Jorginho, dulu mungkin tak pernah membayangkan jika bakal menjadi penantang Ballon d'Or, tapi ceritanya tahun ini berbeda. Namanya muncul sebagai salah satu favorit peraih penghargaan individu bergengsi tersebut bersama dengan Lionel Messi dan Robert Lewandowski.
Messi memang sukses memenangkan Ballon d'Or-nya yang ketujuh, sementara posisi kedua ditempati oleh Lewandowski. Tapi pencapaian Jorginho yang menduduki tiga besar patut diapresiasi lebih.
Bukan hanya ia mengalahkan nama-nama beken lainnya seperti N'Golo Kante, Karim Benzema, Kylian Mbappe, Mohamed Salah dan bahkan Cristiano Ronaldo, melainkan perjalanannya hingga sampai puncak karier yang penuh kisah inspiratif.
Juga tidak ada yang menyangka ia bakal menuai kesuksesan besar bersama Chelsea dan juga tim nasional Italia. Awal kedatangannya di Stamford Bridge dicibir, ia kerap diolok-olok sebagai anak emas Maurizio Sarri, manajer yang membawanya dari Napoli.
Tapi Jorginho punya mentalitas yang tangguh, berani menghadapi situasi sulit dan kesulitan yang ia hadapi di awal karier sebagai pesepakbola profesional membuatnya mampu bangkit kala terjatuh dan hingga memainkan peran kunci bagi Chelsea saat mereka memenangkan Liga Champions musim lalu, sama halnya seperti yang dibuktikannya bersama Italia di Euro 2020 dengan menjadi juara.
Keberhasilan itu membuat sang pemain berusia 29 tahun dibobatkan sebagai Pemain Terbaik Pria UEFA pada bulan September, dan itu sebenarnya membuktikan mengapa dirinya pantas menjadi penantang Ballon d'Or tahun ini meski pada akhirnya kalah dari Messi.
Itu hanyalah secuil dari gambaran perjalanan karier Jorginho yang penuh dengan rintangan. Ia tiba di Italia saat berusia 15 tahun dan memiliki impian untuk membangun reputasinya setelah melewati masa-masa sulit dalam bermain sepakbola di negara kelahirannya, Brasil.
Mampu mendapatkan kewarganegaraan Italia berkat garis keturunan dari kakek buyut dari pihak ayahnya, Jorginho tinggal di sebuah biara bersama enam anak laki-laki lainnya ketika ia pertama kali mendaftar sebagai pemain di akademi Hellas Verona, meski kemudian ia menjadi korban eksploitasi agen pertamanya.
Getty ImagesJorginho sebelumnya berbicara kepada The Players' Tribune tentang perjuangannya untuk mencari uang saat remaja, mengatakan: "Saya cuma akan pergi ke alun-alun di kota Verona dan membeli milkshake di McDonald's. Harganya satu euro. Kentang goreng? Burger? Lupakan saja, kawan! Happy Meals adalah untuk anak-anak kaya."
Ternyata ia hanya digaji €20 atau setara dengan Rp300 ribu per pekan. Rekan setimnya, Rafael mengetahui itu dan secara sukarela mengantarnya pergi dan pulang dari tempat latihan klub sebelum menyadari bahwa situasi yang dialami Jorginho jauh lebih mengerikan.
"Ketika saya bertemu dengannya di Verona, saat itulah ia dipanggil berlatih bersama tim utama sebagai pemain dari tim junior," kata kiper Rafael, yang masih menjaga pertemanannya dengan Jorginho, kepada GOAL. "Saya berbicara dengannya karena saya tahu ia berasal dari Brasil namun memegang paspor Italia."
"Saya mulai mengantarnya pulang setelah berlatih, ke biara tempat ia tinggal. Setiap hari saya melakukan ini untuknya karena saya tinggal di pusat kota. Ia berbicara kepada saya tentang keluarga, kehidupan, dan sekolahnya. Ia bersekolah di sini dan berlatih sesudahnya."
"Ia mengatakan kepada saya bahwa ia hanya dibayar €20 [Rp300 ribu] seminggu untuk tinggal di sini, dan bagi saya itu bukan situasi yang baik. Ia masih muda, ia berbakat dan saya pikir tidak benar untuk menggajinya sebesar itu."
"Pada saat itu, saya berbicara dengan klub untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan situasinya. Jika klub menginginkannya, mereka harus memberinya kontrak, tetapi jika mereka tidak menginginkannya maka biarkan ia pergi ke klub lain, karena bayaran yang diterimanya tidak pantas."
"Klub mengatakan kepada saya bahwa mereka percaya padanya dan sudah menyiapkan kontrak untuknya. Sudah disiapkan, tapi mereka pikir ia [Jorginho] dibohongi oleh bekas agennya."
Getty/GOAL"Setelah itu, ia mendapatkan kontrak profesional pertamanya. Saya harus berbicara dengan keluarganya, agen lamanya, dan klub karena ia pantas menandatangani kontraknya."
"Sesudah itu, ia membeli rumah untuk orang tuanya dan mobil untuk kehidupan sehari-harinya sebagai pesepakbola. Tidak mungkin untuk menjadi pemain dengan gaji €20 seminggu."
Sepuluh tahun lebih tua dari Jorginho, Rafael mungkin telah menjadi mentor bagi pemain internasional Italia tersebut, namun hubungan keduanya lebih dari sekadar itu, lebih mirip sebagai saudara.
Bintang Chelsea itu mengundang Rafael untuk menonton semua pertandingan pentingnya, dan mengajaknya untuk ikut merayakan berbagai trofi yang dimenangkannya termasuk Liga Champions.
"Ia saudara laki-laki saya, bukan dengan darah, tapi melalui persahabatan kami," kata Rafael. "Bagi saya, adalah pengalaman yang bagus melihatnya menjadi juara. Ia telah memenangkan segalanya tahun ini. Ia adalah gelandang dan otak timnya."
Rafael/InstagramDan bagaimana mengenai peluang sahabatnya untuk memenangkan Ballon d'Or sebelum acara dimulai?
"Setiap pelatih yang bekerja dengannya berbicara tentang betapa pentingnya ia bagi tim mereka," jawabnya. "Wajar [bahwa ia dinominasikan untuk Ballon d'Or] karena ia banyak memenangkan trofi."
"Ia sangat berbeda dari pemain lain, diajari bermain oleh ibunya ketimbang ayahnya, ia datang dari situasi sulit sebagai seorang anak di Brasil."
"Ini adalah hal-hal yang saya pikirkan ketika ia memenangkan semua gelar ini. Ia telah menjadi pemain besar di semua timnya, menulis sejarahnya ke dalam sepakbola dan ceritanya menginspirasi pada pemain muda."
"Lionel Messi, N'Golo Kante, Kevin De Bruyne, Cristiano Ronaldo juga pernah juara, tapi tahun ini, ia ada di atas sana."


