Semuanya ada di dalam pikiran. Tidak ada kutukan, tidak ada pola, tidak ada rahasia yang mengaitkan dari generasi ke generasi timnas Meksiko selama beberapa Piala Dunia terakhir. El Tri hanya mampu sekali dalam sejarah menggapai "quinto partido" -- partai kelima atau babak delapan besar -- yaitu saat menjadi tuan rumah. Tidak ada rahasia apa pun yang menghalangi Meksiko mencapai pertandingan kelima Piala Dunia.

Setidaknya itu yang ingin mereka yakinkan kepada semua orang. Itu pula yang ingin mereka yakinkan pada diri sendiri. Tahun ini jalan ceritanya akan berbeda.

Sejak lolos ke Rusia, para pemain Meksiko mencanangkan target mencapai pertandingan kelima Piala Dunia untuk kali pertama di luar kandang sendiri. Bahkan target itu dilantangkan lebih jauh.

Penyerang Javier "Chicharito" Hernandez: "Saya ingin memenangi Piala Dunia dan itu satu-satunya yang ada dalam pikiran saya."

Gelandang Andres Guardado: "Inilah hal yang paling saya impikan. Berpartisipasi di Piala Dunia keempat bagi saya pribadi dan mampu lolos tidak hanya quinto partido tapi juga melangkah lebih jauh."

Kapten Rafa Marquez dalam sebuah seremoni awal bulan ini: "Jangan ragukan tim ini tidak memikirkan quinto partido, tapi juga juara. Itu yang memotivasi kami."

Meksiko tentu tidak bisa menjadi juara kalau tidak mampu mencapai pertandingan kelima. Sejarah mengatakan hal itu takkan mudah dilakukan.

Masa lalu penuh rasa frustrasi

Para pemain Meksiko pada Piala Dunia 1994 tidak pernah sadar mereka mengawali sebuah tren. Mereka hanya ingin fokus mengembalikan kehormatan Meksiko. Setelah skandal pemalsuan usia pada Piala Dunia U-20 1988, FIFA menjatuhkan sanksi larangan bertanding dua tahun kepada mereka. Sanksi itu praktis menyebabkan Meksiko absen di Italia 1990 tanpa bertanding.

Tim saat itu dipimpin Alberto Garcia Aspe, Jorge Campos, dan Claudio Suarez. Mereka menjadi yang pertama dari enam tim yang tidak mampu melangkah lebih jauh dari babak 16 besar. Mereka menjadi yang pertama yang selalu gagal mencapai perempat-final.

Garcia Aspe mencetak gol penalti melawan Bulgaria guna menyamakan kedudukan setelah Hristo Stoichkov membuka skor. Ketika bertindak menjadi eksekutor pertama pada babak adu penalti, tendangannya malah terbang melambung ke atas gawang Borislav Mihaylov. Campos mampu mementahkan eksekusi penalti pertama Bulgaria, tapi Mihaylov mampu melakukan hal yang sama terhadap dua penendang Meksiko berikutnya.

Kisah Cinderella Bulgaria berlanjut. Campos terkapar di lapangan, setelah gagal menepis tendangan penentuan Yordan Letchkov. Garcia Aspe menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Empat tahun berselang, El Tri bisa mengatasi keadaan. Luis "El Matador" Hernandez membawa mereka mengungguli Jerman di Montpellier. Perempat-final ada di depan mata. Dengan sisa 15 menit pertandingan, Raul Lara gagal mencegah umpan silang yang dimanfaatkan Jurgen Klinsmann dengan baik. Jerman menghujani banyak umpan silang, salah satunya berbuah gol kemenangan Oliver Bierhoff.

Sepertinya keadaan bakal berubah pada 2002. Lawan mereka? Amerika Serikat. Tim yang sama yang Meksiko kalahkan setahun sebelumnya di Estadio Azteca. Gampang. Meski AS mampu mengungguli Meksiko di grup kualifikasi berkat kemenangan kandang 2-0. Skor itu kembali berulang. Brian McBride mencetak keunggulan lalu Landon Donovan menari melewati lini belakang Meksiko untuk mencetak gol yang menjamin tiket lolos AS. Kemenangan itu memicu nyanyian "dos a cero" selama satu dasawarsa berikutnya dari fans AS.

