GeneraSI Kane PEMUPUS HAMPA PRESTASI INGGRIS

oleh Kris Voakes
alih bahasa Agung Harsya

Tidak ada yang bisa dihindari selain harapan tinggi yang selalu menghampiri Inggris setiap kali Piala Dunia digelar. Pada gilirannya, mereka selalu menjawabnya dengan kegagalan demi kegagalan yang bervariasi.

Sejak tampil di semi-final Piala Dunia Italia 1990, Inggris belum benar-benar lagi sanggup menjawab ekspektasi. Setelahnya, mereka tak memenangi satu pun laga grup Euro 1992 dan kemudian secara menyedihkan tersingkir di kualifikasi Piala Dunia Amerika Serikat 1994. Tren baru muncul. Generasi Emas mereka selalu terbentur di babak perempat-final, kalah saat adu penalti, diwarnai kartu merah atau tulang metatarsal yang patah -- atau sekaligus ketiganya.

Tidak sedikit spanduk St George yang terbentang berharap sukses tim, begitu juga berbagai bendera mobil dan wajah-wajah yang dicat. Puluhan musim panas dengan berita halaman depan selalu bersemangat membahas potensi Inggris mengakhiri penantian panjang meraih trofi. Terkadang di halaman yang sama dimuat juga nomor telepon wasit atau kecaman terhadap seorang pemain atau pelatih.

Sejak pemain seperti David Beckham, Michael Owen, Rio Ferdinand, dan John Terry mundur dari pentas internasional dan mimpi juara terus-menerus pupus, Inggris masih mencari cara untuk menunjukkan penampilan terbaik.

Dihancurkan Jerman pada 2010, tampil jelek saat menghadapi Italia pada Euro 2012, tersingkir hanya setelah dua laga pada 2014, dan kemudian dipermalukan Islandia pada 2016. Daftar kekecewaan ini kian membuat frustrasi meski sebagian besar fans sadar takkan ada jalan mudah meraih gelar.

Jadi ketika Gareth Southgate mempersiapkan Inggris berangkat ke Rusia bulan ini, pertanyaan yang muncul dalam benak kebanyakan fans adalah seperti apa kekecewaan yang akan diberikan tim kesayangan mereka. Kegagalan melangkah dari Grup G, mungkin? Kalah dari tim debutan Panama, barangkali? Apa pun juga, ada perasaan umum bahwa Inggris pasti menemukan cara untuk merusak diri sendiri.

Atau akan kah demikian?

Bisa dibilang skuat Southgate berangkat dengan semua orang sulit mempercayai mereka akan menyulitkan tim-tim tangguh musim panas ini. Turnamen kali ini dianggap sebagai kesempatan belajar bagi para pemain tak berpengalaman tentang rasanya bermain di pentas internasional. Sejak 1962, baru kali ini Inggris berangkat ke Piala Dunia dengan jumlah caps kecil secara akumulatif. Bagi orang-orang yang tahu, 23 orang yang berangkat ke Rusia ini punya sejumlah kekurangan.

Tapi Frank Lampard, veteran tiga Piala Dunia sejak 2006 hingga 2014, mengatakan kepada Goal bahwa kurangnya ekspektasi justru bisa membuat para pemain lebih bebas berekspresi.

"Saya berharap Inggris tampil bagus. Saya pikir level ekspektasi sedikit rendah dan itu mungkin hal yang bagus buat skuat ini," ujar pemegang 106 caps itu. "Mereka punya paduan pemain muda yang bagus, terutama di area serang."

"Inggris punya beberapa pemain bagus yang tampil gemilang di klub masing-masing di Liga Primer Inggris. Saya berharap semuanya bisa menyatu. Southgate sudah bekerja keras untuk tim. Kami bisa mengalahkan siapa saja pada hari baik kami. Saya berharap kami bisa lolos grup dan kemudian kita lihat saja sejauh apa langkah kami."

Mantan striker Inggris Gary Lineker, yang menjaringkan total sepuluh gol pada Piala Dunia 1986 dan 1990, berharap para pemain muda yang ada bisa menjadi modal sukses di masa depan. Para pemain seperti Ruben Loftus-Cheek dan Trent Alexander-Arnold akan memperoleh keuntungan jangka panjang dari pengalaman ini.

