Carlo Ancelotti sudah terbiasa dengan anggapan 'spesialis turnamen'. Dia sendiri berkelakar dalam autobiografinya dengan mengatakan 'Saya Memilih Piala'.
Sekarang situasinya berbeda. Ancelotti lebih sering dihubungkan dengan air mata perpisahan.
Ketika CEO Bayern Munich Karl-Heinz Rummenigge membebaskannya dari tugas sebagai pelatih kepala pada 2017, dia dikejutkan oleh reaksi Ancelotti.
"Tidak apa-apa," ujar mantan gelandang AC Milan tersebut. "Kamu bukan lagi bos saya, tetapi kita masih berteman."
"Saya menangis," aku Rummenigge.
Banjir air mata juga terjadi di Castel Volturno ketika Ancelotti dipecat Napoli pada awal bulan ini.
Menurut Corriere dello Sport, staf pelatih, asisten - dan anaknya - Davide, wakil presiden klub Edoardo De Laurentiis dan bahkan sejumlah pemain meneteskan air mata.
Di luar, kalangan suporter marah besar terhadap keputusan klub melepas Ancelotti. Bagaimanapun Ancelotti adalah salah satu pelatih yang paling dihormati dan sukses di sepakbola.
"Pemecatan Ancelotti adalah sebuah kekalahan," tulis aktor Gomorrah dan fan Napoli Salvatore Esposito. "Kekalahan besar klub, pelatih dan pemain, tidak peduli hasilnya. Kehormatan untuk sosok hebat dan pelatih besar."
Getty ImagesSiapapun yang pernah bekerja atau berurusan dengan Ancelotti pasti punya pandangan serupa. Ancelotti pintar dan bermartabat.
Mantan kapten AC Milan Paolo Maldini pernah mengungkap bagaimana Ancelotti sering bercanda sebelum laga final besar untuk menurunkan tensi di kamar ganti.
Tetapi belakangan ini status Ancelotti sebagai pelatih hebat masih jadi perdebatan.
Tiga kali juara Liga Champions tersebut dipandang piawai menghadapi pemain. Sikapnya yang kalem bisa menangani dan mempersatukan tim.
Dia memberikan kebebasan untuk mendapatkan dukungan. Kesetiaan berbuah kepercayaan. Terkait ini, dia mengajarkan segala yang dia ketahui kepada Zinedine Zidane.
Pendekatan hangat dan kekuatan diplomasi yang dimiliki Ancelotti membuatnya berhasil. Dia tidak pernah keropetan meski harus bekerja dengan sejumlah pemain temperamental dan harus berhadapan dengan pemilik klub yang begitu menuntun.
Acenlotti punya dua gelar Liga Champions ketika bekerja untuk Silvio Berlusconi di AC Milan. Memberikan gelar ganda untuk Roman Abramovich di Chelsea. Dia juga mempersembahkan gelar pertama Ligue 1 Prancis untuk pemilik Paris Saint-Germain adal Qatar, kemudian La Decima untuk Florentino Perez.
Getty ImagesSungguh sebuah pencapaian luar biasa, bukti dari kekuatan komunikasi dan kemampuan beradaptasi terhadap sejumlah tantangan unik di negara berbeda.
Itu juga yang menjadi dasar mengapa Everton dikabarkan bersedia menjadikan Ancelotti sebagai pelatih dengan gaji terbesar ketiga di Liga Primer setelah Jose Mourinho dan Pep Guardiola.
Pemilik Toffees Farhad Moshiri sudah lama mencari manajer dengan reputasi tinggi untuk mengubah timnya menjadi pemain besar di Liga Primer.
Nama Ancelotti memang mentereng tetapi apakh dia cocok untuk pekerjaan Everton? Dengan penuh rasa hormat, Everton akan menjadi klub terkecil yang pernah dilatih Ancelotti sejak dia memulai karier di Reggiana pada 1995.
Ancelotti mengambil alih Parma pada 1996 namun ketika itu tim Italia tersebut berstatus sebagai salah satu tim terkuat di Eropa.