Piala Dunia 2006 menyisakan kenangan yang pedih buat fans Meksiko. Menghadapi Argentina, El Tri unggul berkat gol Rafa Marquez pada menit keenam. Namun, empat menit kemudian, tendangan bebas Argentina bersarang di dalam gawang. Gol diberikan untuk Hernan Crespo meski Jared Borgetti terlihat melakukan sentuhan terakhir. Lagi-lagi, Meksiko harus berjuang keras mencapai pertandingan kelima. Di babak perpanjangan waktu, perjuangan itu dihentikan gol spektakuler Maxi Rodriguez, menahan bola dengan dada kemudian melepaskan tembakan voli dari pojok kotak penalti.

Lagi-lagi Argentina menghadang pada 2010. Kali ini terasa tidak adil setelah Carlos Tevez menciptakan gol berbau off-side untuk membuka skor. Setelahnya, Meksiko tak mampu menciptakan peluang. Argentina mencetak dua gol tambahan, meski Chicharito mencetak gol hiburan di babak kedua tetap saja tidak mampu mencegah Meksiko tersingkir di Afrika Selatan.

Pada Piala Dunia edisi terakhir, keputusan wasit memberikan penalti yang menjadi biang kemarahan fans. Arjen Robben memperoleh hadiah penalti pada akhir pertandingan saat skor 1-1. Klaas-Jan Huntelaar mengeksekusinya dengan baik saat tambahan waktu untuk membawa Belanda lolos. Lagi-lagi Meksiko terhenti setelah empat laga. Gambar dramatis Robben dengan #NoEraPenal bertebaran menjadi stiker dan merchandise yang laris dibeli di berbagai kota Meksiko.

Bagaimana mungkin hal ini bisa sering terjadi? Salah satunya, tekanan meningkat saat memasuki fase gugur.

"Kami tak mau melihat jauh ke depan, tapi nyatanya saat lolos dari grup Anda akan menghadapi tim yang lebih baik. Tantangannya adalah bermain menyerang melawan tim itu sama seperti kami bermain menghadapi tim yang lebih kecil," jelas Juan Carlos Osorio kepada Goal.

"Para pemain yang kami punya saat ini diyakini bisa membuat kami bermain baik melawan tim-tim besar, karena kami bermain baik ketika menghadapi Uruguay, Portugal, Belgia, Polandia."

"Tim-tim yang kami hadapi tahun lalu atau sebelumnya membuat kami bisa bersaing di level yang sebenarnya."

Mantan kiper Meksiko Oswaldo Sanchez mengatakan di masa lalu tim mereka sebenarnya mampu bersaing, tapi tidak bisa fokus. Mereka kehilangan konsentrasi di momen penting yang menentukan. Padahal, momen kecil bisa memberikan perbedaan memasuki tahap seperti fase gugur.

"Saya kira ada faktor kurangnya konsentrasi. Mungkin para pemain penting kehilangan konsentrasi. Saya bisa bilang begitu karena di Prancis pada 1998 kami mampu unggul 1-0 lawan Jerman. Lalu bagaimana cara Jerman membalas dua gol? Memanfaatkan kurangnya konsentrasi," kata Sanchez kepada Goal. "Setelahnya, saya ingat Piala Dunia Jerman 2006. Kami melawan Argentina dan mendadak kami mencetak gol bunuh diri serta kemudian gol terbaik Piala Dunia yang disarangkan Maxi Rodriguez."

"Detail seperti ini bisa menyingkirkan Anda dan ada beberapa momen ketika Anda tidak mengikuti taktik yang ditetapkan dan kehilangan konsentrasi. Ada pula hal seperti no era penal yang terkenal, bukan? Di luar itu, soal mentalitas, soal konsentrasi yang dipunyai tim Meksiko. Saya rasa semuanya sudah berlalu dan kali ini keadaan jauh berbeda karena manusia belajar dari pengalaman masa lalu."

Sanchez jelas punya pengalaman itu. Dia berada di atas lapangan pada 2006 serta di kamar ganti pada dua turnamen sebelumnya. Jika dia benar, bahwa semuanya masalah konsentrasi, mungkin masalah Meksiko yang sebenarnya adalah masalah mentalitas.

Jadi bagaimana cara Meksiko mengubahnya kali ini? Bagaimana tim asuhan Juan Carlos Osorio menulis ulang sejarah dan memulai tren baru? Semuanya ada di dalam pikiran para pemain.

