Luis Diaz-liverpool-20220131(C)Getty Images

Luis Diaz: Penandatanganan Baru Liverpool Yang Ikuti Jejak Radamel Falcao & James Rodriguez Di FC Porto

Meskipun mereka semua telah menjadi bintang, kuartet Liverpool saat ini semuanya mengawali karier sepakbola mereka dengan perjuangan dari bawah pada awal karier mereka.

Sadio Mane lahir di wilayah paling terpencil di Senegal, Mohamed Salah tumbuh di desa yang jauh dari Kairo, Roberto Firmino pada dasarnya tidak dikenal di Brasil ketika bermain untuk Figuirenses, dan Diogo Jota memulai di klub kecil Pacos Ferreira di Portugal.

Itu memungkinkan mereka untuk tetap rendah hati setelah menjadi beberapa wajah yang paling dikenal di dunia gim, dan merupakan salah satu alasan terpenting di balik kesuksesan mereka.

Ini adalah sifat yang dimiliki oleh Luiz Diaz, penyerang anyar Liverpool yang diboyong dari FC Porto seharga £50 juta. Pemain asal Kolombia itu adalah orang yang sangat pemalu dan rendah hati, yang tidak akan melupakan akarnya, bahkan jika ia menjadi superstar di negaranya.

Empat golnya di Copa America 2021 telah membuatnya semakin tenar, meskipun Diaz telah menjadi pemain top untuk Porto, ia mengikuti jejak kompatriotnya Radamel Falcao dan James Rodriguez di level klub.

Tapi winger lincah tersebut tetap rendah hati saat meninggalkan lapangan dan dianggap sebagai panutan yang profesional.

Luis Diaz Porto GFXGetty/GOAL

Orang Kolombia cenderung terbuka dan ramah, tetapi Diaz berbeda. Ia berasal dari Wayuu yang berada di bagian paling utara negeri tersebut, di mana orang-orangnya cenderung tertutup.

Jaime Moscote, manajernya di Junir Barranquilla pada tahun 2017, mengenang dalam wawancara bersama GOLCaracol: "Lucho adalah salah satu pemain yang paling pendiam, yang biasanya selalu tenang dan sangat sedikit berbicara. Dia adalah orang yang bekerja sangat keras, yang datang pertama kali di setiap sesi latihan dan memberikan segalanya."

Diaz adalah pesepakbola top pertama yang muncul dari Wayuu, dengan kota Barrancas jadi salah satu daerah yang paling terabaikan di Kolombia, di mana ratusan anak dilaporkan meninggal karena kelaparan setiap tahun, dan sepakbola kurang berkembang di sana.

Oleh karena itu, Lucho tidak mempelajari olahraga ini dengan benar sampai usia 18 tahun, ketika ia cukup beruntung telah ditemukan oleh legenda nasional Carlos Valderrama menjelang turnamen Amerika Selatan yang untuk untuk masyarakat adat: Copa Americana de Pueblos Indigenas...

Valderrama bertanggung jawab atas tim Kolombia pada tahun 2015, bersama temannya, mantan bek John Pocillo Diaz, dan mereka memperhatikan Luchi di uji coba tim, ketika remaja kurus itu mampu membuat mereka terkesan dengan keterampilan olah bolanya.

"Kami khawatir itu akan menyulitkan dia, karena dia sangat kurus dan kalah dalam semua duel fisik, tapi dia tetap menonjol di antara 400 kandidat," kenang Pocillo Diaz.

Valderrama, pesepakbola Kolombia paling terkenal dalam sejarah, menyukai kontrol bola Lucho. Ronaldinho adalah panutan Diaz, dan ia selalu mencoba menciptakan trik dan menikmati bola, seperti superstar Brasil itu. Upaya tersebut tidak sia-saia, meskipun banyak pekerjaan yang diperlukan untuk menjadi pesepakbola yang 'benar'.

"Lucho punya masalah besar, karena dia punya kebiasaan berlari dengan melihat bola ke bawah, dan sering tidak menyadari bahwa ia telah mencapai ujung lapangan," lanjut Pocillo Diaz.

"Dia sangat cepat, memiliki keterampilan teknis yang brilian dan bola menempel di kakinya seperti dilem, tetapi dia harus belajar."

Luis Diaz Colombia quote GFXGetty/GOAL

Kolombia menjalani turnamen yang hebat, mencapai final, dan pada tahun 2016 Diaz telah bergabung dengan tim divisi dua Barranquilla FC, di mana pelatih Fernel Diaz memolesnya selama berada di bawah asuhannya.

"Lucho bisa menembak dari luar kotak penalti, dia nyaman dengan kedua kakinya, membuka pertahanan dan mencetak gol. Dia bisa melakukan segalanya," ungkapnya.