Juventus, Milan, Chelsea, PSG, Bayern Munich, Real Madrid dan Napoli punya segudang masalah ketika Ancelotti datang tetapi mereka tetap tampil secara reguler di kompetisi Eropa. Tim-tim yang disebutkan itu juga jauh lebih kaya raya dan sukses ketimbang Everton.
Ancelotti dijanjikan mendapat suntikan dana besar untuk menambah kualitas tim, tetap sejatinya andai Everton mampu menghindari degradasi, mendatangkan pemain dengan bakat hebat ke Goodison Park tanpa godaan tampil di Liga Champions adalah pekerjaa sulit.
Everton akan menjadi tantangan terkeras kemampuan Ancelotti tetapi datang di waktu sang pelatih memperlihatkan sejumlah kelemahan.
Getty ImagesAncelotti merajai Bundesliga Jerman di musim perdananya bersama Bayern pada 2016/17, namun dia dipecat tidak lama setelah musim kedua bergulir. Dia kehilangan dukungan dari sejumlah pemain penting di kamar ganti.
Pemain yang sebelumnya menyambut gembira pendekatan kalem Ancelotti, dengan cepat merindukan tuntutan yang biasa diminta oleh Guardiola.
Rummenigge mungkin merasa kecewa ketika melepas kepergiaan Ancelotti namun dia tidak punya pilihan lain. Situasi serupa terjadi di Napoli.
Terkait itu, para pemain Napoli tidak berbalik melawan Ancelotti. Tetapi De Laurentiis yang menilai pelatih berusia 60 tersebut tidak bisa mengendalikan skuad setelah Lorenzo Insigne dan rombongannya mengabaikan perintah sang presiden untuk melakukan ritiro tidak lama setelah mereka ditahan imbang RB Salzburg di Liga Champions bulan lalu.
De Laurentiis merasa Ancelotti terlalu lunak terhadap para pemain dan penilaian ini diungkap terbuka kepada publik dan sang presiden menganggap pemberontakan itu merupakan kesalahan Ancelotti. Maka sekarang tidak lagi mengherankan, mengapa sosok yang lebih 'kuat' Gennaro Gattuso yang didatangkan.
Apakah keputusan itu tepat atau tidak, De Laurentiis telah mengambil sikap. Ancelotti yang berhasil membawa Napoli ke babak 16 besar Liga Champions dilengserkan.
Ketika itu Ancelotti bertanya, "Kamu yakin?". De Laurentiis tidak punya keraguan, lagipula Napoli memang sedang menurun.
Musim lalu mereka berada di peringkat dua klasemen Serie A namun keraguan De Laurentiis terhadap Ancelotti dimulai ketika mereka kalah agregat 3-0 dari Arsenal di babak 16 besar Liga Europa.

Ketika itu De Laurentiis masih bersedia memberi dukungan pada Ancelotti di bursa transfer musim panas. Dia memberikan skuad yang diakui sendiri oleh Ancelotti mampu menjegal Juventus menuju tangga juara.
Jadi cukup mengejutkan jika melihat Napoli berada di peringkat ketujuh setelah 15 giornata berlalu. Ketika itu Partenopei gagal menang di tujuh pertandingan Serie A sebelumnya. Cukup pantas juga untuk disebutkan Ancelotti telah mencatat rerata poin terendah (1,89) sejak bersama Parma (1,76).
Meski demikian nama Ancelotti sebagai sosok dan pelatih hebat di Italia dan Inggris masih berkibar.
Tetapi dia biasa mengukir prestasi bersama tim-tim papan atas. Sekarang Everton ada di papan bawah. Lebih jauh lagi Ancelotti dikenal bukan manajer yang gemar menggeluti proyek jangka lama. Dia tidak pernah menghabiskan lebih dari dua musim di sebuah klub selama satu dekade ini.
Dengan demikian terlihat sudah, Everton adalah risiko besar bagi Ancelotti di tahap kariernya sekarang. Sementara bagi Everton, Ancelotti adalah perjudian yang mahal.
Jadi jangan terkejut jika perpaduan Ancelotti dan Everton akan berakhir dengan air mata lagi.
