Buat para pecinta sepakbola Italia era 90-an pasti tak akan asing dengan nama Giuseppe 'Beppe' Signori. Striker bertubuh mungil itu memang tak setenar penyerang-penyerang Italia di masa itu, namun dirinya mampu bersaing di level tertinggi.
Namanya melambung ketika bermain untuk Lazio antara tahun 1992 dan 1998, sayangnya, ia hanya mempersembahkan satu Coppa Italia pada tahun terakhirnya berseragam Si Elang.
Kendati demikian, Ultras Lazio tidak akan pernah melupakan namanya meski awalnya para fans khawatir dengan keputusan klub untuk memboyong Signori.
Tetapi sang striker berhasil meredam kekhawatiran penggemar dan membuktikan bahwa dirinya layak untuk dibanggakan, bahkan ia juga menjabat sebagai kapten tim.
Kisah Signori memang terlihat mulus dan cemerlang bersama Lazio, tapi siapa yang menyangka bahwa ia cukup 'disepelekan' di Inter Milan.
Penyerang flamboyan tersebut memulai kisahnya bersama Inter di usia 15 tahun, di mana ia bermain untuk tim muda.
Memang, Signori mampu menunjukkan kualitas dribel, olah bola dan tendangan kaki kirinya yang sangat mematikan, namun karena alasan tinggi badan, di mana ia hanya memiliki tinggi badan sekitar 168 cm, para pelatih saat itu menilai dirinya akan kesulitan untuk bermain di level teratas dan akhirnya dilepas pada tahun 1984.
Setelah meninggalkan Inter, jelas Signori tak memiliki banyak peminat sampai akhirnya dia bermain untuk tim-tim seperti SC Leffe, Piacenza dan Trento.
Pada tahun 1989, Zdenek Zeman, yang kala itu menjadi pelatih Foggia, melihat bakat yang ada pada diri Signori dan ia pun direkrut pada bulan Juli di tahun tersebut.
GettyDengan skema 4-3-3 racikan Zeman, Signori berkembang sangat pesat. Pada musim debutnya, ia mencetak 15 gol dalam 34 penampilan dan sukses mengantarkan Foggia promosi ke Serie A pada musim berikutnya.
Begitu namanya muncul di kasta tertinggi, Signori kemudian mendapatkan sorotan karena bakatnya yang luar biasa. Dia mengemas 11 gol dari 34 pertandingan yang ia mainkan di semua kompetisi untuk Foggia pada musim perdananya di Serie A.
Kegemilangan Signori akhirnya membuat raksasa Serie A tertarik untuk mengontraknya, dengan Lazio-lah yang berhasil mendapatkan tanda tangannya pada musim panas 1992, dan sejak saat itulah kariernya semakin mengkilap.
Namun, ia selalu gagal untuk merengkuh trofi bergengsi untuk Si Elang, padahal skuad Lazio saat itu berisikan para pemain berbakat seperti Giovanni Stroppa, Diego Fuser, Giuseppe Favalli hingga bintang asal Inggris Paul Gascoigne.
Pencapaian tertinggi Lazio di Serie A saat dipimpin oleh Signori adalah pada musim 1994/95, di mana Si Elang finis sebagai runner-up.
Signori memilih untuk pergi pada 1998 setelah enam tahun berada di Lazio, di mana ia mencetak 127 gol dalam 195 pertandingan. Sven-Goran Eriksson, yang ditunjuk menjadi manajer di musim 1997/98 menjadi alasan ia hengkang karena dirinya langsung dijadikan pilihan kedua oleh sang manajer, bahkan ia dipinjamkan ke Sampdoria di paruh kedua musim tersebut, sebelum di akhir musim ditebus oleh Bologna.
GettySemenjak kepergiannya dari Lazio, secara perlahan nama Signori semakin redup. Ia sempat membela klub-klub seperti Iraklis (liga Yunani) dan FC Sopron (liga Hongaria) sebelum akhirnya gantung sepatu pada Juli 2006.
Di level internasional, Signori melakoni debutnya pada 1992, tepatnya pada 31 Mei ketika Italia melakoni pertandingan persahabatan melawan Portugal, dengan striker mungil itu bermain selama sembilan menit di babak kedua.
Dia hanya sekali tampil dalam kompetisi besar bersama Gli Azzurri yakni pada Piala Dunia 1994, dengan ia turut membantu Italia mencapai final di turnamen tersebut. Namun timnya harus dikalahkan Brasil di babak adu penalti. Total Signori mengantongi 28 caps untuk timnas Italia dan mengemas tujuh gol atas namanya.
Karier Signori mungkin tak melegenda seperti striker-striker Italia lain, yakni Gianfranco Zola, Roberto Baggio atau Francesco Totti. Namun prestasi individunya sudah membuktikan bahwa ia sebenarnya patut disejajarkan dengan nama-nama tersebut.
Signori menjadi pencetak gol terbanyak Serie A dalam tiga musim (1992/93, 1993/94 dan 1995/96), dan itu setara torehan pemain legendaris seperti Gabriel Batistuta, Baggio dan Zola.
Bahkan pencapaiannya tersebut membuat Signori menyamai catatan menarik yang dipegang oleh Gary Lineker, Alan Shearer dan Karl-Heinz Rummenigge, dengan mereka berhasil menjadi top skor sekaligus menjabat sebagai kapten.
Ultra Lazio pun sangat cinta mati terhadap Signori, sampai-sampai mereka menghalang-halangi kepindahan sang kapten ke Parma pada 1995, dengan empat ribu penggemar memutuskan untuk berkemah di area kantor presiden Lazio saat itu, Sergio Cragnotti.
Di hari berikutnya, Cragnotti kemudian menarik persetujuan atas transfer Signori ke Parma yang harganya mencapai Rp22 miliar.




