Ronald Koeman Barcelona GFXGetty/Goal

Buang-Buang Waktu, Barcelona Harusnya Pecat Ronald Koeman Lebih Awal

Kapak, yang bergetar beberapa inci di atas leher Ronald Koeman selama berminggu-minggu, akhirnya jatuh pada Kamis (28/10), tepat saat Barcelona kembali kalah setelah malam yang suram di Madrid.

Presiden Joan Laporta membutuhkan momen itu untuk mengambil langkah tegas yang pada akhirnya memecat sang pelatih setelah Blaugrana kalah 1-0 dari Rayo Vallecano dan klub tercecer di urutan kesembilan La Liga setelah melewati 10 pertandingan.

Meski pun Barcelona kalah 2-1 dari rival bebuyutan mereka, Real Madrid di El Clasico akhir pekan lalu, performa suram melawan tim promosi tersebut justru yang menjadi titik terakhir Koeman.

Barcelona asuhan Koeman memiliki rekor buruk melawan tim papan atas, juga kalah di kedua Clasico musim lalu, serta tersingkir dari Liga Champions oleh Paris Saint-Germain, dan kalah dua dari tiga pertandingan melawan Atletico Madrid.

Kekalahan Liga Champions oleh Bayern Munich dan Benfica di fase grup musim ini membuat pelatih Belanda itu bak mayat hidup di Camp Nou, dan dengan tim yang terus keteteran membuat Laporta pada akhirnya tak kuasa untuk terus mempertahankannya.

Koeman berdalih bahwa rekor buruknya melawan tim-tim kuat karena Barcelona tidak bisa bersaing, mereka lemah baik di atas kertas mau pun lapangan, namun perlahan membaik. Tapi perbaikan itu sulit dilihat, jikalau ada. Bahkan melawan tim-tim kecil, Barca juga kewalahan.

Ada alasan jika Anda kalah melawan klub-klub elite. Tapi tidak untuk hasil imbang lawan Cadiz atau kalah dari Rayo. Apa pun alasannya tidak bisa diterima.

Sang pelatih menyalahkan "efisiensi" para pemain di depan gawang pada beberapa kesempatan, menyesali bahwa lawan berhasil memaksimalkan peluang mereka sementara Barca tidak. Ia kadang-kadang benar, namun sebagian besar performa tim tidaklah memuaskan, tanpa tujuan dan justru memperpuruk diri sendiri.

Koeman mengecewakan para penggemar dengan menempatkan Ronald Araujo dan Gerard Pique di depan melawan Granada, secara konsisten gagal meningkatkan performa tim dengan pergantian pemainnya, dan jarang bisa bangkit ketika tertinggal. Akhir-akhir ini, Barcelona sering tertinggal. Mereka kebobolan pada tembakan tepat sasaran pertama yang dihadapi dalam lima dari enam pertandingan terakhir mereka.

Koeman meninggalkan Barca dengan sebuah persembahan trofi Copa del Rey, namun semestinya juga bisa menjuarai La Liga. Dengan Lionel Messi dalam performa terbaiknya, Barcelona berkembang pesat di bulan-bulan awal 2021 dan bisa saja naik ke puncak liga dengan kemenangan melawan Granada pada bulan April, tetapi entah kenapa harus kalah di kandang.

Rasanya seperti menunggu waktu untuk berpisah pada musim panas ini, tapi Laporta mengulur waktu. Di tengah laporan yang mengklaim bahwa ia tidak memercayai pelatih asal Belanda itu, Laporta mengatakan kepada Koeman bahwa ia butuh dua pekan untuk memikirkan masa depannya.

Secara efektif, Laporta mengatakan kepadanya bahwa jika ia bisa menemukan pengganti yang lebih baik dalam dua minggu, maka waktu Koeman sudah habis. Itu adalah cara yang buruk dan bodoh untuk mengambil sebuah keputusan, yang menggambarkan kurangnya visi jangka panjang sang presiden.

Koeman juga menjadi tameng bagi Laporta. Setiap kritikan akan menuju langsung kepada sang pelatih hingga memberikan waktu bagi Laporta untuk membenahi beberapa kekurangan klub di bidang lainnya. Namun hubungan tidak baik di antara mereka memperburuk suasana di Barcelona.

Jika sang presiden tidak percaya pada pelatihnya, mengapa tidak dengan para pemain? Mereka tahu ia bukan orang yang bisa memimpin mereka menuju kejayaan. Mungkin karena menghormati reputasinya sebagai pemain, legenda klub. Mereka masih bergerak ke arah yang sama, meski tidak sepenuhnya.

Setiap kekalahan atau penampilan suram membuat pendukung dan media menyalahkan Koeman. Bahkan mantan pemain depan Barcelona, Luis Suarez, yang sekarang di Atletico, mengatakan sang pelatih menghancurkan klub.

Laporta mencoba untuk menyelesaikan situasi beberapa minggu lalu, bersikeras mempertahankan Koeman, terlepas dari hasil Barca melawan Atletico di Wanda Metropolitano, tapi itu tidak berlangsung lama. Kenyataan pahit memaksanya untuk bertindak pada akhirnya, dengan membuang waktu selama berbulan-bulan.

Semua penyakit yang dialami Barcelona bukan serta merta karena Koeman. Banyak faktornya. Krisis finansial adalah kesalahan manajemen lama dan pandemi COVID-19. Mereka hanya bisa mendatangkan pemain gratis musim panas ini. Kepergian Messi juga menambah luka.

Ada luka di atas luka; Ansu Fati, Ousmane Dembele, Pedri dan Araujo, antara lainnya yang mengalami cedera. Barcelona sakit, dan itu bukan salah Koeman, tapi ia menyiram bensin ke api yang sedang membakar klub.

Para pemain tidak berkembang dan mengalami kemajuan. Frenkie de Jong mengalami kemunduran musim ini, Memphis Depay tampak tidak berkembang.

Riqui Puig telah diabaikan di bangku cadangan sejak awal era Koeman, setelah sang pelatih mengatakannya digembar-gemborkan oleh media. Tak seorang pun yang menyaksikan Philippe Coutinho tampak lesu lawan Rayo, atau dalam 99 pertandingan sebelumnya hingga banyak yang bertanya mengapa ia jarang diberi kesempatan tampil.

Beberapa pemain lain, termasuk Miralem Pjanic, berselisih dengan sang pelatih, sementara para penggawa senior tidak suka dengan caranya sering menyalahkan skuad dan tidak bertanggung jawab.

Beberapa komentar Koeman juga merugikan dirinya sendiri, mengatakan bahwa target empat besar adalah tujuan di kancah domestik dan butuh keajaiban untuk berjaya di Eropa. Kepercayaan diri dan moral pemain pun runtuh.

Semakin lama, semakin besar peluang pemain seperti De Jong ingin pergi untuk menemukan kesuksesan di tempat lain; semakin besar peluang untuk gagal lolos ke Liga Champions musim depan, yang akan menjadi pukulan telak bagi Laporta yang hendak membenahi klub dari segi finansial mau pun prestasi.

Jadi, pada akhirnya, pemecatan telah terjadi dan Barcelona akan kembali berjudi memilih pelatih. Pelatih baru mereka, kemungkinan besar Xavi Hernandez, akan menemukan banyak masalah serupa yang masih ada di Camp Nou, namun tidak seharusnya mengikuti jejak buruk yang ditinggalkan oleh Koeman.

Iklan

ENJOYED THIS STORY?

Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

0