Barcelona, Juventus, Manchester City, Real Madrid. Itu hanya sebagian klub raksasa yang ingin merekrut Hachim Mastour ketika usianya masih 14.
Talenta muda itu dengan cepat menjadi sensasi di YouTube, hingga AC Milan tertarik merekrutnya pada 2012 seharga €500.000. Dua tahun kemudian pelatih AC Milan Clarence Seedorf memanggilnya bergabung ke tim senior dan dia duduk di bangku cadangan di pertandingan terakhir Serie A Italia musim 2013/14.
Tujuh tahun kemudian, karier sepakbola Mastour hancur lebur. Gelandang serang itu gagal menghadapi ketenarannya sendiri - harus berjuang melawan cedera dan sedikitnya waktu bermain yang diberikan tim.
Tiba di San Siro sebagai remaja di bawah sorotan besar, pemain berkebangsaan Maroko itu terjebak dalam putaran media karena semua orang ingin mendapatkan berita dari calon bintang sepakbola berikutnya itu.
Setelah unjuk kebolehan menggiring bola dengan cherry tak lama setelah diperkenalkan, Mastour dipaksa dewasa lebih cepat tapi dia memiliki kepercayaan diri untuk mengatasi itu semua.
“Karakteristik utama saya? Kontrol bola dan dribling. Saya melakukan hal-hal yang tidak dilakukan anak seumuran saya,” ujar Mastour pada Sky Sport setelah bergabung di Milan.
Meskipun skill yang dimilikinya sangat berbeda dengan pesepakbola seusianya, sang penyerang tetaplah seorang anak dan Milan menolak godaan untuk memberinya kesempatan bermain kompetitif bersama tim utama - sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Setelah pengalamannya menjadi penghangat bangku cadangan pada 2014, pemain berpostur 175cm ini dipinjamkan ke Malaga pada 2015 tetapi hanya mampu bermain selama lima menit karena tim La Liga itu terlihat hanya ingin memanfaatkan popularitasnya daripada kemampuan bermainnya di atas lapangan.
“Saya menyadari kehebohan media saat saya tiba di Milan, yang berujung pada perusahaan dan perantara lebih melihat saya sebagai kesempatan untuk mengumpulkan uang dari pada membantu saya berkembang ,” kata Mastour pada TuttoMercatoWeb.
“Ini menghambat perkembangan saya karena saya hanya ingin bermain. Sayangnya, harapan besar itu pada akhirnya membatasi waktu saya di lapangan, sesuatu yang sebenarnya paling saya minati."
GettyTahun berikutnya, Milan mengirimkan Mastour ke klub Eredivisie Belanda PEC Zwolle tetapi lagi, menit bermain sulit didapatkan karena Mastour hanya diberi kesempatan tampil sebanyak enam kali.
Kembali ke Italia, Mastour dimainkan secara sporadis untuk tim junior. Pada 2018 Mastour sempat mendapat teguran keras dari pelatih sekaligus legenda tim Gennaro Gatusso.
“Belakangan ini kami sering berbicara. Saya bahkan mengancamnya karena dia lebih dikenal sebagai pembuat video ketimbang bermain. Tetapi dia sudah menghentikan itu karena saya sudah mengatakan, jika itu terjadi saya akan merontokkan giginya!" seru Gattuso saat konferensi pers.
“Beberapa bulan terakhir dia berhasil mengingkatkan sejumlah hal di sesi latihan dan kami mengambil keputusan untuk membiarkannya bermain di Primavera."
"Waktu sudah berlalu, tetapi dia sekarang tidak berusia 50, dia masih 20 [pada Juni] dan saya pikir dia harus memperbaiki sejumlah kesalahan. Dia butuh bermain secara konsisten karena kami melihat kebugaran bermainnya berkurang. Tetapi saya memang melihat sejumlah peningkatan."
Peningkatan itu tidak cukup bagi Rossoneri yang membiarkannya pergi di akhir tahun ke salah satu klub Yunani, Lamia pada September 2018.
Setelah enam penampilan di awal musim, episode kontroversial terjadi ketika dia mengalami cedera sehingga terpaksa kembali ke Italia dan membayar perawatannya sendiri. Di kemudian hari, ayah Mastour mengklaim anaknya telah diabaikan oleh pihak klub.
Tidak heran, itu menjadi akhir karier sang pemain ajaib di Yunani dan meskipun dia sempat berlatih bersama Parma, sang pemain berstatus tanpa klub jelang bergulirnya musim 2019/20.
Jalan keluar akhirnya menghampiri pada Oktober ketika tim Serie C Reggina mencapai kesepakatan dengan Mastour namun sang pemain pada akhirnya gagal memberikan kontribusi besar karena hanya mencatat satu penampilan selama delapan menit di sepanjang musim.
Meskipun menjadi musim buruk bagi Mastour, Reggina berhasil menyegel promosi ke Serie B. Pemain yang kebintangannya meredup itu bersemangat untuk memutar peruntungan di kasta kedua sepakbola Italia.
“Saya sudah berlatih dengan klub sejak pra-musim. Saya menjalaninya dengan baik dan kami harus terus berada di trek ini,” ucap Mastour pada Agustus.
“Saya memiliki hubungan yang baik rekan setim yaitu, Jeremy Menez, kami pernah bersama di Milan dan di lapangan kami berbicara dengan bahasa yang sama. Saya ulangi, ini adalah tim yang bagus, kejuaraan memang berbeda, tetapi kondisi tim baik untuk menikmati musim yang hebat. Saya berharap mendapatkan tempat utama di tim, memikirkan permainan demi permainan."
Di musim berikutnya, Mastour lebih banyak mendapat kesempatan bermain di Serie B, namun penampilan tidak memuaskan membuatnya "dipaksa" kembali ke Serie C dengan klub meminjamkannya ke Carpi saat tengah musim.
Walaupun sempat menjadi sorotan media dalam nyaris satu dekade, Mastour baru berusia 23 dan masih punya kesempatan untuk berkembang, memperjuangkan kariernya yang meredup.
Melihat lagi ke belakang, dia menerima kepindahannya ke Milan mungkin sebuah kesalahan sambil berharap karier sepakbolanya masih berada di tahap awal.
“Begini, saya punya waktu hebat di Milan. Bagi saya Milan adalah keluarga. Tetapi mungkin, jika dipikir-pikir, pada usia 14 saya seharusnya memilih klub Eropa lainnya seperti Ajax, yang juga meminati saya dan membuat saya jauh dari sorotan Italia,” ujarnya.
“Saya tidak menyesal, hal itu membantu saya menjadikan diri saya sekarang dan seluruh pengalaman mengajarkan saya sesuatu. Untungnya saya masih muda dan saya masih bisa memberi bukti kemampuan."


