Akhir November tahun lalu, doa sebagian besar pendukung Manchester United terjawab. The Red Devils akhirnya mencopot Ole Gunnar Solskjaer dari jabatannya setelah rentetan hasil buruk. Watford menjelma menjadi algojo pelatih asal Norwegia itu dengan mengalahkan anak asuhnya 4-1. Kisah si Baby Faced Assassin di Old Trafford pun usai.
Legenda Setan Merah lainnya, dan bekas asisten Solskjaer, Michael Carrick, ditunjuk sebagai pelatih pelaksana selama Man United masih berjuang mencari pengganti interim.
Beberapa nama sempat jadi pertimbangan, Antonio Conte yang dikabarkan jadi target utama sudah terlanjur ke Tottenham Hotspur, sementara Mauricio Pochettino masih berkomitmen bersama Paris Saint-Germain. Maka, pada 3 Desember 2021, ditunjuklah seorang manajer veteran berusia 63 tahun: Ralf Rangnick.
Setelah kedatangan Cristiano Ronaldo, Jadon Sancho, dan Raphael Varane di musim panas, loyalis The Red Devils girang bukan kepalang.
Harapan mulai hinggap di benak para penggemar, bahkan tak sedikit yang sesumbar. Lagipula, fan United mana yang tidak bersemangat melihat CR7 kembali berkostum merah, dilatih seorang legenda pula!
Sayangnya harapan tersebut tak bertahan lama, dan berubah menjadi mimpi buruk penuh keputusasaan.
Tanda-tanda performa naik-turun di bawah Solskjaer sebenarnya sudah terlihat sejak awal musim ini, bahkan mungkin sejak lama. Man United membantai Leeds 5-1 di partai pembuka Liga Primer Inggris 2021/22, tapi langsung ditahan imbang Southampton 1-1 di pekan berikutnya.
Pada akhirnya, United binaan Solskjaer sampai hanya meraih satu kemenangan saja dalam tujuh pertandingan di liga, termasuk ketika dibantai Liverpool 5-0 dan dibikin tak berkutik 2-0 oleh Manchester City. Sang Baby Faced Assassin pun harus pergi setelah dipermalukan Watford.
Carrick selaku pelatih pelaksana berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Ia mampu mengalahkan Villarreal di Liga Champions Eropa, serta menahan imbang Chelsea yang waktu itu merupakan pemuncak liga, dan mengalakan Arsenal 3-2.
Kendati begitu, rencana United sejak awal memang adalah untuk mencari manajer interim baru, dan dipilihlah Rangnick.
Getty/GOALIa diplot sebagai manajer sementara saja, dan bakal mengambil peran konsultan begitu musim 2021/22 berakhir.
Dan, seperti segala sesuatu yang baru, kehadiran Rangnick mengembuskan semilir angin segar ke Old Trafford. Ia tidak terkalahkan dari lima laga pertama lintas ajang, dengan tiga kemenangan di liga.
Tetapi angin segar tersebut juga tercampur dengan bau amis keraguan. Setelah dikalahkan Wolves 1-0, taktik bekas pelatih RB Leipzig dan Schalke itu dikritik habis-habisan.
Selain taktik yang tidak jelas, hasil di awal juga sering disebut kurang impresif. Siapa pun bisa menang 1-0 lawan Crystal Palace dan Norwich City, katanya.
Bahkan, hasil 2-2 melawan Aston Villa, di mana mereka kecolongan dua gol di 13 menit terakhir dan membuang keunggulan dua angka, bisa dibilang bukan laga paling memalukan yang dipimpin Rangnick.
Mungkin, paling memalukan pasukan Rangnick terjadi Sabtu (4/2) dini hari tadi. United kembali kehilangan kesempatan meraih trofi dengan tersingkir dari Piala FA setelah dikalahkan Middlesbrough, sebuah klub Championship atau divisi kedua, lewat adu penalti. Suram.
Untungnya, Man United tidak suram sendirian. Jika klasemen Liga Primer hanya dihitung sejak laga debut Rangnick melawan Crystal Palace 5 Desember kemarin, mereka ternyata mampu bertengger di posisi kedua!
1. Manchester City – 9 laga, 25 poin, +20 Selisih Gol (SG)
2. Manchester United – 8 laga, 17 poin, +6 SG
3. Liverpool – 8 laga, 17 poin, +8 SG
4. Tottenham – 7 laga, 14 poin, +6 SG
5. Arsenal – 7 laga, 13 poin, +11 SG
6. Chelsea – 10 laga, 13 poin, +3 SG
7. Wolves – 7 laga, 13 poin, +3 SG
8. West Ham – 9 laga, 13 poin, +2 SG
9. Brighton – 8 laga, 10 poin, +2 SG
10. Aston VIlla – 7 laga, 10 poin, 0 SG
11. Southampton – 8 laga, 10 poin, -1 SG
12. Crystal Palace – 8 laga, 8 poin, -2 SG
13. Newcastle United – 7 laga, 8 poin, -8 SG
14. Leicester City – 6 laga, 7 poin, 0 SG
15. Leeds United – 7 laga, 7 poin, -9 SG
16. Brentford – 9 laga, 7 poin, -9 SG
17. Norwich City – 8 laga, 6 poin, -12 SG
18. Everton – 6 laga, 4 poin, -4 SG
19. Burnley – 6 laga, 2 poin, -4 SG
20. Watford – 6 laga, 1 poin, -10 SG
Sebagai pembanding, Solskjaer juga mendapatkan 17 poin sebelum dipecat, tetapi itu diraih dalam 12 pertandingan atau empat laga lebih banyak. Peningkatan? Entahlah. Impresif? Tunggu dulu.
Seperti yang dikatakan, ini hanya membuktikan bahwa bukan cuma United yang suram, pesaing-pesaing mereka juga sedang terseok. Tengoklah Chelsea yang cuma memetik 13 poin dari 10 laga, bahkan tak sampai dua poin per laga.
Ditambah lagi, Rangnick sama sekali belum menghadapi klub 'Big Six' (Manchester City, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Tottenham), sehingga potensi kehilangan poin masih sangat besar.
Mungkin pada akhirnya Rangnick bukanlah jawaban, dan memang sejak awal tidak datang sebagai jawaban.
Ia cuma ditugasi menyeimbangkan kapal United yang oleng ketika dinakhodai Solskjaer. Meski apakah Rangnick melaksanakan tugas itu dengan baik atau tidak juga menjadi pertanyaan besar.
Rumor gejolak di ruang ganti Setan Merah tidak mereda setelah kehadirannya. Ronaldo masih saja tukang ngambek, sementara beberapa bintang terpinggirkan seperti Jesse Lingard juga tak diberi solusi.
Yang jelas, perlahan-lahan United mulai merangkak naik di klasemen. Tetapi asa lolos ke Liga Champions musim depan mungkin masih menjadi harapan yang muluk-muluk.


