Jurgen Klopp Rafael Benitez Liverpool EvertonGetty/GOAL

Ironi Tragis Derbi Merseyside: Liverpool Bisa Jadi Algojo Rafael Benitez Di Everton

Kemungkinan besar, Kamis (2/12) dini hari WIB nanti, nama Rafael Benitez akan bergemuruh di Goodison Park untuk pertama kalinya musim ini.

Masalahnya, bukan fans Everton yang bakal menyanyikan namanya.

Benitez betul-betul bisa jatuh, lalu tertimpa tangga. Menghadapi derbi Merseyside ke-239, suporter klubnya sendiri ingin ia minggat, sementara sang rival – yang masih menyimpan cinta untuknya di lubuk hati terdalam mereka – akan menghadapinya tanpa ampun.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Dan jangan salah: Jika Liverpool menang besar dini hari nanti, nasib Benitez di Everton bisa tamat.

Everton ambyar. Mereka tak mampu menang dalam tujuh laga terakhir, dan terjembab ke peringkat 14 klasemen Liga Primer Inggris, cuma enam poin di atas zona degradasi dan bakal menghadapi Desember yang mematikan: melawan Liverpool, Arsenal, Chelsea, dan Leicester City.

Bahkan laga-laga 'sepele' – versus Crystal Palace, Burnley, Newcastle – bisa jadi tak sesepele itu.

Secara umum, penampilan mereka buruk sekali. Terparah adalah saat kalah 5-2, dibobol empat gol dalam 12 menit di kandang sendiri oleh tim promosi Watford. Tetapi yang paling bikin para pendukung naik pitam adalah nihilnya semangat juang dan arahan yang jelas di laga-laga lain, terutama saat dikalahkan Aston Villa, West Ham, Wolves, dan Brentford.

November kemarin, mereka cuma mengumpulkan sebiji poin (diimbangi Tottenham) dan sebiji gol (gol hiburan Alex Iwobi di Molineux).

Rafael Benitez Everton GFXGetty/GOAL

Kemarahan fans saat dikalahkan Brentford 1-0, Minggu (28/11) terdokumentasi dengan jelas, lewat berbagai video yang beredar di media sosial.

Sayangnya, ini menjadi pemandangan yang biasa.

Benitez bisa saja berargumen ada faktor-faktor yang membuat kondisi Everton seperti ini – terutama Dominic Calvert-Lewin yang cedera sejak akhir Agustus – tetapi ia tahu ia mesti mengubah situasi ini, jika tak ingin bernasib seperti Roberto Martinez, Ronald Koeman, Sam Allardyce, dan Marco Silva, yang semuanya dipecat Farhad Moshiri, pemegang saham terbesar Everton.

Usahanya membela para pemain setelah dikalahkan Brentford juga tidak dapat diterima.

"Kami frustrasi," katanya. "Tetapi tak bisa mengeluhkan usaha para pemain dan intensitas yang mereka hadirkan di laga ini."

"Kami tidak mau kalah, tentu saja, tetapi Anda bisa melihat kebersamaan para pemain dan bagaimana mereka berjuang hingga titik darah penghabisan."

Yang tidak setuju? Banyak. Tetapi memang tak sedikit fans Everton yang bersimpati kepada Benitez, dan mengakui betapa sulitnya pekerjaan yang ia warisi ini.

Lagipula, Everton memang klub yang selalu gonta-ganti manajer – sudah ada lima bos permanen dan dua pelatih sementara sejak David Moyes mengakhiri rezim 11 tahunnya pada 2013 lalu – dan merupakan klub dengan kebijakan transfer yang ngawur bin sembrono.

Rafael Benitez Everton quote GFXGetty/GOAL

Kegagalan transfer tersebut mahal betull harganya. Dari Oumar Niasse hingga Cenk Tosun, lalu ada Theo Walcott, Davy Klaassen, Moise Kean, Yannick Bolasie, Andre Gomes, Jean-Phillippe Gbamin, dan Morgan Schneiderlin.

Everton jor-joran, tetapi dengan cara yang sembrono, entah itu di bawah komando Steve Walsh (yang direkrut sebagai sosok jenius belakang layar kejayaan EPL Leicester pada 2016 dan lalu dipecat bersama Allardyce dua tahun kemudian) atau Marcel Brands, direktur sepakbola petahana Everton yang diangkat sebagai publisitas saja.

