Massimiliano Allegri Juventus 2020-21Getty

Juventus Harus Pecat Massimiliano Allegri! Tapi Presiden Andrea Agnelli-lah Biang Kerok Krisis Klub

Angel Di Maria dengan cepat jadi kambing hitam atas salah satu hari tergelap dalam sejarah Juventus.

"Meninggalkan tim dalam momen sulit musim ini membuat kami kalah," tulis Di Maria di Instagram setelah kartu merahnya dalam kekalahan memalukan 1-0 di Monza, yang digambarkan Massimo Ambrosini dari DAZN sebagai performa terburuk Juve dalam 15 tahun.

"Ini murni kesalahan saya bahwa kami kalah."

Bukan salahnya sepenuhnya. Sama sekali bukan.

Diusirnya Di Maria memang menjadikan situasi Juve yang sudah buruk menjadi lebih buruk, namun itu hanyalah gejala dari krisis yang dialami klub saat ini - bukan penyebabnya.

Setidaknya ia pemberani, berdiri tegak untuk mengakui kesalahannya. Mereka yang benar-benar bertanggung jawab atas situasi mengerikan yang dialami Juventus saat ini sama sekali tidak bersuara pada Minggu (18/9) kemarin, atau bahkan sehari sesudahnya.

Memang, rasanya pas ketika peluit akhir dibunyikan di Stadion U-Power dan kamera beralih ke tribune tempat Massimiliano Allegri dipaksa duduk karena skorsingnya, sang pelatih sudah menghilang dari pandangan.

Adalah asistennya, Marco Landucci, yang harus menghadapi media setelahnya karena kartu merah Allegri pada akhir hasil imbang 2-2 dengan Salernitana pekan lalu, sementara para pemain harus menanggung beban berat dari reaksi penggemar.

Memang, sulit untuk tidak merasakan simpati pada Leonardo Bonucci dan kawan-kawan, saat mereka berdiri di depan para suporter yang bertandang dan menjadi sasaran cemoohan.

Massimiliano Allegri Juventus Monza 2022-23 GFXGetty/GOAL

Tentu saja, performa mereka begitu buruk, bahkan sebelum Di Maria dikartu merah karena menyikut dada Armando Izzo dengan konyol, tetapi masalah Juve jauh melampaui para pemain mereka.

Hal yang tidak disetujui oleh Allegri. Sehari sebelum laga, ia berbicara dengan jurnalis Corriere della Sport, Mario Sconcerti, dan mengklaim bahwa tidak banyak yang bisa dilakukannya dengan performa Juve karena hampir dari separuh pemain yang timnya mengalami cedera.

"Kualitas selalu terletak pada pemain, bukan pada taktik," bantahnya. "Pelatih yang baik harus memikirkan para pemain terlebih dahulu."

Juve memang kehilangan beberapa pemain kunci saat ini – Paul Pogba, Federico Chiesa, Wojciech Szczesny, Manuel Locatelli, Adrien Rabiot dan Alex Sandro semuanya tidak tersedia – tetapi ini adalah klub dengan anggaran terbesar di Italia dan mereka saat ini duduk di urutan kedelapan di Serie A, tujuh poin dari posisi teratas setelah melewati tujuh pertandingan.

Mereka juga kalah dalam dua pertandingan pembuka di Liga Champions musim ini, meninggalkan harapan mereka untuk mencapai fase gugur tergantung pada seutas benang. Tentu saja, para penggemar lebih peduli dengan prospek mereka lolos ke turnamen musim depan.

Bagaimana pun, penakluk mereka pada akhir pekan lalu, Monza, belum pernah memenangkan pertandingan sebelumnya di Serie A, sementara Juve baru mengklaim dua kemenangan di semua kompetisi musim ini.

Lebih jauh lagi, klaim Allegri di Corriere bahwa pertandingan ditentukan secara efektif oleh kualitas individu memicu ketidakpercayaan di antara banyak pendukung dan pakar.

