Fabio Coentrao - Pemain TerlupakanGoal

Fabio Coentrao, Cs Kental Cristiano Ronaldo Yang Siap "Mati Miskin" Akibat Real Madrid

Pada Euro 2012, aksi sepakbola terbaik pada turnamen ini dapat ditemukan di sayap kiri timnas Portugal.

Kala itu, tentu saja, Cristiano Ronaldo telah membuktikan dirinya sebagai megabintang yang kita kenal sekarang. Tapi, yang menyokongnya adalah rekan satu klub sekaligus sohib kentalnya, Fabio Coentrao.

Ronaldo memang melakoni setiap menit perjalanan Seleccao ke semi-final dan namanya tersemat dalam tim terbaik turnamen. Meski begitu, Euro 2012 tidak akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu edisi terbaik sang pemain.

Coentrao Ronaldo PortugalIan Walton/Getty Images

Sementara bagi Coentrao, momentum yang sama adalah titik kulminasi dalam karier pemain yang kala itu berusia 24 tahun. Bek kiri yang doyan menyerang, yang juga mahir kalau mau didorong lebih jauh ke depan.

Coentrao memulai karier profesional di tim lokal kota kelahirannya, Rio Ave. Di sana, ia dipromosikan ke tim utama sejak remaja dan digadang sebagai bintang masa depan.

Sang full-back punya hubungan emosional yang besar dengan Rio Ave, melebihi kebanyakan pemain muda dan klub mereka masing-masing.

Dalam sebuah wawancara pada 2020 dengan media Portugal, O Jogo , Coentrao mengungkapkan bahwa orangtuanya pindah dari Portugal ketika dia berusia 13 tahun, meninggalkannya sendirian untuk mengejar karier sepakbola, tapi klub selalu berada di sisinya untuk mendukung.

Gayung bersambut, klub besar memberi isyarat. Coentrao pindah ke Benfica dan setelah rangkaian peminjaman, ia menjelma jadi bintang tim utama. Kemudian menghasilkan €30 juta saat didatangkan Real Madrid pada 2011 dengan durasi kontrak enam tahun.

Angka tersebut membuatnya jadi bek termahal ketiga dalam sejarah. Ronaldo sangat senang dengan hal tersebut, apalagi ia baru membahas kualitas sang kompatriot sebelum akhirnya bersama di level klub.

Cristiano Ronaldo Pepe Fabio Coentrao Real Madrid 04072014Getty

"Semua orang tahu Fabio Coentrao," ucap Ronaldo kepada surat kabar Spanyol, AS .

“Maka dari itu, saya pikir kita tidak perlu membicarakan kualitasnya. Dia adalah pemain yang sangat kuat dan bisa bermain di beberapa posisi. Dia adalah salah satu pemain terbaik di dunia,” tambahnya.

Namun, pelatih Madrid saat itu, Jose Mourinho, justru tidak terlalu menghargai rekan senegaranya lainnya itu. Di bawah arahannya, Coentrao jadi pemain yang terlalu “liar”, yang ditempatkan di kiri tapi terkadang juga di lini tengah atau bahkan sebagai bek kanan.

Apesnya lagi, Coentrao kudu bersaing dengan Marcelo untuk tempat utama. Jelas, susah. Nama pertama pun gagal tampil reguler.

Percobaan peminjaman ke Manchester United pada musim 2013/14 juga gagal. Ia cuma jadi pemain pendukung pada musim Madrid meraih La Decima, melakoni enam laga teakhir di fase dalam edisi kampiun Liga Champions.

Pada 2014/15, Coentrao cuma main dalam sembilan pertandingan. Bos baru, Zinedine Zidane, dengan tegas memercayai Marcelo sebagai bek kiri utama Madrid dan orang Portugal itu sudah boleh disingkirkan.

Setelah masa pinjaman di Monaco dan Sporting Lisbon, Coentrao akhirnya meninggalkan ibukota Spanyol untuk selamanya.