"Kami sedang berada di ambang menjadi tim yang sangat, sangat bagus. Mungkin, secara realistis, sekarang terlalu dini. Sampai perempat-final saja sudah bagus dengan kekuatan yang kami miliki saat ini," bilang Lineker kepada Goal.

"Tapi melihat ke depan, empat tahun lagi, kami akan memiliki tim yang super-kompetitif. Saya pikir ini merupakan kesempatan besar bagi pemain seperti Loftus-Cheek, Alexander-Arnold, para pemain muda yang tampil gemilang musim ini. Beri mereka kesempatan. Apa ruginya buat Inggris?"

Ketika banyak pemain yang memperoleh panggilan saja sudah seperti sebuah bonus, untuk sejumlah individu tetap ada derajat ekspektasi tersendiri. Kapten yang baru ditunjuk, Harry Kane, sudah punya cukup pengalaman tampil di Liga Champions serta caps internasional untuk memberikan kontribusi nyata jika dibandingkan penampilannya yang biasa saja di Euro 206. Ketika itu dia lebih diingat akan aksinya mengambil tendangan penjuru ketimbang mencetak gol.

Bersama Tottenham Kane berhasil mencatat lebih dari 20 gol selama empat musim beruntun. Total dia mencetak 135 gol di semua ajang kompetisi. Kalau dia ingin melompat dari status pemain potensial menjadi bintang tulen, Rusia 2018 adalah kesempatan emas buatnya.

Lampard menambahkan, "Piala Dunia adalah waktu bagi para pemimpin baru bermunculan. Jordan Henderson menunjukkan kepemimpinan bersama Liverpool yang mampu mencapai final Liga Champions, sedangkan Kane secara penampilan dan perawakan adalah seorang pemimpin. Jadi saya kira ada beberapa pemain yang siap menjadi pemimpin dan akan menjadi pemimpin. Turnamen seperti Piala Dunia merupakan momen untuk muncul ke depan. Saya tidak merasa Inggris kekurangan pemain berjiwa pemimpin."

Southgate memang memiliki materi yang tidak kurang pengalaman tampil di turnamen. Selain Kane dan Henderson ada pula Gary Cahill, Kyle Walker, Phil Jones, Eric Dier, Dele Alli, dan Raheem Sterling yang pernah bergabung dengan skuat Inggris sebelumnya. Mereka tampil di level top untuk periode yang tidak sebentar bersama klub masing-masing.

Mungkin berlebihan jika mengatakan tim Inggris saat ini sama sekali mentah. Harus ada keyakinan bahwa para pemain berpengalaman bisa berperan dalam momen-momen penting. Pada saat pelatih tidak memiliki banyak opsi di setiap posisi, seharusnya dia bisa memiliki sesuatu sebagai kekuatan tim.

Di antara para pemain yang berstatus di antara pilihan pertama dan debutan adalah Marcus Rashford, yang bisa saja tampil gemilang di Rusia usai musim 2017/18 yang sulit bersama Manchester United. Rio Ferdinand memprediksi pemain 20 tahun itu, yang sukses mencetak gol di sejumlah laga debut bersama klub dan timnas, akan tampil di bawah sorotan.

"BIsa jadi turnamen ini menjadi kemunculan Rashford. Saya tidak merasa dia akan tampil inti untuk Inggris, tapi saya bisa lihat dia akan memberikan dampak pada turnamen," kata Ferdinand kepada Goal. "Saya akan senang sekali jika itu terjadi karena dia pemain muda yang terus berlatih keras, sangat disiplin, dan sangat berkonsentrasi dalam mengembangkan diri sebagai pesepakbola. Saya rasa itu saja itu dapat memberikan elemen kemujuran dan kesempatan."