Rasanya seperti ia berargumen bahwa seorang pelatih memiliki pengaruh kecil atas apa yang terjadi di lapangan. Beberapa akan setuju, tentu saja, setidaknya ketika mendengar komentar Allegri tersebut.

Mantan gelandang AC Milan, Riccardo Montolivo mengatakan kepada DAZN: "Ada dua jenis pelatih.

"Ada yang mengajari Anda cara bermain dengan ingatan: Anda pergi ke lapangan dan Anda sudah tahu apa yang harus dilakukan. Anda tidak perlu berpikir."

"Lalu, ada pelatih seperti Allegri, yang memberi Anda gambaran tentang rencana permainan umum dan menyerahkan interpretasi permainan kepada pemain secara individu."

"Di sana, Anda perlu memahami apakah para pemain mampu melakukan ini, atau jika mereka membutuhkan sesuatu yang lain."

Skuad Juve tentu akan tampak masuk dalam kategori terakhir.

Dusan Vlahovic Juventus 2022-23 GFXGetty/GOAL

Ada kurangnya koherensi yang jelas dalam penampilan mereka. Pada diri Dusan Vlahovic, mereka memiliki talenta penyerang hebat di generasi ini, namun ia jarang menyentuh bola.

Hal itu mungkin baik-baik saja di Manchester City, di mana sang striker memiliki banyak bakat menyerang yang kreatif dan hanya diminta untuk menyelesaikan pola serangan yang telah dilatih dengan baik. Tapi, di Juve, Vlahovic terputus, dibiarkan beroperasi dalam isolasi dan tampak benar-benar tanpa arah. Sama seperti kebanyakan rekan setimnya.

Dan tidak ada lagi upaya yang coba dilakukan Allegri untuk membalikkan keadaan setelah semuanya gagal. Seperti yang ditulis Romeo Agresti dari GOAL awal pekan ini, "Formasi 4-3-3 tidak meyakinkan, 3-5-2 tidak meyakinkan, tidak ada yang meyakinkan."

Apalagi keberadaan Allegri, yang benar-benar terlihat tidak mampu mempengaruhi permainan Juve secara positif.

Dan sudah seperti ini sejak lama. Banyak penampilan Juve musim lalu yang sangat buruk, terutama kekalahan memalukan di kandang dari Villarreal di babak 16 besar Liga Champions.

Pada saat itu, Allegri yang marah menuduh mereka yang menyebut tersingkirnya timnya yang memalukan itu sebagai "ketidakjujuran intelektual" – tetapi tidak mungkin untuk melihatnya dengan cara lain, mengingat perbedaan kualitas antara timnya dan lawan.

Juga tidak mungkin untuk melihat periode kedua Allegri di Juve sebagai hal lain selain kekacauan, atau "bencana tanpa akhir" seperti yang disebut oleh Gazzetta dello Sport.

Kedatangannya kembali dimaksudkan untuk memulihkan keadaan, mengembalikan Nyonya Tua ke jalur kemenangan, tetapi musim lalu klub gagal memenangkan trofi untuk pertama kalinya sejak 2010/11.

Lebih buruk lagi, gaya sepakbolanya sangat pragmatis, kadang-kadang benar-benar sulit untuk ditonton.

Allegri selalu bersikeras bahwa ia sama sekali tidak tertarik dengan timnya memenangkan permainan cantik apa pun, namun Juve-nya bukan cuma bermain jelek, tapi juga sangat tidak efektif.

Mereka lebih sering bermain ala catenaccio, bahkan melawan tim yang secara kualitas di bawah mereka, dan pendekatan modern untuk melakukan pressing terlihat asing - atau mungkin terlarang - bagi para pemain.

Bahkan di klub di mana 'kemenangan adalah satu-satunya hal yang penting', para pendukung dan media yang memihak Juve telah berbalik menentang sang pelatih dan gaya permainannya yang sudah ketinggalan zaman.

