juventus-milik(C)Getty Images

Juventus, Nasibmu Kini: 2022 Bangkit, 2023 Degradasi Ke Serie B Lagi?

Tahun 2022 adalah tahun roller-coaster untuk Juventus.

Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, Bianconeri tidak memenangkan satu trofi pun dalam satu musim. Mereka juga membuka 2022/23 dengan amat buruk, terdampar di papan tengah Serie A dan terdegradasi dari Liga Champions Eropa ke Liga Europa.

Umpatan kemarahan fans yang menjelek-jelekkan sang allenatore, Massimiliano Allegri, pun tak terhindarkan. Apa boleh bikin, martabat tiran Italia yang mendominasi kancah domestik selama satu dekade terakhir ini luntur dengan peralahan tapi pasti.

Presiden Andrea Agnelli membela Allegri habis-habisan, seolah membeo Arsenal dengan jargon "percaya pada proses" yang saat ini tengah mereka nikmati hasilnya bersama Mikel Arteta.

Hasilnya? Ajaib. Meski tetap terseok di Eropa, Juventus mampu mencatatkan tujuh kemenangan beruntun di Serie A tanpa kebobolan satu kali pun! Terakhir membungkam Cremonese 1-0, Kamis (5/1) dini hari WIB pasca jeda Piala Dunia. Kini Si Nyonya Tua merangsek naik ke peringkat tiga, dua poin di bawah AC Milan dan tujuh angka di bawah sang pemuncak Napoli.

Dibuka dengan kemenangan, apakah lantas 2023 akan menjadi tahun penuh berkah untuk Juventini? Tunggu dulu, tidak semudah itu.

Yang harus fans cemaskan bukanlah kejadian di lapangan, melainkan apa yang terjadi - dan akan terjadi - di luar lapangan.

Juventus dikepung dari segala arah, menghadapi penyelidikan dari Jaksa Penuntut Umum Turin, Jaksa Federal Italia, juga UEFA.

Apa yang terjadi?

Nedved Agnelli Arrivabene Cherubini JuventusGetty

Di saat segala perhatian tertuju pada Piala Dunia 2022, Serie A dibikin geger dengan mundurnya SEMUA 10 anggota dewan direksi Juventus pada 28 November 2022, termasuk presiden Agnelli dan wakil presiden sekaligus legenda klub Pavel Nedved.

Setelah 12 tahun membina Juve meraih sembilan Scudetti beruntun, lima Coppa Italia, lima Supercoppa Italiana, serta lima gelar liga beruntun untuk Juventus Wanita, presiden tersukses sepanjang sejarah Bianconeri itu dipaksa mundur.

Pada September 2018, tak lama setelah mengumumkan perekrutan Cristiano Ronaldo, Juventus tercatat bernilai €1,7 miliar. Sekarang mereka cuma bernilai €700 juta.

Kok bisa? Ambisi ketinggian yang dicapai dengan cara-cara sembrono.

Juventus diselidiki atas tuduhan pemalsuan laporan keuangan, yang dilakukan demi 'mempercantik' pembukuan yang luluh lantak dihajar pandemi.

Skandal 'plusvalenza' dan manipulasi laporan keuangan Juventus

Beberapa investigasi digencarkan untuk menyelidiki Juventus.

Sekitar dua tahun yang lalu, COVISOC, badan pengawas untuk Serie A, membuka investigasi terhadap "lusinan" kesepakatan yang melibatkan nilai transfer pemain.

Temuan tersebut diteruskan kepada Jaksa Penuntut Umum Turin, yang lantas membuka penyelidikan kriminal pada Mei 2021 dengan nama 'Investigasi Prisma'.

Menurut investigasi tersebut, sebanyak 14.000 halaman dokumen hasil penyadapan dan dokumen elektronik berisikan bukti beberapa kasus pemalsuan laporan tahun finansial 2018/19 sampai 2020/21. Dipalsukan lewat keuntungan modal fiktif dari transfer dan peminjaman pemain serta penghematan fiktif hasil pemotongan gaji pemain.

Juventus dan 12 pejabat tertinggi mereka, termasuk bekas direktur sepakbola Fabio Paratici (kini di Tottenham) dan penasehat hukum Cesare Gabasio, telah didakwa. Mereka semua dituduh melakukan semua atau sebagian dari empat dakwaan berikut: manipulasi pasar, faktur palsu, pemalsuan pengungkapan perusahaan, serta mencegah otoritas pengawas melakukan tugasnya.

INVESTIGASI PERTAMA adalah terkait keuntungan modal atau plusvalenza artifisial. Dalam sepakbola, plusvalenza pada dasarnya adalah keuntungan yang diperoleh dari penjualan aset, seperti pemain.