Masalah gizinya yang buruk harus diatasi, dan Diaz sering makan makanan yang sama dua kali untuk menjadi lebih kuat. Pada saat ia bergabung dengan tim Junior Barranquilla yang perkasa pada tahun 2017, ia jauh lebih atletis dan siap bermain di divisi teratas.

Apa yang terjadi selanjutnya pada 2018 adalah tahun yang luar biasa bagi Diaz, di mana ia mencetak 13 gol liga dan dipanggil ke tim nasional untuk pertama kalinya.

Debutnya dengan jersey kuning dirayakan secara meriah di kampung halamannya di Barrancas, di mana sebuah layar besar di tempatkan di alun-alun pusat sehingga semua penduduk setempat dapat menonton pertandingan bersama. Ia menjadi selebritis, tetapi tetap rendah hati di tengah kebangkitannya yang meroket.

Langkah selanjutnya harus dipilih dengan hati-hati, dan Diaz menunggu tawaran yang tepat. Ia menolak untuk bergabung dengan Cardiff City pada tahun 2018, dan lebih memilih Porto ketimbang Zenit St Petersburg pada musim panas 2019, mengetahui bahwa Estadio do Dragao adalah batu loncatan yang luar biasa bagi banyak bintang Kolombia di masa lalu.

Stabilitas juga penting, dan memiliki Sergio Conceicao sebagai satu-satunya pelatih di Portugal jelas membantunya. Conceicao sangat disiplin, tetapi ia menyukai bakat menyerang dalam diri Diaz, yang membuatnya diberi kebebasan untuk berimprovisasi sesuka hatinya.

"Pelatih menyuruh saya untuk menikmati diri saya sendiri, melakukan apa yang saya suka dan bergerak maju, yang merupakan salah satu kualitas terkuat saya. Saya sangat berterima kasih atas kepercayaannya," kata Diaz kepada Marca pada musim 2020/21.

Winger tersebut pasti telah meningkat selama waktunya di Eropa. Ia adalah pemain pengganti selama Copa America 2019, tetapi telah tumbuh menjadi pemain terbaik tim pada saat editi 2021 di musim panas tahun lalu.

Diaz menjalani turnamen fenomenal di Brasil, memuncaki daftar pencetak gol bersama Lionel Messi. Masing-masing dari mereka berbeda, dan dua golnya sangat berkualitas - sebuah tendangan setengah salto yang luar biasa melawan tuan rumah Brasil dan tendangan jarak jauh ke pojok atas melawan Peru.

Diaz juga mencetak gol dalam hasil imbang 1-1 melawan Argentina di semi-final sebelum Kolombia kalah dalam adu penalti dan gagal mencapai mimpi mereka.

Terbukti bahwa pemain berusia 25 tahun tersebut bahkan lebih percaya diri musim ini setelah penampilannya di Copa America. Setelah mencetak enam gol liga di masing-masing dua musim pertamanya di Porto, ia telah mencetak 14 gol dalam 18 pertandingan liga musim ini, dan juga mencetak gol di kedua pertandingan melawan AC Milan di Liga Champions.

Meski begitu, fokus utamanya tetap pada umpan silang dan assist, dan beberapa pemain sayap kiri di Eropa lebih efektif daripada Diaz saat ini.

Selain kemampuannya, ketangguhannya juga telah digembar-gemborkan, dan tidak lebih dari itu, apalagi saat melawan Estoril di awal Januari.

Porto secara sensasional dikalahkan oleh tim underdog di babak pertama dengan skor 2-0, hingga Diaz memimpin untuk membawa klubnya melakukan comeback luar biasa.

Ia memulai pergerakan yang menghasilkan gol pertama The Dragons, mencetak gol penyeimbang di enam menit tersisa dan memberikan assist indah untuk pemain muda Chico Conceicao - putra sang manajer - untuk mengubah skor menjadi 3-2.

Dan kini para penggemar Porto tidak akan melihat aksi Diaz dengan seragam Putih-Biru lagi, setelah raksasa Inggris The Reds membuat The Dragons rela melepasnya ke Anfield.

Pertandingan Porto melawan Famalicao menjadi pertandingan terakhir Diaz bersama The Dragons, di mana ia juga turut menyumbangkan satu gol dalam kemenangan 3-1 di laga tersebut..

Biaya mencapai £50 juta (€60 juta/$67 juta) telah dikeluarkan oleh Liverpool untuk memboyong bintang Kolombia tersebut ke Merseyside.

Di The Reds, ia tampaknya tidak akan mendapatkan kesalahapahaman, seperti yang dialami oleh Salah, Mane, Firmino dan Jota, yang semuanya mengatasi kesulitan besar dan membutuhkan sedikit keberuntungan dalam perjalanan mereka menjadi bintang.

Mereka ingat dari mana mereka berasal, dan begitu pula Lucho, yang mendedikasikan golnya untuk mendiang neneknya, Rosaura.

Iklan