Syarifuddin Ayah Egy Maulana VikriDoni Ahmad

Kisah Ayah Egy Maulana Vikri, Cita-Cita Tertunda Yang Diwujudkan Sang Anak


LIPUTAN   DONI AHMAD     DARI   MEDAN   

Sebuah kedai kelontong sederhana di Jalan Asoka 1, Asam Kumbang, Medan, menjadi awal kisah Egy Maulana Vikri. Di situlah Egy bersama abangnya Yusrizal Muzakki (23) dan adiknya Afifah Tahirah (9), dibesarkan dari sebuah keluarga sederhana pasangan Syarifuddin dan Aspiyah. Dengan kerja keras, Syarifuddin dan Aspiyah membesarkan seorang bintang yang kini bermain di Eropa.

Syarifuddin adalah seorang pesepakbola. Pria kelahiran 17 Mei 1968 itu mengawali kariernya di klub lokal Medan, PS Tirtanadi, pada tahun 1987. Tirtanadi merupakan klub yang bertarung di kompetisi internal PSMS. Kala itu, Syarifuddin berposisi sebagai striker.

"Dua tahun saya di situ, saya menjadi pemain paling muda yang dipanggil PSMS. Saya sempat ikut, tapi saya akhirnya mundur karena saya kesulitan untuk ongkos. Saya kan orang susah. Bapak saya sudah meninggal sejak saya umur lima tahun sementara Ibu saya berladang. Lapangannya jauh di Kodam sana, sementara dulu kan tidak banyak kendaraan," kata Syarifuddin, mengenang kisahnya saat disambangi Goal Indonesia di kediamannya, Senin (12/3).

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Meski gagal masuk PSMS, Syarifuddin berkesempatan untuk mengecap level Divisi I (saat itu masih menjadi kompetisi kasta kedua). Dia memperkuat klub asal Jambi selama semusim.

"Kalau Tirtanadi sampai 16 tahun saya di situ. Honornya mulai dari awalnya Rp65 ribu sampai Rp150 ribu. Dulu Divisi I saya main di Persibri Batang Hari.  Tiga orang kami dari Medan bersama Ardi Mulyono (eks PSMS), dan Yusrizal. Satu musim saya di sana dan berjuang menyelamatkan tim itu dari degradasi. Tahun 1996 saya juga sempat memperkuat klub Jambi lainnya Sarko (akronim dari PS Sarolangun Bangko)," bebernya.

Syarifuddin akhirnya resmi pensiun pada tahun 2003, setelah sepuluh tahun menikah dengan Aspiyah. Kemudian, dia mulai merintis usaha berjualan. Sebelum itu, dia mulai melatih di klub kampungnya Asam Kumbang FC pada 1996. Di masa itu dia mulai membawa anak pertamanya, Yusrizal Muzakki untuk berlatih di sekolah sepakbola (SSB) Tasbi. Kemudian disusul Egy pada 2006 dan Syarifuddin juga ditunjuk menjadi pelatih SSB Tasbi, sehingga dia bisa langsung melatih anak-anaknya.

"Kalau dulu Asam Kumbang berawal dari klub kampung. Baru lima tahun ini saja kami dirikan SSB bersama beberapa teman. Saya memilih jadi pelatih saja di sini karena memang saya suka melatih anak-anak ini," jelasnya.

Kariernya yang kurang cemerlang dulu, membuat Syarifuddin bertekad menjadikan kedua putranya memiliki karier sepakbola yang lebih baik. Ternyata misi itu tercapai, bahkan melebihi ekspektasinya. 

Keluarga Egy Maulana VikriDoni Ahmad

Syarifuddin dan Aspiyah bersama anak pertama mereka Yusrizal Muzakki (pertama dari kiri).

"Memang saya arahkan dan dukung terus sejak kecil. Selain mereka berlatih di SSB, saya dampingi mereka dengan latihan tambahan. Kalau dibilang orang saya itu seperti Belanda, juara tanpa mahkota. Gagalnya saya dulu karena susah sehingga mundur dari seleksi. Jadi tujuan saya nanti mereka bisa bermain sepakbola sebaik mungkin. Enggak pernah saya bayangkan kalau sampai harus ke Eropa, bahkan ke timnas saja tidak pernah saya kira," tuturnya. 

Dengan keterbatasan finansial, Egy sempat gagal mengikuti seleksi timnas usia muda. Beruntung ada tangan malaikat yang menolongnya. "Waktu itu dia lolos seleksi di Medan dan harus berangkat ke Jakarta. Ternyata biayanya besar ke sana. Tidak punya ongkos dan Egy batal. Berikutnya ada seleksi ASSBI juga di Jakarta dan biayanya ditanggung ayahnya teman Zaki (panggilan akrab Yusrizal Muzakki). Sampai akhirnya dia dibawa pak Subagja ikut seleksi masuk Ragunan," ungkapnya. 

Dulu bahkan Syarifuddin pernah dicibir karena memasukkan anaknya ke sekolah lain di saat ada kesempatan masuk SMP Negeri. "Dia dulu berprestasi di SD dan sering bawa tim futsal itu juara. Dia juga ketika itu ranking ketiga. Jadi ada kesempatan masuk sekolah negeri di SMP." 

"Tapi pertimbangan saya dia dulu akan sulit jika main bola ke luar kalau masuk sekolah negeri. Jadi saya masukkanlah ke sekolah SMP Pemraujan di Sunggal yang siswanya dulu cuma delapan orang. Tapi sejak dia masuk, berkembang menjadi dua kelas. Orang bilang dulu saya bodoh. Tapi tidak apa-apa, sekarang buktinya Egy berhasil," ucapnya.

Kini, Syarifuddin bisa tersenyum bangga. Egy telah menjadi salah satu andalan di timnas Indonesia U-19 dan u-23, serta sudah resmi dikontrak klub liga teratas Polandia, Lechia Gdansk. Dia akan menjalani karier profesional di Lechia mulai Juli 2018 selama tiga tahun ke depan. "Yang terpenting saya selalu ingatkan dia untuk selalu ingat Allah SWT, dan harus selalu rendah hati," pungkasnya.(gk-71)

Iklan