Johan Ahmat Farizi - Arema FCGoal / Abi Yazid

GOAL 25 2017: #24 Johan Ahmat Farizi


OLEH   ABI YAZID         

Hampir semua anak di Malang bercita-cita ingin menjadi pemain Arema FC. Kecintaan yang dipupuk kepada Singo Edan sejak kecil itulah yang membuat Johan Ahmat Farizi begitu menikmati lika-liku kariernya di Arema.

Seperti anak seusianya, Farizi kecil memulai karier dari SSB (sekolah sepakbola) di kampung halaman di wilayah Malang Selatan, tepatnya di Desa Jatiguwi wilayah kecamatan Sumber Pucung. Penampilannya yang cukup bagus membuat dia bisa masuk ke SSB AMS (Angkatan Muda Sawunggaling), salah satu SSB terbaik di wilayah Malang selatan yang pernah mengorbitkan Aji Santoso.

Jalan Farizi ke Arema mulai dekat manakala AMS beruji coba dengan Akademi Arema. AMS mampu menahan pemain Arema Licek yang pada saat itu begitu disegani di Malang. Penampilan Farizi yang memukau dengan beberapa kali mematahkan serangan lawan, membuat dia direkrut oleh pelatih Setyo Budiarto (almarhum) untuk menjadi bagian skuat Arema yang saat itu mulai melakukan persiapan untuk Piala Soeratin 2007.

"Yang menentukan karier pemain adalah dukungan keluarga, jadi keluarga selalu memberikan dukungan dan motivasi saat terpuruk ataupun naik. Di sisi lain, saya juga berterima kasih kepada seluruh pelatih dari saya SSB hingga saat ini karena mereka juga memberikan dorongan dan dukungan," urai pemain yang mengenyam tiga kali caps timnas Indonesia ini.

Seperti menjadi sebuah takdir, pria yang saat ini berusia 28 tahun itu tampil sebagai juara Soeratin 2007. Tidak heran kemudian dia mendapatkan kesempatan magang di skuat senior Arema musim 2009/10 dan baru tampil reguler pada musim 2010/11. 

Farizi punya cerita unik tentang awal kariernya di Arema, pada saat itu Arema yang membutuhkan pemain di posisi kanan meminta Farizi bermain di posisi tersebut. Padahal, dirinya belum pernah bermain di posisi itu. Ini tentu menjadi pelajaran bagi pemain muda sekarang untuk bisa memanfaatkan kesempatan yang diberikan tanpa pernah mengeluh itu bukan posisinya.

"Saya sebenarnya punya posisi natural di sebelah kiri, tetapi pada saat itu (musim 2010/11) pemain di sisi kanan dipanggil timnas (Zulkifli Syukur) sehingga pelatih (Miroslav Janu) bertanya kepada saya apakah bisa bermain di posisi kanan? Saya menjawab bisa dan siap saja karena memang pada saat itu masih muda dan sangat ingin bermain. Akhirnya saya dimainkan dan Arema menang (Arema menang 4-2 melawan Persibo Bojonegoro)," terang Farizi bercerita tentang awal kariernya.

Johan Ahmat Farizi - Arema FCGoal / Abi Yazid

Penampilan perdana yang cukup bagus dan mengundang pujian dengan gaya Malangan yang ngotot membuat Farizi terus diberi kesempatan saat pemain utama absen. Tercatat pada musim 2010/11 dia mendapatkan kesempatan lima kali tampil dan 13 kali berada di bangku cadangan. 

Keinginan terus bermain itulah yang membuat dia rela dipinjamkan ke Persija pada musim 2013. Mengingat, pada saat itu Rahmad Darmawan yang menjadi pelatih Arema ketika itu lebih mempercayai posisi bek kiri kepada Thierry Gathuessi. 

"Saya saat itu merasa masih muda dan bisa bermain bagus, tetapi mungkin pada saat itu ada pemain asing sehingga harus dimainkan. Saya pun bermain di Persija agar bisa mendapatkan kesempatan main, dan coach Benny Dolo percaya kemampuan saya," tegasnya.

Semusim di Persija, dia kembali ke Arema pada 2014 dan terus konsisten hingga musim 2017 kemarin. Penampilan yang bagus itulah yang membuat pelatih Aji Santoso akhirnya memberi ban kapten tim Arema di lengan kanannya. Sebuah pengalaman yang luar biasa karena berbuah dua gelar juara pramusim yaitu Trofeo Bhayangkara dan Piala Presiden 2017. 

Semusim menjadi kapten, membuat Farizi merasa punya pengalaman yang luar biasa. "Menjadi kapten adalah pengalaman yang berharga buat saya sendiri. Menjadi kapten di tim sekelas Arema membuat saya memiliki tanggung jawab, mengendalikan semua, menghargai rekan dan lawan. Membuat suasana tim menjadi enak dan semua itu adalah pelajaran yang bagus buat saya ke depan," tegas sosok yang sudah dikarunia satu anak ini.

Sayang sekali, penampilan apik Arema di turnamen pramusim tidak bisa diteruskan di Liga 1 2017. Salah satu alasan yang diakui oleh Aji Santoso pada saat itu adalah timnya terlena dengan juara pramusim sehingga merasa tim sudah cukup bagus. Di sisi lain, Arema tidak bisa menemukan pengganti Felipe Bertoldo yang sangat moncer di pramusim tetapi tidak bisa bermain di Liga karena kendala paspor palsu.

Walaupun demikian, Farizi tetap bermain konsisten. Dia adalah pemain yang paling sering dimainkan Arema dengan durasi 2538 menit, 30 kali bermain dan mencetak dua gol. Tipikal dia yang cukup keras juga berdampak dengan dua kartu merah yang diterima musim itu.

"Musim 2017 menjadi pelajaran. Kalau boleh mengingat, mungkin laga melawan Mitra Kukar adalah laga terbaik karena saya mencetak gol saat Arema menang di Tenggarong dengan skor 3-0 yang merupakan kemenangan pertama dalam sejarah tim Arema ketika berlaga di sana," ungkapnya. (gk-48)

Pencapaian dalam hidup dimulai dari satu langkah. Untuk menjadi yang terbaik dibutuhkan kerja keras, ketekunan, dan sikap tanggung jawab yang besar. Tahun 2018 merupakan tahun penting bagi sepakbola Indonesia dengan target tinggi pada berbagai ajang besar. Ini saatnya mewujudkan mimpi besar itu bersama CLEAR. Ayo, Indonesia bisa! #AyoIndonesiaBisa #PakaiKepalaDingin #CLEAR #BebasKetombe

Iklan