Casemiro Real Madrid Getty Images

Dipermalukan Dalam El Clasico, Real Madrid Butuh Lebih Dari Kylian Mbappe

"Di mana Lionel Messi?" teriak para pendukung Real Madrid penuh percaya diri di luar Stadion Santiago Bernabeu, sebelum laga El Clasico kontra Barcelona dimulai, Senin (21/3) dini hari WIB.

Kepercayaan diri fans tersebut muncul lantaran Real Madrid mampu menyingkirkan Paris Saint-Germain (PSG) yang diperkuat Messi dengan aggregat 3-2, di babak 16 besar Liga Champions. Mereka yakin klub kesayangan bisa menang mudah atas Barcelona.

Namun, fans yang yakin Real Madrid dapat menang mudah dalam El Clasico tidak jadi kenyataan. Barcelona tampil trengginas dan seolah mengajarkan para pemain Los Blancos bermain sepakbola pada laga tersebut.

Fans bertanya-tanya daya magis Luca Modric tidak keluar di laga tersebut. Absennya penyerang andalan Karim Benzema akibat cedera membuat lini serang Real Madrid tumpul.

Pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti menempatkan Modric di ujung lini tengah dengan penyerang Vinicius Junior dan Rodrygo yang bermain melebar. Pemain asal Kroasia tersebut terlihat dijadikan false nine.

Strategi yang diterapkan Ancelotti tidak tepat. Barcelona bisa dengan mudah menjinakkan setiap serangan yang dibangun dan mengacak-acak pertahanan Real Madrid.

Real Madrid boleh saja memenangkan gelar LaLiga Spanyol musim ini karena unggul sembilan poin atas Sevilla yang berada di posisi kedua. Akan tetapi, kekalahan empat gol tanpa balas dari Barcelona, menguak kelemahan El Real.

Penampilan Real Madrid ketika melawan Barcelona sama seperti menghadapi PSG di babak 16 besar Liga Champions. Bedanya, ada Benzema yang mencetak hat-trick ke gawang klub asal Prancis tersebut.

Memang kehebatan Benzema mencetak gol lawan tidak perlu diragukan. Akan tetapi, penyerang berusia 34 tahun tersebut dapat membobol gawang PSG tiga kali karena kesalahan kiper Gianluigi Donnarumma dan diperburuk oleh kerapuhan mental pemain lawan.

Sebetulnya, Real Madrid membutuhkan perubahan besar sejak dikalahkan Chelsea pada semi-final Liga Champions musim lalu. Namun, tidak dilakukan karena Ancelotti membawa dampak positif saat awal kedatangannya.

Balik lagi ke duel El Clasico, pendukung Real Madrid keluar Stadion Santiago Bernabeu dengan wajah muram. Sedangkan, suporter Barcelona meninggalkan tempat tersebut sambil membusungkan dada.

“Saya sangat menyesal dan saya sangat sedih,” kata Ancelotti usai kekalahan telak dari Barcelona.

Barcelona boleh saja kehilangan Messi yang merupakan ikon dan pemain terbaik klub. Hanya saja, masuknya Xavi Hernandez yang membangun ulang kekuatan Blaugrana dengan dana terbatas membuat perginya bintang Argentina tersebut tidak begitu terasa.

Kunci Barcelona tetap tampil oke karena tidak mengandalkan satu atau dua pemain bintang saja. El Barca bermain secara kolektivitas sehingga beban dipikul secara bersama-sama.

Sebaliknya Real Madrid, adalah tim oportunis yang tidak tampil menyerang dengan caranya sendiri di pertandingan besar dan menanti kesalahan lawan. Cara tersebut ampuh saat melawan PSG, tetapi tidak untuk menghadapi Barcelona.

Kehilangan satu pemain seperti Benzema atau kesalahan dalam menempatkan Modric, membuat permainan Real Madrid kacau di El Clasico. Persoalan tersebut yang mesti dibenahi.

“Kami harus membicarakan taktik secara internal. Itu tidak berhasil, apa yang kami lakukan sejak awal pertandingan, atau di babak kedua. Mereka memiliki peluang. Hasilnya bisa jauh lebih buruk," kata kiper Real Madrid Thibaut Courtois.

Kedatangan PSG Kylian Mbappe pada musim panas ini, bukan satu-satunya solusi. Real Madrid harus memperhatikan posisi lainnya agar tetap bisa bersaing.

Gelandang Fede Valverde dan Eduardo Camavinga perlu diberi lebih banyak kesempatan. Modric tak bisa selamanya diandalkan mengingat usianya sudah 36 tahun.

Performa Benzema masih mantap. Akan tetapi, situasi tersebut mungkin tidak berjalan lama karena eks Lyon tersebut karena pada musim depan umurnya 35 tahun.

Belum lagi penurunan kualitas Dani Carvajal. Sementara Lucas Vazquez yang diharapkan menjadi pengganti Achraf Hakimi yang dijual ke Inter Milan pada 2020, juga tak kunjung bersinar.

Pemilihan Ancelotti menjadi juru latih Real Madrid terasa mengejutkan. Terlepas dari dominasinya yang membawa anak asuhnya kokoh di pucuk klasemen LaLiga musim ini, karena kariernya biasa saja saat membesut Everton pada musim lalu.

Ancelotti sebelumnya tidak menunjukkan banyak variasi taktik, lebih memilih untuk tetap pada 4-3-3. Ia kemudian mengambil pendekatan yang berbeda melawan Barcelona yang berakhir tragis.

Real Madrid membutuhkan pelatih yang mampu melakukan pertarungan dengan Xavi. Misalhnya Jose Mourinho atau Jurgen Klopp untuk menyamai potensi Barcelona.

Iklan

ENJOYED THIS STORY?

Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

0