Menteri Olahraga Prancis menyalahkan suporter Liverpool atas kekacauan yang terjadi di final Liga Champions, mengatakan beberapa di antara mereka memaksa masuk menggunakan tiket palsu.
Kerusuhan suporter terjadi menjelang final antara Liverpool dan Real Madrid di Stade de France, Minggu (29/5) dini hari WIB, dan hal itu sekarang menjadi isu politik jelang pemilihan parlemen Prancis pada pertengahan Juni mendatang.
Terlepas dari kerusuhan tersebut, The Reds gagal mewujudkan ambisi mereka untuk menjadi juara setelah kalah 1-0 dari Madrid, yang akhirnya membawa pulang trofi Eropa ke-14 mereka.
Apa kata menteri olahraga Prancis tentang kerusuhan di final Liga Champions?
"Apa yang benar-benar harus kita ingat adalah bahwa yang terjadi pertama-tama adalah pertemuan massal pendukung klub Liverpool asal Inggris, tanpa tiket, atau dengan tiket palsu," kata menteri olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera kepada radio Prancis RTL.
"Ketika ada banyak orang di dekat pintu masuk stadion, akan ada orang yang mencoba menerobos masuk pintu Stade de France, dan sejumlah pemuda dari daerah terdekat yang hadir juga mencoba masuk menyatu dengan kerumunan."
Oposisi di Prancis sebut insiden tersebut memalukan negara
Beberapa politisi yang bertindak sebagai oposisi di Prancis justru ramai-ramai menyalahkan pemerintah negara mereka atas kerusuhan tersebut, sembari mengatakan hal itu akan menjadi preseden buruk jelang penyelenggaraan Olimpiade 2024 di Paris.
"Foto-foto [kerusuhan] itu menyedihkan, sangat mengganggu karena kita dapat jelas melihat bahwa kita tidak siap untuk acara-acara seperti Olimpiade," kata pemimpin sayap kiri Jean-Luc Melenchon, sementara saingan sayap kanannya Marine Le Pen mengklaim insiden tersebut sebagai "penghinaan" bagi Prancis.
Politisi sayap kanan Eric Zemmour juga mengatakan masalah itu terutama disebabkan oleh ulah pemuda lokal dari distrik Paris Seine Saint Denis di dekat stadion, bukannya suporter Liverpool.




