Tegar Paramartha
Memasukkan Joko Driyono sebagai Superman bukan hal yang sulit. Pria kelahiran Ngawi itu memang bisa dibilang sudah menjadi sosok 'super' di kancah sepakbola nasional. Pengalaman dan tangan dinginnya dalam memutar roda kompetisi di seluruh penjuru negeri telah menjadi santapannya setiap tahun, sehingga sulit untuk menggulirkan kompetisi nasional tanpa melibatkan dirinya.
Contoh terbaik adalah ketika terjadi dualisme kompetisi antara Liga Primer Indonesia dan Indonesia Super League pada 2011 lalu. Ketika itu, LPI yang dibiayai taipan Arifin Panigoro kalah pamor dengan ISL yang dikreasikan oleh Joko Driyono. Masalah Keruwetan jadwal bertanding yang sangat fatal tidak bisa dihindarkan LPI yang ketika itu berstatus breakaway-league. Belum lagi masalah non-teknis lainnya yang mewarnai kompetisi yang cuma berjalan setengah musim itu.
Tidak ada lagi yang cocok untuk menjadi Wonder Woman Justice Liga 1 daripada Ratu Tisha. Wanita yang baru berusia 31 tahun ini sudah memiliki segudang pengalaman dalam mengurus sepakbola, mulai menjadi manajer PS ITB, menjadi co-founder penyedia statistik LabBola, lulusan program FIFA Master 2013, menjadi Direktur Kompetisi dan Regulasi Indonesia Soccer Championship (ISC) hingga menjadi Sekjen PSSI wanita pertama. Dengan banyaknya prestasi dan pengalaman yang ia miliki, sosok lulusan jurusan matematika ini akan menjadi aset yang sangat berharga bagi sepakbola nasional ke depannya.