Real Madrid and Liverpool’s coloursGetty

Final Liga Champions: Mengenal Makna & Sejarah Warna Kebesaran Real Madrid & Liverpool

Akhir pekan ini, dua klub terbesar di sepakbola Eropa akan saling berhadapan di Paris.

Di satu sudut adalah Real Madrid, yang sudah menjadi tim Liga Champions paling sukses yang pernah ada, dengan 13 Piala Eropa atas nama mereka.

Di sudut yang berlawanan adalah Liverpool, mereka sendiri adalah juara enam kali.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Selain mempertemukan dua tim top di benua tersebut, pertandingan juga menampilkan dua seragam kandang paling ikonik di Eropa.

Seragam Real Madrid yang serba putih merupakan bagian integral dari identitas klub, dan telah melahirkan setidaknya tiga julukan: “La Casa Blanca” (Gedung Putih), “Los Blancos” (Si Putih) dan “Los Merengues” (The, er , Meringue).

Selama hampir 120 tahun sejarah Madrid, warna itu telah menjadi seragam yang dikenakan oleh klub, dan dapat ditelusuri sejarahnya yang mengarah ke tim sepakbola yang tidak konvensional di akhir abad ke-19 di London.

Karim Benzema Real Madrid GFXGetty Images

Corinthian FC dengan beragam menyebut The Oval, Crystal Palace, dan Queen's Club sebagai kandang mereka, dan memainkan permainan sesuai dengan seperangkat prinsip yang berbeda. Apa yang disebut “Semangat Korintus” digambarkan sebagai fokus pada “ sportivitas, permainan yang adil, bermain untuk kecintaan pada permainan,” dan merupakan cahaya penuntun tim.

Corinthian tidak bersaing untuk piala atau hadiah uang tunai, dan bisa dibilang perwujudan paling murni dari semangat ini adalah pendekatan tim terhadap penalti, yang membuat pemain Corinthian sengaja gagal, atau membiarkan lawan mencetak gol tanpa terhalang.

Pendiri Real Madrid, Arthur Johnson, sering dituduh membela orang-orang Korintus di hari-hari awalnya, meski pun tidak ada buktinya. Sebaliknya, diyakini secara luas bahwa Johnson diidentifikasi dengan etos sportifitas klub.

Sementara asal-usul jersey putih yang berhubungan dengan Korintus diperdebatkan, klub London jelas memainkan peran dalam satu-satunya penyimpangan Madrid dari warna serba putihnya.

Kembali pada pertengahan 1920-an, pemain Madrid, Patricio Escobal dan Felix Quesada mengunjungi London dan menonton Corinthian bermain. Mereka juga mengagumi visi klub – meski pun pandangan mereka tentang cara menghadapi adu penalti tidak diungkapkan – dan menjadikannya inspirasi untuk dibawa kembali ke Spanyol.

Untuk meniru etos Corinthian yang patut ditiru, Real Madrid menuangkannya dalam desain seragam, yang mengusung warna putih dipasangkan dengan celana pendek hitam. Perubahan terjadi, tim kemudian memakai seragam baru mereka dalam pertandingan piala penting melawan Barcelona. Leg pertama, di kandang di Madrid, ditandai dengan kemenangan pasukan Catalunya 5-1, sebelum Barca menang 2-1 untuk melengkapi penderitaan Madrid.

Hampir secepat ide Escobal dan Quesada diimplementasikan, celana pendek hitam itu ditiadakan dan Real Madrid kembali memakai serba putih. Presiden klub, Pedro Parages, menyatakan bahwa pergantian seragam telah membawa nasib buruk, dan bahwa seragam serba putih harus tetap ada.

Sudah hampir satu abad sejak itu, dan seragam Real Madrid berganti-ganti rupanya - mulai dari kostum tandang merah muda cerah hingga naga Yohji Yamamoto – tetapi warna dasar putihnya tidak pernah berubah. Ini adalah warna yang dikenakan oleh Di Stefano, Raul, Zidane, Ronaldo, Ronaldo lainnya dan banyak lagi, saat Los Blancos menjadi klub paling sukses yang pernah ada.

Kita tidak pernah tahu apakah celana pendek hitam benar-benar membawa kesialan pada mereka tahun 1925, namun yang pasti sejak itu tak pernah lagi dipakai!

Cristiano Ronaldo Real Madrid GFXGetty Images

Perjalanan Liverpool memakai seragam merah lengkapnya sedikit berbeda. Asal usul klub sudah dikenal luas, dan warna asli kostum kandang mereka adalah biru dan putih yang mencerminkan perpecahan mereka dengan Everton.

Namun, itu tidak berlangsung lama, dan pada 1896 klub mengadopsi warna kebesaran kota, dengan kaos merah yang dipasangkan dengan kaus kaki putih menjadi andalan klub.

Itu berlangsung hingga 1964. Bill Shankly, yang mengubah klub menjadi kekuatan utama di Inggris, juga mengubah warna klub ketika ia menyarankan agar memakai serba merah.

Ian St John, striker legendaris Liverpool dari tim saat itu, mengatakan bahwa Shankly ingin jersey tersebut memiliki “efek psikologis.” Dalam otobiografinya, St John menggambarkan gagasanya adalah menggambarkan merah sebagai warna berani dan kekuatan. Ketika Shankly meminta Ron Yeats untuk mencoba seragam idenya itu, ia berkata: "Ya Tuhan, Ronnie, kamu terlihat luar biasa, menakutkan. Kamu terlihat setinggi 7 kaki."

Entah kebetulan atau tidak, nyatanya bertuah. Liverpool mengenakan seragam itu untuk pertama kalinya melawan Anderlecht di Piala Eropa dan memenangkan pertandingan 3-0, Shankly kemudian mengatakan bahwa ia pulang dan memberi tahu istrinya bahwa "ada cahaya seperti api yang menyala" [semangat membara] di Anfield selama pertandingan.

Pada akhir musim itu, Liverpool sukses memenangkan Piala FA pertama mereka, dengan tahun-tahun kejayaan klub menyusul berikutnya dan kemenangan di Eropa terjadi berkat ide seragam serba merah Shankly.

Liverpool Bill Shankly GFXGetty Images

Kisah di balik seragam serba merah dikenang kembali oleh klub untuk musim 2021/22, dan seragam yang akan dikenakan mereka di Paris nanti mewakili gagasan Shankly.

Ini memberi penghormatan pada gagasan bahwa desain yang berani memberi Liverpool keunggulan atas lawan-lawan mereka, sementara inovasi serba merah entah bagaimana disisipi dengan masuknya detail oranye.

Jadi, ketika Real Madrid dan Liverpool turun ke lapangan di Stade de France pada Minggu (29/5), keduanya akan mengenakan kostum gagasan Parages dan Shankly yang sama-sama mengharapkan kejayaan bagi tim masing-masing.

Iklan