Manajemen klub Liga 2, Rans Cilegon FC, mengungkap alasan menerapkan kebijakan pembelian tiket untuk menyaksikan pertandingan uji coba melawan Arema FC di Stadion Kanjuruhan kemarin malam melalui live streaming.
Penonton dikenakan harga tiket sebesar Rp20 ribu untuk menyaksikan pertandingan bertajuk Football Synergy itu. Tidak sedikit fans yang mempertanyakan kebijakan menerapkan pembelian tiket untuk menyaksikan pertandingan, karena laga ini hanya sekadar uji coba.
Namun banyak juga fans yang membeli tiket untuk menyaksikan pertandingan itu. Setidaknya lebih dari 30 ribut tiket berhasil dijual. Rans Cilegon memang menginisiasi kegiatan ini, karena mereka sudah terbiasa melakukan streaming.
Chairman Rans Cilegon Rudy Salim mengatakan, tujuan melakukan streaming berbayar merupakan bagian dari program klub untuk menambah pemasukan di tengah masa sulit akibat pandemi virus Corona.
“Salah satu tujuan dari acara ini adalah untuk membangkitkan persepakbolaan nasional yang sedang terpuruk di masa COVID-19,” jelas Rudy dalam kolom komentar dalam unggahan Instagram resmi klub terkait hasil pertandingan.
Pertandingan berikutnya
“Dengan adanya friendly match yang dilakukan secara online yang revolusioner ini, kita dapat buktikan bahwa kita dapat mendukung tim kebanggaan kita dengan membeli tiket dari portal resmi penjualan tiket, dan menonton menggunakan link resmi agar tim yang kita dukung bisa bertahan melewati masa sulit.”
“Selamat untuk Arema FC atas kemenangannya, selamat untuk RANS FC yang berhasil menginisiasi berbagai pertandingan dan hiburan yang revolusioner dengan cara digital.”
Kebijakan Rans Cilegon ini mendapat sambutan positif dari manajemen Arema. Singo Edan berharap warna baru di sepakbola nasional ini direspons penggemar di tengah kesulitan klub mengatasi permasalahan finansial, sehingga mereka dapat bertahan.
“Football Synergy yang dikemas dalam friendly match Arema FC versus Rans FC diharapkan memberikan warna baru bagi sepakbola Indonesia,” demikian pernyataan manajemen melalui akun Instagram resmi mereka.
“Sebuah era di mana kita harus terbuka dan berpikir kreatif untuk tetap menjaga martabat sepakbola Indonesia di tengah pandemi yang belum berlalu.”