Katakanlah, sebagai contoh, Juventus merekrut pemain seharga €100 juta dengan kontrak lima tahun. Mereka akan mengamortisasi biaya hak pendaftaran pemain selama masa kontraknya, biasanya disebarkan secara merata selama lima tahun. Singkatnya, nilai amortisasi pemain adalah €20 juta per tahun (€100 juta dibagi lima) alih-alih tercatat sebagai €100 juta penuh di tahun pembelian.

Jadi, jika Juve kemudian menjual pemain itu setelah tiga tahun seharga €60 juta, mereka akan memperoleh keuntungan modal sebesar €20 juta atas hak pendaftarannya (€60 juta dikurangi sisa €40 juta dalam nilai yang diamortisasi).

Tindakan seperti ini tidak ilegal dan bisa digunakan untuk memermak pembukuan yang babak belur.

Mari keembali ke investigasinya. Jaksa Penuntut Umum Turin dan CONSOB - otoritas yang bertanggung jawab memonitor aktivitas keuangan perusahaan Italia yang terdaftar di bursa saham - mendeteksi €156 juta plusvalenza dari 2018/19 sampai 2020/21, dan €60 juta di 2021/22 sebagai hasil dari 22 aktivitas transfer yang dicurigai.

Pihak penyelidik menegaskan bahwa semua orang di kubu Juventus tahu apa yang terjadi.

Pada September 2021, presiden Agnelli tersadap berbicara dengan John Elkann, CEO Exor yang memegang saham pengendali klub. Ia berkata: "Terjadi penggunaan plusvalenza besar-besaran, tapi pasarnya jeblok. Kita mengambil risiko dan dewan direksi tahu kita menggunakan koreksi."

Elkann menjawab: "Iya, tetapi direktur olahraga kita berlebihan melakukannya."

Transfer yang 'berlebihan' dan dicurigai tersebut ialah transfer "operasi cermin", yakni pertukaran pemain dengan nilai jual yang sama tanpa melibatkan uang (karena nilai kedua pemain saling 'mencerminkan' satu sama lain). Yang paling terkenal tentu saja pertukaran antara Arthur dan Miralem Pjanic yang melibatkan Barcelona pada 2020, dengan kedua pemain dinyatakan memiliki nilai €75 juta - keuntungan modal / plusvalenza besar-besaran untuk Juventus, yang merekrut gelandang Bosnia-Herzegovina tersebut di harga €32 juta pada 2016.

"Buku Hitam FP [Fabio Paratici]" disita di kantor Federico Cherubini (direktur olahraga yang sekarang) oleh Guardia di Finanza, polisi finansial Italia. Kumpulan dokumen ini diduga berisi berbagai aktivitas transfer mencurigakan yang dilakukan oleh Paratici. Di dalamnya, Cherubini menuliskan "penggunaan plusvalenza yang berlebihan".

Arthur Miralem Pjanic FC Barcelona Juventus TurinGetty Images

Meski pada akhirnya Juventus dinyatakan tak bersalah pada April 2022 lantaran lemahnya bukti, invesitgasi kembali dibuka terhadap Juventus dan beberapa klub beserta eksekutif mereka pada 22 Desember 2022. Jaksa penuntut federal mengindentifikasi sebuah "sistem terorganisir serta skema perencanaan anggaran mendapatkan pemain yang bukan untuk alasan teknis, melainkan demi mencapai target ekonomi secara artifisial."

Berkat relasi Paratici dengan eksekutif klub-klub lain, Juventus dan mitra-mitra mereka akan saling mentransfer pemain dengan nilai yang digelembungkan. Mereka diduga saling bantu, dengan harapan mendapat balas budi dari pihak yang dibantu.

INVESTIGASI KEDUA terkait penghematan fiktif dari pemotongan gaji pemain, yang nyatanya tak pernah terjadi.

Dua operasi dijalankan pada 2019/20 dan 2020/21, yang kedua melibatkan 17 pemain.

Ditekan krisis pandemi, Juventus meminta para pemain untuk tak digaji selama empat bulan dan di atas kertas melaporkan penghematan sebesar €90 juta.

Yang tidak mereka laporkan adalah pemain-pemain tersebut hanya akan tak digaji selama satu bulan, sementara tiga bulan sisanya akan dibayarkan belakangan, entah sebagai bonus loyalitas untuk pemain yang bertahan atau sebagai insentif untuk pemain yang hengkang. Kesepakatan ini tertuang dalam surat-surat privat, yang tak dilaporkan oleh Juventus, dan disita di firma hukum Federico Restano di Turin.

Jadi, Juventus berkomitmen membayarkan gaji tiga bulan, sembari tetap melaporkan penghematan €90 juta. Padahal, seharusnya hanya €22 juta.

Bekas kapten dan bek Juventus Giorgio Chiellini, yang hengkang ke Los Angeles FC pada Juni 2022, ditanya soal ini pada 4 April 2022.

