OLEH TEGAR PARAMARTHAIkuti di twitter
Didier Deschamps sempat dicemooh tidak lebih baik dari seorang "pengangkut air".
Itu adalah tugas kasar, seperti yang diisyaratkan Eric Cantona - dalam kalimat puitisnya yang unik - peran yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak memiliki bakat untuk melakukan hal lain.
Orang seperti Deschamps hanyalah pekerja kasar, kadet yang bertugas mengangkut barang laksamana, sementara laksamana seperti Cantono akan mengambil kemudi dan berlayar ke matahari tenggelam.
Tetapi kadet muda itu akan melihat matahari tenggelam dengan waktunya, merebahkan diri di geladak setelah pekerjaan keras melelahkan selama seharian penuh di bawah bintang-bintang. Bagaimanapun juga, seperti pepatah Prancis, Deschamps lahir di bawah "bonne etoile".
GettyLahir di Bayonne, barat daya Prancis, jenderal kecil itu bermain rugby saat masih muda sebelum pengaruhnya di sepakbola mulai menarik minat pemantau bakat lokal. Bahkan di usia muda, dia memiliki tekad kuat, kecerdasan taktik dan komitmen tinggi yang membuatnya tampak sangat berbeda dengan lainnya.
Deschamps menjadi yang pertama mengakui bahwa, bahkan pada usia muda, bukan talentanya saja yang membuat dia memiliki karir di lapangan hijau.
"Saya pikir Didier adalah contoh bagi pemain yang ingin sukses meskipun mereka tidak mendapatkan bakat spesial dari Tuhan," ujar mantan rekan setimnya di Chelsea dan timnas Prancis, Franck Leboeuf, kepada the Independent.
Dan Deschamps sepakat. "Saya tidak pernah menjadi pemain bertalenta seperti [Zinedine] Zidane, atau [Alessandro] Del Piero,” ujarnya kepada The Cambridge Student. “Jadi, saya mengkompensasi kekurangan itu dengan kerja keras yang ekstrem, dan membantu tim saya dengan cara apapun yang saya bisa."
GettySetelah mencuat di klub lokal pada daerah Basque, kerja keras Deschamps membawanya ke Nantes, di mana mentornya Jean-Claude Suaudeau memberinya debut di Ligue 1 pada 1985.
Dia kemudian mengoleksi lebih dari 100 caps Ligue 1 untuk klub sebelum keputusan besar pada 1989, ketika ia dilepas ke Marseille untuk bekerja sama dengan Cantona dan menjuarai dua gelar Ligue 1.
Deschamps melakoni 17 pertandingan liga pada musim debutnya di klub saat Marseille memberinya mahkota juara pertama kali. Pinjaman ke Bordeaux diikuti kemudian, tetapi Deschamps kembali pada 1991/92, hanya absen pada dua pertandingan liga saat Marseille kembali mengklaim gelar.
Di bagian dasar lini tengah, Deschamps krusial. Dia bertahan untuk mengangkat trofi juara Liga Champions pada musim berikutnya, menjadi kapten yang menumbangkan AC Milan asuhan Fabio Capello pada partai final.
GettySkandal pengaturan skor kemudian mengguncang klub dan sepakbola Prancis hingga ke akar-akarnya. Marseille tidak diizinkan mempertahankan gelar Eropa mereka dan pada 1994 mereka secara administratif terdegradasi ke Ligue 2.
Waktu Deschamps di Prancis berakhir. Dia menuju ke Italia untuk bergabung dengan Juventus pada tahun itu usai mengoleksi dua gelar Ligue 1 dan lebih dari 250 pertandingan liga.
Dia sudah lama menjalani debut bersama timnas dan akan mengambil peran pimpinan di sana, mengambil jabatan kapten dari Cantona, yang kemudian diyakini sebagai awal pertikaian keduanya.
Saat Cantona tidak pernah bermain untuk negaranya lagi, Deschamps mengapteni Les Bleus menjadi juara Piala Dunia 1998, sebelum meneruskannya dengan titel Euro 2000.
GettySosok sederhana dari Bayonne itu telah membawa air ke tanah yang dijanjikan. "Anda tidak bisa memiliki artis di setiap tempat," ujar Lebouf. "Anda membutuhkan pemain yang bekerja untuk pemain lain dan tidak ada yang melakukannya lebih baik dari Didier."
Kadet itu telah naik pangkat menjadi yang tertinggi. "1998 tidak diragukan lagi bukan hanya menjadi prestasi terbesar dalam karir saya, tetapi juga dalam kehidupan saya," ujar Deschamps, yang kini menjadi laksamana baru Prancis.