Di sisi lain, Ronaldo terus berbicara dengan Coentrao, mengunggah foto duel mereka dalam sesi latihan di Instagram pada 2017 dengan keterangan yang menyertainya: "Satu lawan satu dalam latihan. Senang bermain melawan salah satu bek tersulit untuk dilewatkan di dunia. Saudaraku, Coentrao,” begitu bunyi unggahan sang megabintang.

Namun, hubungan dekat Ronaldo dengan Coentrao ditengarai bukan hanya sekadar karena sesama orang Portugal. Nyatanya, mereka juga berbagi agen yang sama, Jorge Mendes.

Tapi, wajah Coentrao tidak pernah benar-benar berada di tengah galaksi Madrid, pemain berbakat di sekeliling royalti sepakbola. Hal ini turut membuatnya sering menjadi sasaran pers. Memang, selama musim pertamanya ia kerap dikritik setelah muncul foto-foto dirinya sedang merokok.

Namun, Coentrao merasa dia menjadi bulan-bulanan media dengan alasan yang dianggapnya tidak adil.

“Jika saya memiliki permainan yang buruk, mereka langsung menyerang saya. Jika saya bermain dengan baik, mereka memberikan pengakuan yang sangat sedikit. Bahkan hari ini, saya masih bertanya pada diri sendiri mengapa saya terus dicap jelek?,” tutur Coentrao kepada Marca pada 2015.

Total, Coentrao berstatus sebagai pemain Madrid pada rentang 2011–2018—termasuk peminjaman ke Monaco dan Sporting—sebelum kembali ke Rio Ave, yang kembali berkutat di kasta kedua Liga Portugal.

Kepindahan ini merupakan penurunan besar dalam hal karier dan gengsi, tapi bagi Coentrao ada hal-hal yang jauh lebih penting untuk dipertaruhkan.

"Saya pikir saya perlu bahagia dan saya harus kehilangan banyak uang [gaji] untuk mendapatkan kebahagiaan itu di Rio Ave, klub yang selalu bersikap baik dan setia kepada saya. Tidak ada uang yang dapat membayar kebahagiaan. Saya terlahir miskin. Saya tidak keberatan mati miskin,” pungkas Coentrao di media Portugal, Record , pada 2018.

Berusia 33 tahun, Coentrao masih gagah berpatroli di sayap kiri Rio Ave. Ia sempat putuskan pensiun pada Januari 2020, tapi kembali untuk tugas lain dengan klub masa kecilnya sembilan bulan berselang, yang ia tandai dengan unggahan emosional di Instagram.

"Ini adalah titik awal saya di dunia sepakbola. Inilah awal dari jalan yang membawa saya dalam petualangan yang saya banggakan. Saya menginjak panggung paling terkenal, lapangan paling terkenal. Saya hidupi emosi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya berbagi Olympus dengan para Dewa sepakbola,” begitu bunyi keterangan yang menyertai unggahannya tersebut.

“Saya menaklukkan dan membantu menaklukkan apa yang tidak terpikirkan oleh seorang anak laki-laki yang suatu hari meninggalkan kota ini dan klub ini. Saya kembali dengan semangat yang sama yang membuat saya kembali dua tahun lalu. Karena api ini berkobar tak henti-hentinya, karena saya tahu saya masih memiliki begitu banyak hal untuk diberikan. Karena di sini, di antara kami, hidup keinginan yang sama untuk menang dan bertarung seperti Fabio yang pergi dari sini suatu hari nanti. Senang berada kembali di rumah,” begitu selanjutnya.

Sayang, pemain yang identik dengan rambut pirang itu tidak mampu mencegah Rio Ave terelegasi dari Primeira Liga musim lalu pasca-timnya kalah 5-0 dari Arouca pada babak play-off promosi-degradasi.

Tapi khusus bagi Coentrao, pertanyaannya akan tetap sama. Apakah dia pernah memiliki bakat yang serius, atau hanya memiliki beberapa teman yang sangat berbakat.

Iklan

ENJOYED THIS STORY?

Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

0