"Pada 2019/20 saya meminta rekan-rekan untuk mengakomodasi permintaan klub," kata Chiellini dilansir BBC.

"Kami memutuskan untuk merelakan gaji empat bulan, dengan janji bahwa sebagian dari gaji tersebut akan dibayarkan begitu sepakbola bergulir lagi."

"Kami yakin akan mendapatkan gaji tiga bulan di masa mendatang, entah tahun berikutnya atau diangsur selama beberapa tahun; yang hengkang bakal mendapat insentif. Kami tahu rilis pers akan merilis pernyataan yang berbeda dari kesepakatan yang ada."

Giorgio Chiellini JuventusGetty

Selain dua investigasi di atas, UEFA turut membuka investigasidi bulan Desember, beberapa hari setelah seluruh direksi Juventus mundur.

Pada bulan Agustus 2022, Juventus meneken kesepakatan 'penyelesaian' dengan UEFA setelah gagal memenuhi persyaratan keseimbangan neraca untuk mendapatkan Lisensi Klub demi berpartisipasi di Liga Champions dan Serie A.

Dalam kesepakatan tersebut, Bianconeri diperbolehkan membayar €3,5 juta (15 per sen dari €22 juta) untuk 'menyelesaikan' masalah finansial antara 2019 dan 2022 dengan syarat ketidakseimbangan neraca mereka diselesaikan pada 2025.

Jika investigasi Jaksa Penuntut Umum Turin dan CONSOB membuktikan Juventus melakukan manipulasi laporan keuangan, maka UEFA berhak untuk memutus kesepakatan 'penyelesaian' di atas dan mengambil langkah hukum yang sesuai.

Senjakala Juventus, degradasi ke Serie B?

Juventus dan pejabat-pejabat yang terlibat terancam mendapat berbagai macam hukuman. Mereka bisa dijatuhi denda besar sekaligus pengurangan poin atas pemalsuan pengungkapan perusahaan serta manipulasi pasar.

Lantas apa yang akan terjadi jika investigasi membuktikan bahwa plusvalenza atau keuntungan modalartifisial mereka berperan besar bagi Juventus mendapatkan lisensi kompetisi? Kemungkinannya banyak: mulai dari denda, larangan terlibat sepakbola bagi para pejabat terlibat, pengurangan poin, bahkan degradasi.

Juventus Serie BSocial Media

Menurut Marco Donzelli, presiden CODACONS (komisi perlindungan hak-hak konsumen Italia), Juventus kembali terancam didegradasi dan menerima pencabutan gelar Serie A, 17 tahun setelah skandal Calciopoli.

"Jika Juventus terbukti secara tidak sah memperoleh keuntungan atas klub pesaing dengan operasi semacam ini, maka keteraturan kejuaraan sepakbola yang terakhir akan dianulir dan, sebagai akibatnya, Federasi dan Otoritas persaingan pasar harus campur tangan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab."

"Untuk alasan ini dan untuk melindungi ribuan penggemar, kami akan mengajukan keluhan kepada Antitrust dan Kantor Jaksa Federal, meminta agar Juventus didegradasi ke Serie B serta pencabutan gelar liga terakhir yang dimenangkan di bawah bayang-bayang operasi yang berpotensi ilegal ini."

Jika UEFA mendakwa Juventus melanggar Financial Fair Play demi mendapatkan lisensi, Juventus bisa dihukum dengan dikeluarkan dari turnamen Eropa.

Selanjutnya untuk Juventus

Juventus menepis segala tuduhan, mereka merujuk kepada dakwaan tak bersalah (yang kini telah dicabut) atas dugaan plusvalenza artifisial sebagai bukti bahwa mereka berperilaku sesuai aturan.

Juve juga menegaskan bahwa mereka tidak menjamin penundaan pembayaran gaji, meski surat-surat privat kepada pemain dan ucapan Chiellini berkata lain.

Kini pemilik Bianconeri menunjuk Gianluca Ferrero dan Maurizio Scanavino, dua kolaborator terdekat Elkann, sebagai presiden dan manajer umum baru dan akan memimpin dewan direksi beranggotakan lima orang per 18 Januari 2023.

Direktur olahraga Cherubini - yang tidak termasuk sebagai terdakwa - serta Massimiliano Allegri bertanggung jawab pada hal keolahragaan. Mereka ditugasi menjaga persatuan pemain dan menjauhkan kebisingan finansial ini dari ruang ganti.

Kita lihat apa yang akan terjadi di dalam dan terutama luar lapangan, tapi 2023, yang sekaligus menandai 100 tahun kepemilikan keluarga Agnelli, dimulai dengan awan hitam yang bisa menjadi akhir dari Bianconeri.

Iklan

ENJOYED THIS STORY?

Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

0