Total Defender: Matthijs De Ligt Tak Buru-Buru Gabung Barcelona
Pemain berusia 18 tahun itu finis di urutan keempat di NxGn 2018 dan ia sudah dikait-kaitkan dengan sejumlah klub besar Eropa.
Ketika menyaksikan gerakan Matthijs de Ligt di sekitar Johan Cruyff Arena, mudah melupakan kalau bek berkelas itu baru berusia 18 tahun.
"Ia terlihat seperti sudah melakukan ini selama enam atau tujuh tahun," ujar CEO Ajax Edwin van der Sar secara antusias dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Goal.
"Matthijs sangat dewasa di usianya; ia punya fisik seperti usia 24 tahun."
"Ia juga kuat dengan kedua kakinya, punya tingkat passing yang sangat bagus, bisa menyundul bola, mencetak gol, dan sudah menjadi pemimpin yang sejati di barisan belakang di usia 18 tahun.'
"Ia masuk ke tim pertama pada tahun lalu dan tidak pernah terlihat mundur."
Bahkan, meski usianya masih muda, centre-back dengan tinggi 188 cm ini sudah masuk tim pertama yang reguler, runner-up Liga Europa, dan memperkuat tim nasional Belanda. Tidak mengherankan, kemudian, kalau De Ligt merupakan salah satu pemain paling didambakan di Eropa.
Ketika barisan penyerang Ajax yang terdiri Justin Kluivert, David Neres, dan Hakim Ziyech sering mendapat perhatian dari media di Amsterdam, kelas De Ligt, yang mengesankan dan kecenderungan untuk mendorong dirinya terus beraksi membuat dia sama menariknya.
Ditempatkan bersama Davinson Sanchez yang sangat solid, De Ligt memainkan peran yang penting dalam jalan Ajax mencapai final Liga Europa pada tahun lalu, namun penjualan partner-nya di bek tengah senilai €40 juta ke Tottenham membuat tanggung jawab yang lebih besar berada di pundaknya yang masih muda pada musim ini.
Ia mampu mengatasinya secara nyaman, meski dengan tekanan tambahan, bahkan membuat dirinya sebagai karakter kunci di lapangan juga.
"Matthijs merupakan salah satu pemain yang membuat perbedaan di ruang ganti," ujar rekannya, Max Wober.
"Sesaat sebelum pertandingan, ia turun ke lantai dan memastikan semua orang sangat tajam dan ingin semuanya masuk."
Keterampilan kepemimpinannya menjadi lebih penting setelah gelandang Frenkie de Jong dipindahkan untuk kembali bermain di sampingnya jelang berakhirnya 2017. Ia telah membuat transisi rekannya lebih lancar dari yang bisa dibayangkan siapa pun.
Ditambah, De Ligt sama mahirnya memimpin dengan tindakan seperti halnya dengan kata-kata. Ia menggunakan kekuatan fisiknya untuk menjauhkan para striker dari bola dan tidak pernah mundur ke belakang ketika ia perlu maju untuk mengambil bola secara bersih dari lawannya.
Ia sesekali dapat diminta untuk keluar dari posisinya, tapi tidak ada keraguan bahwa kesadaran spasialnya akan meningkatkan pengalamannya.
Sementara itu, terhadap bola; ia selalu tenang dan rapi, membantu Ajax mensirkulasikan penguasaan dengan cepat dan efektif. De Ligt selalu mengambil rute yang aman dalam mengirimkan bola ke samping, tapi ia senang untuk maju menyerang dan bergabung dalam barisan serangan setiap kali ada kesempatan.
Singkatnya, remaja ini berkembang menjadi bek yang serba bisa.
"De Light punya segalanya," ujar mantan pelatih Ajax, Frank de Boer. "Ia nyaris bertahan sendirian."
"Ia ada di mana-mana, tapi ia bisa maju di waktu yang tepat. Saya sangat suka menyaksikan dia."
Saudara de Boer, Ronald, legenda Ajax lainnya, sama kagumnya dengan potensi luar biasa yang dimiliki De Ligt.
"Hal sangat besar tentang Matthijs adalah superioritas alaminya," ujar mantan bintang Barcelona itu. "Meski baru berusia 18 tahun, ia sudah sibuk dengan orang-orang di sekitar dia."
"Sebagian besar anak di usianya belum mencapai sejauh itu. Perkembangan yang dilalui Matthijs luar biasa."
De Ligt berhati-hati untuk memastikan dirinya mengembangkan cara yang benar juga.
Dalam latihan, ia telah berusaha untuk memastikan kecepatannya tidak menderita sebagai konsekuensi dari kerja kekuatan ekstra, belajar bagaimana bergerak dengan lebih efisien dan mengambil langkah yang jauh lebih besar untuk membuat kekuatannya dalam penggunaan yang bagus dalam berlari. Meningkatkan kelincahannya masuk ke dalam daftar yang harus dilakukan berikutnya.
Ia mungkin berkembang dengan cepat secara fisik, tapi De Ligt juga membuktikan dirinya juga kuat secara mental.
Mendapat panggilan pertamanya di tim nasional di usia 17 tahun merupakan kesempatan yang menggembirakan untuk penduduk asli Leiderdorp, tapi pelatih Danny Blind mengangkat sedikit alisnya ketika ia memilih memasang De Ligt sebagai starter di pertandingan kualifikasi Piala Dunia yang harus dimenangkan lawan Bulgaria.
Debut impiannya justru turun menjadi sesuatu yang keluar dari tragedi Belanda, dengan sang anak muda digantikan di jeda pertandingan setelah mimpi buruk babak pertama, di mana ia berkontribusi pada konsesi dua gol yang menghasilkan kekalahan yang mengakhiri kepelatihan Blind.
Meski begitu, De Ligt sudah melupakan pengalaman traumatik itu karena ia terus menunjukkan ketahanan dan kematangan sebagai pemain yang ditakdirkan untuk berada di level yang sangat tinggi.
Bahkan, pada Senin (26/3) lalu, ia mengkreasi dua assist saat Belanda menang 3-0 atas Portugal, sementara pada saat yang sama ia memainkan perannya dalam kegagalan Cristiano Ronaldo melepaskan satu pun shot on target untuk pertama kali pada musim ini.
Barcelona dan Bayern Munich kini memantau dirinya dari dekat, tapi tidak memiliki rencana untuk meninggalkan Amsterdam dengan begitu cepat setelah memperpanjang kontraknya hingga 2021.
Ia bahagia menjadi bagian dari tim Ajax yang, berada di bawah pelatih baru Erik ten Hag, yakin akan mencapai hal-hal yang hebat dengan generasi talenta remaja yang paling cemerlang dalam dua dekade ini.
Tentunya, tidak perlu buru-buru bagi De Ligt untuk pindah. Bagaimanapun, ia masih 18 tahun, tetapi memang kadang-kadang fakta tersebut mudah terlupakan.