Mental bertanding

Imanol Ibarrondo adalah pria Spanyol penuh senyum yang mengatakan membaca adalah hobi favoritnya. Meski mengakui tidak memiliki karier sepakbola yang terbatas (dia hanya pernah bermain profesional untuk Rayo Vallecano), dia pernah membantu tim Olimpiade Spanyol, beberapa tim olahraga Basque, dan sekarang bersama timnas Meksiko guna membantu mereka mencapai level penampilan maksimal dari segi mental.

Dia bukan psikolog, tapi punya teknik yang bisa mendatangkan sukses bagi para atlet baik saat berlatih, di gym, serta saat bertanding. Bukan kali pertama Meksiko membawa serta pelatih mental. Ricardo La Volpe melakukannya pada 2006, hanya kalah dari gol Rodriguez. Edisi kali ini mungkin sebagian besar pemain bisa merasa dekat dengan Ibarrondo.

Dia mampu membangun ulang kepercayaan diri tim setelah kekalahan memalukan 7-0 dari Chile pada Copa America Centenario.

"Awalnya, saya lebih banyak bekerja berkelompok dan saya melakukannya pada periode yang sulit. Seperti ketika kekalahan 7-0, saat kepercayaan diri para pemain sedang hancur," jelasnya kepada media sebelum pertandingan uji coba melawan Wales. "Jadi, saya membentuk kelompok untuk melihat cara terbaik mengangkat semangat pemain. Saya lebih mengenal mereka, menumbuhkan rasa kepercayaan diri lebih besar daripada sebelumnya, dan kemudian dari situ baru saya bekerja orang per orang."

Hal-hal yang disinggung dalam diskusi dengan para pemain Meksiko baik yang bermain di luar negeri maupun domestik bersifat pribadi. Salah satu hal yang tidak pernah muncul adalah quinto partido.

"Saya tidak pernah mendengar masalah ini," bilangnya. "Tidak ada yang menyinggung masalah pertandingan kelima karena hal itu tidak perlu dipertanyakan. Saya rasa mereka pemain dewasa, sangat kompeten, tim yang sangat berbakat. Ada pemain yang berkiprah di Eropa dan di sana mereka mempelajari bahasa, beradaptasi, dan punya mentalitas yang sangat kuat. Saya rasa para pemain ini memilikinya."

"Pertandingan kelima bukan lah sebuah hambatan. Mereka punya tekad menulis sejarah sendiri. Mereka tim yang kompak, terkoneksi, mereka merasa kuat, mereka merasa baik ketika bersama-sama dan saya rasa itu sungguh luar biasa. Itu yang diperlukan untuk memenangi Piala Dunia."

Itulah hal yang sering diulanginya belakangan ini, menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan saat hari medua dan kemudian dalam wawancara setelahnya.

"Keadaanya memang seperti apa yang saya sampaikan," bilangnya kepada Goal dalam obrolan singkat di Rose Bowl. "Bukan karena memikirkan pertandingan kelima, melainkan pertandingan pertama."

Tanpa penampilan bagus pada laga perdana, lalu kedua, dan ketiga serta keempat, takkan ada pertandingan kelima.

Tidak semua pemain memilih bekerja bersama Ibarrondo, Osorio tidak masalah dengan keputusan itu. Dia sendiri menyediakan diri siap mendengarkan jika ada pemain yang membutuhkan.

"Saya ingin melingkupi semua aspek. Kami membawa seorang chiropractor dan beberapa pemain menggunakan jasanya dan beberapa tidak. Sama halnya dengan pelatih mental," jelas sang pelatih. "Beberapa pemain berdiskusi dengannya, beberapa pemain tidak. Saya rasa kedua keputusan itu sama saja, hal ini bukan sebuah paksaan. Saya ingin menegaskan bahwa kedua belah pihak sangat membantu di area masing-masing dan kami ingin memanfaatkan sumber daya yang ada sebaik mungkin."

Meski pemain enggan membahas quinto partido dan Meksiko kesulitan mewujudkannya di masa lalu, sejarah masih menjadi salah satu faktor, sebut Dr. Martha Heredia.

Selain menjadi psikolog olahraga, Heredia menyusun makalah "La Psicologia Deportiva y El Futbol" (Psikologi Olahraga dan Sepakbola) dan bekerja sebagai koordinator Universitas UNAM untuk bidang olahraga.

Mungkin diperlukan pendekatan baru supaya Meksiko bisa melangkah jauh, bilangnya, karena psikologi olahraga adalah bidang yang sudah lazim di banyak negara.

