Andriy Voronin Liverpool Premier League 2007Getty/GOAL

Andriy Voronin: Eks Striker Liverpool Yang Mundur Dari Dynamo Moscow Pasca-Invasi Rusia Ke Ukraina

Di tengah ramai konflik yang melibatkan negara asalnya, Ukraina, menyusul invasi Rusia, Andriy Voronin mengambil tindakan tegas. Ia mengundurkan diri dari perannya sebagai asisten manajer di klub Liga Primer Rusia, Dynamo Moscow.

"Saya tidak bisa lagi bekerja di negara yang membombardir tanah air saya," ucap Voronin kepada Bild.

"Hentikan aksi Putin keparat itu, bantu para pengungsi, dan kirim senjata agar kami bisa membela diri,” tutur pria yang tidak lagi gondrong itu.

“Saya sangat bangga dengan negara kami. Kami memiliki kota-kota yang indah dan orang-orang hebat. Kami akan terus berjuang dan kami akan menang, tapi harus dibayar mahal,” kata dia.

"Semua yang gugur… kita hidup di 2022 dan bukan pada Perang Dunia II,” imbuhnya.

Voronin dan keluarganya terpaksa meninggalkan Moskow, berhasil mendapatkan penerbangan tepat waktu, dan mereka sekarang aman di Dusseldorf, Jerman.

Ini adalah skenario yang jauh dari karier sepakbola salah satu pemain terbaik Ukraina abad ini, yang juga tampil sebagai mesin gol Bundesliga, kendati gagal di Liga Primer Inggris bersama Liverpool.

Voronin lahir di Odessa, Ukraina tapi pindah ke Jerman saat remaja untuk bergabung dengan akademi Borussia Monchengladbach.

Kala itu, pria berusia 42 tahun tersebut mampu menembus tim utama Gladbach dan melakoni debut profesional melawan Bayern Munich di Bundesliga pada 1997, meski ia hanya tampil dalam beberapa laga setelah itu dan dilepas ke Mainz.

Di Mainz, karier Voronin melesat. Ia adalah topskor 2.Bundesliga edisi 2002/03. Pencapaian individu tersebut membuatnya mendapatkan panggilan pertama ke timnas Ukraina dan diminati klub-klub kasta teratas Liga Jerman.

Voronin pernah membela Koln dan kemudian Bayer Leverkusen. Ia juga menjadi pilar timnas Ukraina ketika mencapai perempat-final Piala Dunia 2006 pada debut turnamen besar mereka.

Andriy Voronin 2006 World Cup GFXGetty/GOAL

Pada Februari 2007, dengan sisa enam bulan kontrak di Leverkusen, Liverpool mengumumkan telah menyepakati prakontrak dengan Voronin dan mendatangkannya dengan status bebas transfer pada musim panas itu.

Manajer The Reds saat itu, Rafa Benitez, tampak antusias setelah peresmian sang pemain.

”Dia pintar, memiliki visi permainan yang hebat, dan memberi kami lebih banyak opsi dalam serangan,” ucap Benitez.

"Dia bisa bermain di belakang striker, dengan peran bebas, atau menyerang dari sisi sayap,” tambahnya.

Karier Voronin di Anfield terbilang dimulai dengan cukup cerah. Ia mencetak gol pada pertandingan kedua dan ketiganya di Liga Primer, masing-masing dalam kemenangan atas Sunderland dan Derby County.

Andriy Voronin Liverpool GFXGetty/GOAL

Namun, cedera pergelangan kaki di Januari menghambat adaptasinya dan ia mulai kehilangan kepercayaan diri.

Alih-alih bermain sebagai predator kotak penalti seperti di Jerman, Voronin kerap ditemui turun jauh ke lini tengah untuk mencari bola, frustrasi untuk tampil mengesankan, dan lebih menghalangi tim ketimbang membantu dengan tidak memberikan titik fokus dalam dimensi serangan.

Voronin berjuang keras untuk bertahan di Inggris, termasuk hambatan bahasa – atau lebih khusus lagi, hambatan aksen.

"Scouse [aksen bahasa penduduk Liverpool]. Saya hampir tidak mengerti apa-apa, karena bahasa Inggris saya tidak bagus. Ketika [Jamie] Carragher dan [Steven] Gerrard berbicara, saya meminta mereka untuk mengulanginya dalam bahasa Inggris,” tutur Voronin kepada GOAL pada Juni 2021.

“Sebagai kota, Liverpool tidak cocok untuk saya, meski memiliki banyak sejarah untuk ditawarkan, seperti The Beatles. Ayah saya adalah fans berat band mereka. Ketika saya bilang kepadanya bahwa saya telah dikontrak Liverpool, dia mulai menangis,” ujar pemain Merseyside Merah periode 2007–2010 itu.

"Saya juga tidak bisa mengatasi cuaca dan ritme permainan tanpa istirahat musim dingin. Saya hanya bepergian, bermain, dan itu terasa sangat melelahkan,” imbuhnya.

Semusim berselang, Voronin langsung dipinjamkan ke Hertha Berlin, dan kepindahan itu akhirnya menjadi permanen pada Januari 2010. Tercatat, ia hanya melakoni 40 penampilan untuk Liverpool dalam durasi dua setengah tahun.

"Di Inggris, itu seperti pembantaian,” kata Voronin kepada Daily Mail pada 2010.

“Jika dalam sebuah pertandingan salah satu pemain tidak berdarah, tidak ada benturan kepala, atau kehilangan kakinya, para fans merasa dicurangi – permainan itu gagal.”

“Kecepatan permainan yang gila dari menit pertama hingga peluit akhir: dedikasi penuh, atmosfer luar biasa di stadion.”

"Tapi, taktik kebanyakan tim sangat sederhana: lepas umpan sejauh 50 yard [46 meter] dan kemudian bergegas ke gawang lawan untuk mencetak gol,” pungkasnya.

Gagal di Liverpool, Voronin lalu dilepas ke Dynamo Moscow, klub yang akhirnya jadi tempat ia menutup karier dan mengambil peran kepelatihan. Sayang, aksi militer Rusia di Ukraina memaksanya menanggalkan jabatan sebagai asisten pelatih yang diemban sejak 2020.

Iklan