Belanja Everton yang ngawur membuat Benitez hanya bisa mengais dana saja saat menjadi penerus Carlo Ancelotti Juni lalu. The Toffees cuma membelanjakan kurang dari £2 juta untuk merekrut lima pemain senior di bursa musim panas, dan harus merampingkan beban gaji dengan melepas nama-nama seperti Bolasie dan Walcott, juga James Rodriguez, dan meminjamkan Kean yang tak betah ke Juventus.

Skuad mereka praktis terlihat lemah dan tidak berimbang.

Mereka tak punya pelapis Calvert-Lewin yang berkualits, Salomon Rondon? Cuma striker tua yang kurang mumpuni; bermasalah di sektor pertahanan, karena Michael Keane, Ben Godfrey, dan Mason Holgate terseok-seok, sementara Yerry Mina terlalu sering absen; dan tidak punya sumber kreativitas dari lini tengah.

Benitez memang dikenal atas kemampuan melatihnya, kemampuan mengatur dan mempersiapkan sebuah klub, tetapi kemampuan tersebut tenggelam setelah mengawali kariernya dengan lumayan gemilang di Goodison Park dalam sebulan pertama.

Everton berada di peringkat ke-18 di kategori rata-rata penguasaan bola, dan ke-17 dalam hal total umpan. Mereka melakukan banyak tekel dan intersepsi, tetapi juga merupakan tim yang paling sering dilewati (dribbled past), dan terburuk ketiga dalam kategori merebut bola di sepertiga akhir. 

Ben Godfrey Everton GFXGetty/GOAL

Yang paling membuat suporter capek memang gaya bermain mereka.

Fans Everton, secara umum, adalah fans yang realistis. Mereka tidak punya harapan muluk-muluk seperti bersaing mendapatkan gelar EPL atau mencatatkan 20 kemenangan beruntun, tetapi mereka, seperti suporter-suporter lain, merindukan kesempatan untuk bermimpi, untuk berharap, dan ingin menikmati tim kesayangan mereka bermain.

Mereka justru cuma mendapatkan mimpi buruk, diberi harapan palsu, dipertontonkan sepakbola yang menjemukkan dan, seringkali, dipaksa bersabar melihat seonggok tim yang tidak mewakili sejarah dan nilai tradisi Everton.

Penunjukkan Benitez pun membuat fans Everton serasa ditampar bolak-balik. Pria 61 tahun itu selalu, dan akan selalu, diasosiasikan dengan Liverpool. Ia adalah pria yang memenangkan Liga Champions di Anfield, dan sosok yang pernah menyebut Everton sebagai klub kecil. Tidak perlu belajar fisika kuantum untuk memprediksi bahwa perkawinan antara Benitez dan Everton akan berujung petaka.

"Tahun lalu, hubungan antara fans dan pemain tidak bagus," ujar Benitez, Minggu (28/11) kemarin. "Awal musim ini, hubungan mereka fantastis. Hubungan ini harus dibangkitkan, fans mengharapkan para pemain untuk memberikan segalanya, dan memenangkan pertandingan."

Kamis dini hari nanti tentu bisa jadi awal yang baik. Everton mampu mengalahkan Liverpool saat terakhir kali keduanya bertemu Februari lalu, dan belum kalah di derbi Merseyside yang digelar di Goodison Park dalam nyaris lima tahun. Tetapi penampilan Everton belakangan terlalu mengenaskan, apalagi Liverpool sedang sangar-sangarnya, mencetak rata-rata tiga gol per pertandingan musim ini.

Pesimisme akan mewarnai wajah suporter Everton, tetapi fans Liverpool yang gugup juga tidak sedikit, karena derbi Merseyside selalu saja menjadi laga yang canggung.

Namun hasil tak bisa bohong. Liverpool mempermalukan Manchester United bulan lalu, dan para Evertonian tak bisa menyembunyikan ketakutannya bernasib serupa jika pasukan Jurgen Klopp mencetak gol cepat, mengingat betapa mindernya penampilan The Toffees dan pendukung tuan rumah yang sedang galau.

Jika itu terjadi, jangan kaget kalau nama Benitez bergema lantang di Goodison Park.

Dan, kita bisa memprediksi Everton akan segera dikepalai manajer baru.

Iklan