PSSI bertindak setelah insiden Kanjuruhan yang menewaskan ratusan korban jiwa. Tragedi itu terjadi pada 1 Oktober, selepas laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, pada pekan 11 Liga 1 2022/23.
Kericuhan terjadi setelah suporter Arema masuk ke dalam lapangan selepas pertandingan. Terjadi keributan antara suporter dan aparat, dan penembakkan gas air mata menjadi puncak dari kejadian nahas ini.
Dengan banyaknya korban jiwa, setidaknya 130 jiwa sesuai laporan Polri, maka Indonesia harus was-was dengan perhatian FIFA dan AFC, yang bisa mencabut status tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, hingga sanksi.
Dalam sesi jumpa pers yang digelar PSSI, sekretaris jenderal Yunus Nusi membeberkan, bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan FIFA dan AFC. Menurut Yunus, induk sepakbola dunia itu tak akan mengambil sikap buru-buru.
"Kami selalu sampai dengan hari ini membangun komunikasi dengan FIFA, tentu kami berharap bahwa ini tidak menjadi rujukan bagi FIFA untuk mengambil keputusan yang tidak baik untuk Indonesia dan PSSI," ucap Yunus, 2 Oktober.
"Ini bukan perkelahian antara suporter, bukan permusuhan yang saling bertikai, dan ini korban lebih kepada karena terutupnya sebuah pintu [di area tribune stadion]. Hingga ada berdesak-desakan, terinjak. Sekali lagi, tragedi di Kanjuruhan bukan perkelahian antarsuporter, bukan permusuhan, tapi karena berdesak-desakan," sambungnya.
PSSI sadar betul bahwa insiden ini menjadi perhatian dunia, dan media asing pun terus memberitakan tragedi yang benar-benar mencoreng nama sepakbola Indonesia di mata dunia.
"Media asing telah menghubungi saya, dari AFC mau pun media lainnya. Bahwa kejadian ini adalah kejadian luar biasa. Tentu ini menjadi atensi semua pihak, termasuk PSSI. Tentu kami akan berkomunikasi terus dengan FIFA supaya tidak terkena sanksi, Kami juga tahu AFC tidak akan mengambil keputusan secara terburu-buru," tegas Yunus.