Massimiliano Allegri Juventus 2022-23 GFXGetty/GOAL

Dalam seminggu terakhir saja, Tuttosport telah menyatakan 'Juve-Allegri, sudah cukup', dan memohon padanya untuk 'Membuat para penggemar menikmati diri mereka sendiri juga', setelah pelatih asal Tuscan itu menertawakan pembicaraan bahwa dirinya akan dipecat.

Sementara itu, seorang penggemar tertentu terdengar di siaran langsung TV pertandingan lawan Monza, berulang kali berteriak 'Allegri sialan!'.

Namun, ia sepertinya memang tidak akan dipecat – terutama karena gaji kotornya sebesar €13 juta per tahun kontraknya berjalan hingga 2025. Dan Juve tidak mungkin memecatnya karena alasan tersebut. Memang, ketika seorang penggemar minggu lalu meneriaki Maurizio Arrivabene untuk memecat Allegri, sang CEO menjawab, "Kalau begitu, Anda akan membayar [gaji] pelatih berikutnya?"

Tentu saja, itu diutarakan dalam nada yang tidak serius, namun ada unsur kebenaran dalam setiap lelucon yang bagus dan tidak dapat disangkal bahwa Juve yang finansialnya tidak stabil akan kesulitan mengumpulkan dana untuk mengontrak pelatih top pengganti Allegri, karena memecat sang pelatih akan membuat mereka kehilangan banyak uang (€36 juta menurut perhitungan Calcio e Finanza).

Arrivabene bahkan bersikeras sebelum pertandingan lawan Monza bahwa akan gila jika memecat Allegri. Tapi, pada tahap ini, apakah mereka benar-benar mampu untuk tidak melakukannya? Musim Juve sudah jelas dalam bahaya.

Wawancara Allegri dengan Corriere, yang ia coba sampaikan sebagai "obrolan" dengan seorang teman jurnalis, membuat klub benar-benar terkejut, memicu desas-desus tentang seolah-olah situasinya baik-baik saja, sementara Gazzetta mengklaim sebaliknya.

Presiden Juve, Andrea Agnelli, telah membuat dirinya terpojok.

Adalah idenya untuk membawa Allegri kembali. Bukan rahasia lagi bahwa Pavel Nedved tidak setuju dengan sang presiden, yang diduga memainkan peran kunci dalam kepergian sang pelatih pada 2019 dan mantan pemain Republik Ceko itu dilaporkan mendukung pemecatan Allegri.

Arrivabene, sementara itu, dikatakan hanya mendukung pergantian pelatih jika pengganti berbiaya rendah dapat ditemukan. Namun, mereka sudah terlambat untuk memburu Roberto De Zerbi, yang baru saja ditunjuk sebagai bos baru Brighton and Hove Albion.

Akibatnya, sekarang ada pembicaraan untuk beralih ke pelatih Primavera, Paolo Montero. Namun, sekali lagi, Agnelli enggan melakukan kesalahan yang sama saat menunjuk pelatih pemula seperti Andrea Pirlo.

Jive diperkirakan akan terus mempertahankan Allegri dengan harapan bahwa ia bisa menghadirkan perubahan setelah jeda internasional dan memastikan bahwa pada saat pemain seperti Pogba dan Chiesa kembali setelah Piala Dunia, tim akan berada dalam kondisi yang jauh lebih baik.

Massimiliano Allegri Andrea Agnelli Juventus GFXGetty/GOAL

Namun, ketakutan yang sangat nyata dan dapat dimengerti adalah bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik. Atau mungkin keadaan tidak akan menjadi lebih baik saat Allegri tetap memimpin.

Memang, Juve tidak hanya terlihat rapuh secara mental saat ini, mereka juga terlihat lemah secara fisik, dengan para pemain mereka tidak hanya terlihat lesu di lapangan tetapi juga rentan terhadap masalah otot.