Seperti biasa, tidak ada jaminan pasti buat Inggris. Tidak ada satu pun pemain dalam skuat yang benar-benar pernah mengalami turnamen yang gemilang sehingga mereka bisa dijadikan andalan pada momen sulit. Gary Cahill menjadi satu-satunya pemain yang mengantungi lebih dari 40 caps, tapi dia tidak tampil reguler bersama Chelsea -- termasuk timnas -- dalam 12 bulan terakhir. Selain itu, tiga penjaga gawang mereka menghadapi turnamen dengan kombinasi 180 menit pertandingan kompetitif internasional di antara mereka. Semuanya dicatat Jack Butland yang tampil pada laga kualifikasi yang tidak menentukan.

Belum lagi pelatih hijau mereka. Southgate sebenarnya bukan pilihan utama saat Sam Allardyce terpaksa meninggalkan jabatan setelah hanya menangani The Three Lions dalam satu laga. Mutasi itu memaksa Southgate mengambil alih dari tugasnya sebagai pelatih tim U-21. Sejak itu, dia tampil baik dalam mengadaptasi rencana taktik yang pas buat para pemain, meski ada sejumlah masalah yang belum ditemukan solusinya.

Dia sebenarnya lebih suka jika para pemain andalannya memperoleh kesempatan bermain dalam beberapa bulan terakhir. Keputusannya memanggil Joe Hart, kiper dengan 75 caps yang tampil di tiga kejuaraan besar terdahulu, untuk laga uji coba Maret bertujuan supaya sang pemain bisa berada dalam kondisi puncak saat dibutuhkan untuk turnamen. Upaya itu gagal. Lalu, Southgate juga memanggil John Stones kendati dia sulit mendapat kesempatan tampil di Manchester City.

Ferdinand memaklumi keputusan Southgate.

"Stones punya potensi menjadi pemain kelas dunia. Saya rasa dia punya modal di Manchester City," bilang bek dengan 81 caps itu. "Bakal hebat kalau dia mengalami Piala Dunia yang bagus sehingga dia bisa menuju status itu. Dia punya semua modal kemampuan dengan bola untuk menjadi pemain hebat."

"Resepnya adalah mencari keseimbangan dengan tanggung jawab defensif, naluri bertahan, dan menciptakan atau memiliki insting itu sebagai bek. Kalau dia bisa menyatukan semuanya, Anda sudah memiliki fondasi untuk seorang pemain top."

Ada harapan para pemain mau maju ke depan. Harapan. Itu lah kalimat yang sering didengungkan ketika Inggris mendarat di Rusia. Ada harapan dua laga menghadapi Tunisia dan Panama akan menghasilkan setidaknya empat poin, tetapi di luar harapan itu para fans menyimpan perasaan yang berlimpah.

Belgia, lawan terakhir di Grup G, memiliki paduan pemain muda dan berpengalaman seperti yang pernah diharapkan fans kepada Inggris pada beberapa turnamen terdahulu. Setelah fase grup, langkah Southgate dan para pemain bak bermain dadu.

Seperti halnya kebanyakan fans The Three Lions, Lampard sudah menatap Euro 2020, Piala Dunia berikutnya, serta bahkan beberapa turnamen lagi setelahnya sebagai ajang yang paling mungkin mendatangkan sukses bagi Inggris.

"Semua orang memulainya dengan para pemain muda dan saya kira Inggris terbilang terlambat," ujarnya. "Spanyol, Prancis, dan Jerman sudah bertahun-tahun membentuk akademi dan sekarang Inggris pun demikian. Bisa terlihat keuntungannya dengan keberhasilan tim junior memenangi sejumlah turnamen. Tapi di atas kertas, kompetisi tetap berjalan ketat."

"Kami memiliki sejumlah pemain muda yang bermunculan. Itu hal yang bagus karena membentuk hubungan di antara mereka ketika tumbuh berkembang. Mudah-mudahan kami bisa meraih sukses lagi di turnamen besar dalam lima atau sepuluh tahun mendatang."

Setelah ekspektasi yang meleset pada akhir 1990-an dan 2000-an, kemudian era medioker selama satu dasawarsa terakhir, 2018 adalah soal harapan. Harapan bahwa Inggris kali ini takkan mempermalukan diri sendiri. Mungkin mereka bisa menanamkan keyakinan untuk sukses di masa depan. Mudah-mudahan saja.

Ilustrasi oleh Magdalena Orpych