Dario Hubner - Pemain TerlupakanGoal

Kisah Dario Hubner: Bison Tajam Pecandu Rokok & Grappa

Musim 2001/02 adalah musim ketika Dario Hubner mengakhiri kampanye sebagai topskor Serie A. Namanya sejajar dengan bintang Juventus, David Trezeguet yang sama-sama mengoleksi 24 gol.

Prestasi yang ditorehkannya tergolong istimewa, yakni bersama klub promosi, Piacenza dan pada usia 35 tahun!

Sebenarnya nama Hubner sudah mulai mencuri perhatian di kancah sepakbola Italia sejak awal era 90-an. Sebelum moncer di kasta tertinggi, ia juga pernah menjadi pencetak gol terbanyak di Serie B pada musim 1995/1996 saat membela Cesena.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Hubner kian berkibar usai pindah ke Brescia yang baru promosi ke Serie A pada 1997. Perjalanan kariernya unik, karena baru bersinar ketika usianya menginjak kepala tiga.

Memulai debut di Serie A sebagai pemain tua, Hubner nyatanya malah mencuri perhatian. Dalam laga pertamanya, ia mencuri sorotan publik yang sebenarnya tertuju pada Ronaldo Nazario di Inter Milan. Hubner membungkam Giuseppe Meazza dengan golnya ke gawang Gianluca Pagliuca.

Ketajamannya berlanjut ke laga berikutnya. Tak tanggung-tanggung, Hubner langsung mencetak hat-trick pertamanya di Serie A ke gawang Sampdoria. Nama sang Bison -- julukan Hubner -- semakin dikenal publik dunia.

Musim pertamanya di Serie A berakhir dengan terdegradasinya Brescia meski telah mencetak 16 gol. Tapi dua musim berselang Hubner dan Brescia kembali promosi, bertandem dengan Roberto Baggio, mereka mengantarkan tim lolos ke Piala Intertoto.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa di balik kehebatannya sebagai pesepakbola tajam, ternyata Hubner adalah seorang pecandu rokok dan grappa, minuman beralkohol khas Italia.

Hubner bisa merokok sampai satu bungkus rokok per hari dan bahkan seringkali kedapatan sedang merokok ketika ia berada di bangku cadangan di stadion.

"Saya merokok sedikitnya 20-25 batang Marlboro per hari dan saya melakukannya secara terbuka," katanya kepada Quotidiano.net tahun lalu.

Dario Hubner Piacenza Serie AGetty Images

"Tidak ada pelatih yang mencoba untuk menghentikan saya, yang mereka pedulikan hanyalah bagaimana saya bermain di lapangan. Saya melakukan banyak olahraga dan itu menyelamatkan saya. Saya akhirnya berhenti merokok Mei lalu [2020], sekarang saya hanya mengisap vape."

"Ayah saya biasa menyelundupkan rokok dan grappa buatan sendiri ke kamp latihan untuk saya, ketika kami tinggal di dekat rumah saya di Trieste."

Kebiasannya mengisap tembakau itu muncul karena saat muda ia terbiasa bergaul dengan para pekerja yang merokok. Hubner bukanlah seperti kebanyakan pemain yang datang dari sebuah akademi tim muda.

Ia, yang berasal dari keluarga miskin, benar-benar memulai karier sepakbolanya dari bawah. Bahkan masa remajanya dihabiskan bekerja serabutan sebagai tukang kayu, besi dan almunium.

Hubner baru fokus meniti kiprah sebagai pemain sepakbola pada usia 20 tahun dan hanya butuh waktu lima tahun baginya untuk bisa melesat dari Serie D ke Serie B kala direkrut Cesena, sebelum kemudian bersinar di Serie A.

Piacenza merupakan klub yang mungkin paling berkesan bagi Hubner, di mana sang Bison berhasil meraih gelar capocannoniere alias pencetak gol terbanyak di Serie A bersama dengan bintang Juventus, Trezeguet pada musim 2001/02.

Padahal saat itu usia Hubner sudah mencapai 34 tahun, menjadikan namanya sebagai pemain tertua yang pernah menjadi topskor di Serie A sebelum rekor tersebut akhirnya dipecahkan oleh Luca Toni pada 2015 bersama Hellas Verona kala berusia 38 tahun.

Sayang, ketajaman Hubner di level klub tidak membuatnya otomatis menerima panggilan tim nasional Italia. Meski torehan golnya melebihi striker lokal lainnya seperti Christian Vieri, Marco Di Vaio, Alessandro Del Piero hingga Filippo Inzaghi, pelatih Azzurri, Giovanni Trapattoni tak memberinya panggilan ke Piala Dunia 2002.

Usai meninggalkan Piacenza pada 2003, Hubner masih berkutat di level teratas bersama Ancona dan Perugia tapi ketajamannya mulai menurun seiring usianya yang semakin menua, hingga akhirnya kembali moncer bersama Mantova di Serie C.

Sesudah itu, karier Hubner menurun ke Serie D bersama sejumlah klub sebelum memutuskan pensiun pada usia 44 tahun dan belakangan setelah vakum, ia memiliki keinginan untuk kembali ke dunia sepakbola dengan kapasitas sebagai pelatih.

Iklan