"Beberapa kali mereka bertahan dengan sikap yang klise, 'Motivasi adalah hal penting, punya semangat tinggi, dan mengerahkan segenap jiwa raga'," bukanya kepada Goal.

Mengubahnya dan menggali teknik psikologi yang bisa membantu kesehatan mental pemain dapat membawa sang pemain ke kondisi yang lebih baik guna mengatasi ekspektasi tinggi fans.

"Belakangan banyak atlet dan orang-orang muda Meksiko yang berhasil di sejumlah olahraga. Mereka bertanding dengan meninggalkan pikiran yang inferior dan enggan dihantui ketidakmampuan," sambung Heredia menyinggung sejumlah contoh termasuk sukses Maria Espinoza, atlet taekwondo Olimpiade. "Jadi dari sana saja apa yang bisa dilihat? Anda harus mencari hubungan yang bagus di dalam tim. Karena, benar, prediksi yang mengatakan, 'Mereka takkan lolos! Mereka takkan lolos ke pertandingan kelima' benar-benar memberi tekanan hebat."

Mengubah keadaan

Tekanan hebat dalam melanda pemain 20 tahun yang masih belajar berdiri di dunia profesional. Edson Alvarez pemain yang berbakat, tapi bukan pemain reguler di Club America, hanya bermain ketika ada yang cedera atau menjalani sanksi. Namun, dia dipanggil ke timnas Meksiko berkat kemampuannya bermain di banyak posisi.

Alvarez membenarkan adanya omongan di kamar ganti seputar quinto partido. Alvarez lahir setelah Piala Dunia 1994 dan turnamen pertama yang diingatnya adalah 2006. Para pemain lain tidak merasa perlu membahasnya. Dia sudah cukup mendengar soal quinto partido dan media sering pula membahasnya.

"Kami fokus dari pertandingan ke pertandingan, selangkah demi selangkah. Kami tidak boleh mendahului diri sendiri," ujarnya. "Tim bersikap tenang, kami solid. Kami bisa melangkah ke pertandingan kelima dan bahkan mungkin hingga final."

Dia sering mendengarkan para pemimpin dalam tim, mulai dari Marquez, Chicharito, hingga Guardado. Semuanya menetapkan tujuan yang paling tinggi, bukan salah satu tahapan semata. Pencapaian itu yang akan membayangi serta dengan tipis membedakan sukses dan kegagalan tim Osorio. Alvarez mungkin puya peluang lain mencetak sejarah, tetapi tidak bagi Marquez -- begitu juga Osorio.

Berada satu grup dengan Jerman serta tim favorit Brasil di grup sebelah, jalur Meksiko takkan semudah seperti 2002 atau bahkan 2014 misalnya. Mereka harus menghadapi turnamen dengan para pemain kunci seperti Diego Reyes dan Andres Guardado tidak dalam kondisi kebugaran 100 persen akibat cedera.

Mungkin akan terasa lebih impresif jika Meksiko mampu tampil baik dan membuktikan bahwa semuanya hanya masalah di dalam pikiran. Bahwa penampilan bagus Meksiko di fase grup lalu mendadak memburuk di babak 16 besar hanya lah kebetulan semata. Kegagalan bakal mengukuhkan kutukan, malah dapat pula berkembang menjadi pemikiran bahwa kegagalan melangkah ke quinto partido disebabkan adanya hal lain.

Meksiko sudah berupaya mematahkannya melalui penampilan yang berani dalam beberapa turnamen terdahulu. Namun, kenyataan pahit membayangi, bisa saja mereka memang tidak sebagus yang dibayangkan.

"Saya rasa ini bukan masalah psikologis. Hanya kenyataan. Mereka melangkah sejauh yang mereka sanggup," ujar Osorio. "Meski selalu ada perdebatan tentang mungkin seharusnya tim bisa menyamakan kedudukan atau menang di pertandingan berikutnya. Piala Dunia yang lalu adalah soal penalti terkenal itu, Rafa Marquez melanggar Arjen Robben."

"Masih ada satu pertandingan yang harus dimainkan dan mereka tidak mencetak cukup gol untuk lolos ke babak berikutnya. Itu yang akan coba kami lakukan. Kami akan tampil lebih ofensif dan dengan tekad kuat memenangi pertandingan ketimbang hanya puas bisa berada di sana dan mencoba tampil tidak memalukan dengan bermain sekadar menghindari kekalahan."