Kompetisi sepakbola Indonesia tidak akan eksis hingga 2020 selesai, setelah PSSI memutuskan hal tersebut melalui rapat Komite Eksekutif (Exco) beberapa waktu lalu, karena situasi saat ini yang tidak mendukung.
Niat untuk menggelar kompetisi di tengah pandemi virus corona, dengan penyesuaian dan protokol kesehatan yang ketat, gagal terlaksana pada Oktober dan November. Alasannya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak memberikan izin.
Sepakbola Indonesia seakan berjalan sendirian tanpa dukungan, sehingga langkah paling realistis adalah menundanya ke tahun depan, dengan harapan ada izin yang diterbitkan. Namun, hal itu juga belum pasti terjadi.
Yang jadi korban adalah pesepakbola, para profesional yang menjadikan lapangan hijau sebagai lahan pekerjaan. Mereka bukan hanya rugi soal uang, tapi juga kehilangan sentuhan yang bisa berujung pada kemunduran kemampuan.
Dari mulai fun football hingga antarkampung (tarkam) menjadi pilihan para atlet sepakbola Tanah Air, dengan alih menjaga kelihaian mereka dan kondisi fisik yang bisa meluntur jika tak digunakan.
Tim-tim dengan berbagai macam label bermunculan, isinya para selebritis hingga pesepakbola kawakan. Jabodetabek, bahkan hingga daerah, tarkam bermekaran, semua dijadikan pelarian oleh para profesional yang rela jadi amatiran.
Penjaga gawang Madura United, Ridho Djazulie, mengakui bahwa situasi saat ini membuat pesepakbola tak punya pilihan. Mereka mencari cara untuk tetap bermain, syukur-syukur bisa mencari pemasukan tambahan.
"Sebenarnya tidak ada instruksi khusus, cuma itu kembali ke masing-masing pemain. Saya juga di sini sebenernya intinya ingin mencari suasana baru, karena di Madura sepi," papar Ridho ketika ditemui di kawasan Kabupaten Bogor.
"Makanya saya cari suasana baru ke Jakarta untuk jalan-jalan, supaya keluarga juga tidak stres, makanya saya ke Jakarta, dan saya juga pastinya tidak meninggalkan kewajiban seperti latihan, itu kesadaran masing-masing pemain."
Abi Yazid / Goal"Sebenarnya sih fun football pada dasarnya, ikut komunitas, kebetulan juga banyak teman juga di Jakarta, menemukan teman-teman baru, banyak lah menemukan pemain-pemain juga," imbuh mantan kiper Borneo FC tersebut.
Dari sisi pelatih, Rahmad Darmawan memandang fenomena fun football hingga tarkam merupakan hal yang lumrah terjadi di tengah situasi seperti ini. Dirinya merasa berat untuk membiarkan izin kepada pemain ikut tarkam, namun lebih memahami fun football.
"Ya, sebetulnya pemain tarkam bukan hanya untuk sekadar cari uang, tapi lebih banyak untuk mereka mendapatkan passion," ujar RD, sapaan akrab Rahmad, beberapa waktu lalu.
"Mereka lakukan untuk mengisi harinya dengan happy, bertemu dengan komunitas. Sama dengan saya pergi jauh bermain bola, bukan apa-apa yang kami cari, tapi hanya kebahagiaan," sambung eks pelatih timnas Indonesia itu.
"Dan, kebahagiaan adalah sebuah imunitas yang paling bagus. itu yang mereka cari, bukan hanya semata mencari uang. Saya juga mengerti," tutupnya.
Goal IndonesiaApa yang sebenarnya membedakan tarkam dan fun football? Secara pandangan, fun football terkesan jauh lebih rapi dan menggunakan fasilitas yang bagus, dan terhindar dari kesan 'kampung' itu sendiri.
Lapangan sepakbola, bahkan kelas stadion, yang mulai banyak ada di kawasan Jabodetabek untuk disewakan membuat fun football ini ikut bermunculan. Tidak seperti tarkam yang lebih tinggi risiko karena pelakunya masih intens mengejar hadiah, namun fun football seperti namanya, cukup dinikmati supaya 'fun' (senang).
Klub Liga 1 merespons fenomena ini dengan beragam, ada yang sudah mempersilakan pemain mereka untuk mencari uang dari tarkam atau menjaga kondisi lewat fun football. Namun ada juga yang tetap tegak pada kontrak, seperti Persib Bandung.
"Tidak banyak pemain yang mengikuti fun football di Persib. Kami juga belum melihat ada bukti mereka mengikuti permainan di kampung [main tarkam] karena itu tidak diizinkan," ujar pelatih Persib, Robert Alberts.
"Tapi pemain boleh pergi berlatih bersama, kami punya beberapa pemain yang berlatih bersama termasuk dari tim kedua Bandung [Bandung United]," imbuh pelatih asal Belanda itu.
"Mereka datang dan berlatih bersama, jadi jika pemain kami datang dan bermain bersama itu oke, lalu mengikuti kegiatan resmi Persib juga itu diizinkan," tukasnya.
Goal IndonesiaBeberapa klub sudah tidak ambil pusing jika pemain mereka mengikuti kegiatan sepakbola, seperti bertanding dan berlatih dengan komunitas atau tim lokal. Namun, kebanyakan klub selalu menegaskan, bahwa risiko cedera dari kegiatan di luar klub, merupakan di luar tanggung jawab klub.
"Saya sudah menyampaikan kepada tim pelatih. Kami tidak bisa melarang pemain ikut tarkam ketika libur seperti ini. Tapi, jika sampai mereka mengalami cedera saat tarkam, itu bukan menjadi tanggung jawab klub," ujar Ruddy Widodo, manajer umum Arema FC.
Ruddy menambahkan, pemotongan gaji karena tak ada kompetisi membuat aspek finansial punya andil besar yang mendorong pemain harus mencari lahan pemasukan lewat tarkam, atau bahkan fun football.
"Jumlah 25 persen itu kalau bayarannya Rp100 juta ke atas masih bisa dirasakan. Namun kalau bayarannya kecil ya nangis. Yang penting, hati-hati," jelasnya bijak.
Untuk Ridho, dan banyak pesepakbola di luar sana, fun football jadi pilihan bijak untuk menjaga kondisi mereka. Karena tidak semua pemain beruntung memiliki peluang untuk menyeberang ke kompetisi luar negeri, karena Liga Indonesia tidak pasti.
"Pastinya bagus sebagai ajang silaturahmi juga, terus bagus juga untuk pemain, karena kami semuanya untuk main bola sudah susah, makanya kami semua sebenernya saya ada hikmahnya juga di Jakarta, banyak komunitas yang ajak main bola."
"Akhirnya saya ketolong sama mereka saya bisa belajar ball feeling lagi, sentuhan situasi pertandingan, itu sangat penting. Saya terima kasih banyak buat mereka, apalagi saya sebagai penjaga gawang, sebagai kiper itu lima hari tidak latihan sentuhan sudah hilang, berbeda dengan pemain."