Sesi latihan Allegri, dan pekerjaan pelatih kebugarannya, telah menjadi topik pembicaraan utama sejak kepergian Matthijs de Ligt ke Bayern Munich pada Agustus, dengan bek Belanda itu diduga memberi tahu bos barunya, Julian Nagelsmann, bahwa sesi latihan pertamanya di Bavaria adalah yang terberat yang ia alami dalam empat tahun.

Oleh karena itu, terasa signifikan bahwa selama beberapa hari terakhir, Juve telah memberi Giovanni Andreini, pimpinan divisi performa klub, lebih banyak berbicara dalam analisis dan manajemen kekuatan dan kerja pengkondisian tim.

Tidak mengherankan jika Agnelli ingin mencari solusi alternatif untuk penyakit Juve. Memecat Allegri tidak hanya mahal, itu akan sangat memalukan.

Agnelli secara efektif mengakui dengan mempekerjakan kembali Allegri bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan membiarkannya pergi sejak awal untuk mencoba melakukan pendekatan permainan yang lebih menyerang dan estetis, pertama dengan Maurizio Sarri dan kemudian Pirlo.

Akankah ia sekarang mau mengakui lebih lanjut bahwa telah membuat kesalahan yang lebih besar dengan membawa Allegri kembali? Ia mengambil risiko seolah-olah tidak tahu apa yang diperbuatnya, itulah mengapa legenda Juve, Marco Tardelli yakin Allegri tidak akan dipecat.

"Allegri dalam bahaya [pemecatan]?" renungnya di RAI. "Tidak, karena jika ia pergi, mereka yang memilihnya juga harus pergi."

GFX Juventus Massimiliano AllegriGetty Images

Namun, ada banyak pendukung yang akan menyambut perubahan di struktur tertinggi manajemen Juve. Beberapa orang merasa bahwa sudah saatnya John Elkann, CEO Exor, perusahaan induk Juve, campur tangan dan mengakhiri era kepresidenan sepupunya.

Tentu saja, reputasi Agnelli sebagai administrator yang cerdik telah terlihat buruk selama empat tahun terakhir, belum lagi upaya memalukannya untuk meluncurkan Liga Super Eropa yang gagal dan membuat marah begitu banyak rekan-rekannya sesama presiden klub di Serie A.

Beppe Marotta dipinggirkan dan dibiarkan pergi untuk membangkitkan Inter Milan, proyek Cristiano Ronaldo terbukti gagal total, ketidakstabilan keuangan klub secara brutal diekspos oleh pandemi, penggemar marah dan terasing oleh harga tiket, satu perekrutan pemain yang mengerikan telah mengikuti yang lain, dan tampaknya tidak ada lagi rencana yang jelas.

Memang, pemikiran Juve telah menjadi sangat kacau. Akibatnya, mereka telah beralih dari era dominasi domestik yang belum pernah terjadi sebelumnya – yang juga ditandai dengan dua penampilan di final Liga Champions – menjadi krisis institusional yang lengkap.

Akibatnya, ada banyak yang harus dikorbankan di manajemen, termasuk Fabio Paratici, yang pada dasarnya menggantikan Marotta sebagai CEO. Tapi peran Agnelli dalam penurunan dramatis Juve selama beberapa tahun terakhir sekarang akhirnya mendapat sorotan tajam.

Sangat penting bahwa ia adalah sosok yang harus disalahkan dan paling bertanggung jawab atas kekacauan yang dialami klub sekarang ini - atau, paling tidak, secara terbuka mau mencari solusi atas situasi tersebut.

Di Maria menulis usai lawan Monza: "Saya seorang profesional tetapi juga seorang manusia yang membuat kesalahan dan dapat mengakuinya."

Agnelli seharusnya melakukan hal yang sama. Ia harus menerima fakta bahwa membawa Allegri kembali adalah keputusan yang sangat buruk - dan harus bergerak untuk memperbaikinya.

Pada tahap ini, rasanya satu-satunya harapan presiden untuk menyelamatkan pekerjaannya, adalah terlebih dahulu memecat Allegri.

Iklan
0