakhir 2021/22.
Getty ImagesNamun sejak Oktober, Man City baru kalah sekali di Liga Primer, dan belum pernah keok lagi sebagai tim tamu sejak pekan pertama di Stadion Tottenham Hotspur.
Waktu itu, semuanya tentang Harry Kane, striker Inggris yang menunggu pinangan Guardiola. Namun ketika mereka emoh menyanggupi harga yang disodorkan Spurs, City akhirnya memutuskan untuk menjalani musim ini tanpa striker murni.
Fans rival memang akan selalu menyenggol uang yang sudah dibelanjakan City sebagai alasan kesuksesan mereka, tetapi bisa menyelesaikan satu musim di liga dengan torehan 99 gol itu merupakan pencapaian yang dahsyat.
Fakta ini membuktikan kejeniusan Guardiola, yang meracik timnya dengan bumbu kreativitas untuk menjaga aroma mematikan Manchester City.
Bisa mengungguli tim berdaya ledak selevel Liverpool tanpa penyerang tengah murni mungkin merupakan salah satu pencapain terbaik Guardiola sepanjang kariernya yang mentereng.
Begitu pula buat Kevin De Bruyne, yang berganti titel dari raja assist jadi monster di depan gawang dengan torehan 15 gol, menobatkannya sebagai Premier League Player of the Year.
Getty ImagesPhil Foden menyusulnya dengan penghargaan Young Player of the Year. Pemuda Inggris itu menghabiskan mayoritas musim ini sebagai false nine, dan mampu melaksanakannya dengan ciamik. Dia kini selangkah lebih maju menjadi pilar masa depan klub masa kecilnya.
Baik Man City maupun Liverpool akan kembali tahun depan, saling sikut membuktikan diri sebagai yang terbaik di Inggris, Eropa, dan dunia. Sang juara bahkan sudah mengamankan amunisi tambahan dalam diri Erling Haaland, dengan The Reds diyakini juga bakal tambah ngeri.
"Magnitudo pencapaian ini berhubungan dengan magnitudo rival kami, dan saya belum pernah melihat tim seperti Liverpool sepanjang hidup saya," kata Guardiola. "Selamat untuk Liverpool - mereka membuat kami semakin baik dari pekan ke pekan."
"Sekarang saya sudah kehabisan energi dan kemauan buat memikirkan musim depan. Kami juara lagi!"
Hari ini milik Manchester City: pemenang dari satu lagi musim Liga Primer Inggris yang chaos.




